Pengusaha Desak Revisi Aturan Tender
TANGERANG Sistem tender proyek pemerintah dengan memenangkan penawaran terendah dituding sebagai penyebab rendahnya kualitas proyek pembangunan infrastruktur dan fasilitas pelayanan publik.
Sejumlah kalangan pengusaha mendesak pemerintah agar merevisi aturan lelang tersebut. Salah satu tokoh masyaarakat jasa konstruksi di Banten, Haris Pandela mengungkapkan, aturan pertenderan khsususnya di Tangerang dan di Indonesia pada umumnya harus direvisi karena dinilai sudah tidak sehat dan mempengaruhi kualitas pembangunan infrastruktur serta fasilitas pelayanan publik.
Sementara, resiko yang ditanggung rekanan peserta tender sangat besar. Selain biaya operasional yang tinggi dan harus menanggung resiko kenaikan harga material atau produk yang dibutuhkan, bila kualitas pembangunan atau fasilitas pelayanannya buruk, rekanan juga yang kena getahnya mulai dari kena sanksi sampai pada blacklist.
“Jadi sebenarnya yang membuat rendahnya kualitas infrastruktur dan fasilitas pelayanan publik yang ditenderkan itu bukan cuma kontraktor melainkan pemerintah penyelenggara tender. Makanya aturan pertenderan harus direvisi,” cetus Haris kepada Satelit News, beberapa hari lalu.
Selama ini rekanan selalu dipersalahkan bila kualitas pembangunan buruk. “Alasanya macam-macam. Kontraktor ga bisa kerjalah, kontraktor korupsilah. Padahal sudah bukan rahasia lagi bila nilai proyek yang ditetapkan di DPA (Daftar Penggunaan Anggaran) itu tidak 100% digunakan untuk kegiatan,” tukasnya.
Menurutnya, selama aturan pertenderan itu tidak direvisi maka kualitas pembangunan maupun fasilitas pelayanan publik yang dibiayai pemerintah tetap saja akan rendah.
Tengku Zulfikar, Sekjen DPP Gapeknas menambahkan, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) disinyalir telah menciptakan desain yang dapat membuat para pengusaha jasa konstruksi mulai dari pusat hingga daerah menjadi tidak kondusif. Salah satunya dengan membentuk Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) versi Menteri PU dan menerbitkan Surat Edaran berisi instruksi pembentukan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) di setiap daerah. Padahal di Indonesia sudah ada LPJKN versi Undang-undang dan AD/ART. (Jarkasih)