Buku Antasari Jadi Rebutan di PN Tangerang

Buku Antasari Azhar

TANGERANG, SNOL Suasana di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, berbeda dari biasanya. Di ruang tunggu jenguk tahanan, mantan Ketua KPK, Antasari Azhar terlihat membagi-bagikan sebuah buku.

Buku berjudul ‘Saya Dikorbankan’ itu tiba-tiba menjadi rebutan para pengunjung sidang di PN Tangerang, kemarin (4/2).

Sebelum menjalani sidang, Antasari menyempatkan diri menghadiri launching buku yang ditulis oleh penulis muda bernama Taufik Pram. Juga hadir kuasa hukum Antasari, Boyamin Saiman, perwakilan penerbit dan keluarga dari Antasari.

“Sebenarnya saya agak canggung, kan sudah jarang ketemu teman-teman media seperti ini. Jadi ini adalah buku ketiga tentang saya selama di dalam lapas,” kata Antasari, Rabu (4/2).

Pria kelahiran Pangkal Pinang itu mengaku kaget setelah membaca buku tersebut. Menurutnya, dalam buku yang ditulis setebal 412 halaman itu, ada beberapa fakta yang pada awalnya ia belum ketahui dan juga tidak diketahui oleh publik.

“Poin yang cukup bikin kaget adalah adanya surat pengakuan dari orang yang mengaku pelaku penembakan Nasrudin yang asli dan ada permohonan maaf kepada saya,” ujar Antasari.

Pengakuannya tersebut disampaikan melalui surat kaleng kepada jaksa yang menangani kasus Antasari. Hanya saja, tidak dicantumkan nama asli dari sang eksekutor. “Hanya ada inisial N. Dia tidak mau menyebutkan nama,” imbuh Antasari sambil memegang buku tersebut.

Dengan adanya fakta baru tersebut, Antasari juga sempat mengkritik kinerja Polri. Menurutnya, Polri belakangan ini dilihat selalu menyikapi dengan cepat keluhan masyarakat. Tapi ia merasa bingung karena masalah dirinya yang penuh kejanggalan ini tidak selesai-selesai.

“Saya sudah lama buat laporan tentang kiriman SMS yang fiktif, tapi kenapa itu sampai sekarang tidak pernah diproses. Kalau itu dibongkar akan terlihat siapa dalang pembunuh dan motifnya,” ujarnya.

Salah satunya adalah untuk perkara baju Nasrudin yang hilang, dimana sampai kini tidak pernah ada jawaban. Padahal hal ini sebagai poin pembongkaran yang harus terkuak.

Taufik Pram mengatakan nama sang eksekutor tidak disebutkan secara jelas karena alasan keamanan. “Kuasa hukum eksekutor menolak menyebut nama kliennya karena terlalu riskan,” ujarnya.

Pria yang juga pernah menjadi wartawan di media nasional itu mengungkapkan, buku ini ditulis dari pengalamannya di lapangan selama bertahun-tahun saat menjadi jurnalis. Sekilas, ia melihat dari pertama sudah terungkap kronologi versi polisi ada yang janggal.

“Hal pertama pengalaman saya adalah pelaku pembunuhan sebesar 500 juta plat nomornya tidak dicopot, padahal pembunuh sekelas di bawah 500 juta saja berusaha menyembunyikan barang bukti dengan mencopotnya,” jelasnya.

Kemudian, dari salah satu alat bukti itu melacak pelaku plat nomor motor Scorpio. Dilakukan penangkapan-penangkapan, penyelidikan dan penyidikan polisi hingga berujung pada Antasari. “Saya berusaha menelisik dengan keterbatasan akses, sumbernya bukan hanya primer dan sekunder seperti media lain, ternyata ada kejanggalan,” ungkapnya.

Ditambahkannya, kejanggalan juga diperkuat pada tahun 2013 sebelum dokter ahli forensi Mun’im Idris meninggal, dirinya diberi kesempatan untuk berbincang. Dr Mun’im curhat dan sudah dirangkum di buku tersebut. Kesimpulan yang dapat diambil anginnya kencang karena sampai ada rekayasa ukuran peluru yang diubah.

“Salah satu jaksa intelijen juga sudah mengaku mencoba melacak pembunuhan dan dugaan yang sama seperti Dr Mun’im yakni berbeda dengan keterangan polisi. Dalam perkembangan juga banyak novum-novum baru bermunculan sampai keluarga korban berbalik arah mendukung Antasari,” tambahnya.(uis/made/satelitnews)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>