PBB Dihapus, Pemkot Tangerang Kehilangan Minimal Rp 300 Juta
TANGERANG, SNOL Adanya rencana penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) oleh Pemerintah Pusat membuat pemerintah daerah was-was. Di Kota Tangerang, pemasukan dari PBB rata-rata Rp300 juta setahun.
Walikota Tangerang Arief R Wismansyah berharap agar penggratisan diberlakukan terhadap bangunan yang bersifat sosial. Sebab, selama ini PBB merupakan salah satu sumber pemasukan daerah terbesar bagi Pendapatan Asli Derah (PAD).
“Kalau memang tujuannya memberikan keringanan untuk masyarakat yang tidak mampu, ya kita setuju. Seperti bangunan yang sifatnya sosial seperti masjid, sekolah dan sebagainya. Tapi kalau semua biaya tersebut digratiskan, saya tidak setuju,” kata Arief.
Dia mengungkapkan, pendapatan dari PBB bahkan nilainya di atas Rp 300 miliar. Karenanya lanjut Walikota, harus dilihat dulu masyarakat yang mana yang digratiskan.
“Kalau sumber pendapatan itu dihapus, mudah-mudahan saja Pemerintah Pusat memberikan solusi apa yang bisa menjadikan sumber pendapatan buat daerah. Nanti bagimana kita mau membangun daerah,” ujarnya.
Ditambahkannya, Kota Tangerang sebagai daerah yang pertumbuhannya sangat tinggi masih membutuhkan biaya besar dalam pembangunan. Tapi apabila sumber-sumber itu dibatasi akan menemui kesulitan. “Makanya kita lihat dulu nanti apa hasilnya, mudah-mudahan itu bisa menjadi sumber pendapatan kita dan PAD terus dapat bertambah,” ucapnya.
Sekretaris Dinas PBB dan BPHTB Kota Tangerang, Tonny Erawan mengatakan, secara formal pihaknya belum mendapatkan aturan resminya. Menurutnya itu baru pernyataan dan sebagai aparat teknis menunggu sejauh mana kebijakan pusat tersebut.
“Kan rencananya khusus untuk PBB secara pribadi dibebaskan tapi yang komersil tetap dipungut. Untuk pengalihan hak PBB juga tetap dikenakan, pastinya belum tahu. Mungkin tahun 2016 Pemerintah Pusat baru melaksanakannya,” katanya.
Lanjut Tonny, yang jelas ada dampaknya apabila PBB itu dibebaskan. Minimal 30-40 persen berkurang. Untuk PBB ada 400 ribu wajib pajak dan kurang lebih 70 persen adalah perumahan.
“Yang jelas dampaknya ada, berapa pengurangan jelasnya butuh kajian. Intinya kalau sudah ada edarannya dari Kementerian kita siap saja. Dan tentunya, kalau itu dihapus jelas ada perubahan dalam UU No 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,” ujarnya.
Tonny mengungkapkan, maksud dan tujuannya sebenarnya bagus untuk wong cilik agar sejahtera, meski ada potensi kehilangan penerimaan pajak. Dengan dihapuskan pajak atas tanah dan tempat tinggal bisa meringankan beban. Dengan begitu juga masyarakat tidak seperti memberikan upeti. Tapi Tonny menegaskan tidak ada negara berdiri tanpa memungut pajak.
“Bayangkan saja nanti kalau di daerah yang pelosok yang PAD-nya bersumber dari perumahan, kemudian dihapus akan masalah baru. Kalau kita masih bisa dibackup banyak pabrik, real estate dan lainnya,”tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan mengatakan sebagai tahap awal, rencana penghapusan PBB berlaku bagi rumah tinggal, rumah ibadah, dan rumah sakit. PBB dan BPHTB tetap dipungut bagi properti komersial, seperti hotel, restoran dan warung, serta properti dengan luas di atas 200 meter. Rancangan ini juga baru akan dituntaskan dan diusulkan kepada Kementerian Keuangan.
Selain PBB, rencananya yang juga dihapuskan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). (uis/made/satelitnews)
Leave a Reply