Pilgub Banten di Lingkaran Politik Dinasti, Korupsi dan Politik Uang
FOCUS Discussion Group (FDG) Rakyat Merdeka Group di Bupe Resto Serpong, kemarin, berjalan menarik. Bertema ‘Mencermati Calon Gubernur Banten 2017’, yang paling disorot adalah isu dinasti, korupsi dan politik uang.
TIM RM GROUP, Serpong
ADA enam peserta FGD yang hadir kemarin. Tokoh Banten yang juga mantan Menteri Koperasi era Presiden Gus Dur Zarkasih Nur, Koordinator ICW Ade Irawan, Akademisi UIN Syarif Hidayatullah Zaki Mubarak, Dekan FISIP Unsera Abdul Malik, Peneliti Saeful Muzani Research and Consulting (SMRC) Taftazani dan Koordinator Banten Bersih Ibnu Beno Novit.
Mereka hadir memberikan gambaran seputar konstelasi pilgub Banten. Dari keenam narasumber di atas, yang paling banyak diperbincangkan adalah persoalan isu politik uang dan dinasti. Masing-masing peserta bersemangat menyampaikan pendapatnya untuk kemajuan Banten yang bersih.
Menurut Zarkasih, pemilih di Banten cenderung pragmatis. “Saya tadi pagi lihat di televisi tentang kampanye Pilres Amerika. Saya membayangkan pola kampanye ini bisa diterapkan di Banten, di mana masyarakat dengan antusias dan sukarela mendengarkan visi misi calon. Nah di Banten, masyarakat justru mungkin yang dicari ada uang transportnya atau dapat kaos tidak,” katanya.
Koordinator ICW Ade Irawan menjelaskan, politik uang dan dinasti merupakan dua hal menjadi sorotan ICW. Apalagi, kata Ade, Banten menjadi salah satu daerah terkorup di Indonesia, selain Sumatera Utara dan Riau.
“Soal dinasti ini memang menjadi krusial di Banten. Meskipun sudah ada keputusan dari MK soal dinasti ini, namun tetap saja hal ini bisa merusak tatanan demokrasi,” katanya.
Ade setuju anak koruptor tidak ikut kena dosanya. “Tapi kan diduga ikut menikmati uangnya. Dari kacamata apapun ini tidak dapat dibenarkan, bahkan kalau menurut hukum bisa dipidana karena turut menikmati uang hasil korupsi,” ujarnya.
Secara umum, dijelaskan Ade, korupsi terjadi bukan karena kekuasaan saja, akan tetapi sudah lebih dari itu yakni pengendalian. Dan di Banten korupsi bahkan sudah ada sejak perencanaan anggaran.
”Saya banyak bertemu dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Banten, mereka mengaku tertekan dan serba salah karena hanya menjalankan perintah atasan. Jika tidak diikuti maka posisinya akan terancam,” ujarnya.
Momentum Pilgub kali ini diharapkan dapat mendorong kandidat dengan track record yang baik serta memiliki komitmen yang kuat memerangi korupsi.
“Secara legal formal, dinasti politik tidak memiliki masalah untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin, akan tetapi secara etika poltik dapat dipertanyakan,” tukasnya.
Sementara Koordinator Banten Bersih Ibnu Beno Novit menatakan, perhelatan pilgub harus dijadikan momentum yang baik bagi masyarakat Banten untuk memperbaiki.
“Stigma korup sudah sejak lama sampai sekarang. Jadi masyarakat Banten diharapkan memilih sesuai dengan rekam jejaknya, karena ini penting sekali,” katanya.
Dari Akademisi UIN Syarif Hidayatullah Ciputat Zaki Mubarak menuturkan, enggannya incumbent Rano Karno untuk berpasangan dengan Andika bisa jadi lantaran Rano tidak mau kondisi masa lalu akan terulang kembali. “RK khawatir dan trauma masa lalu ada pelengseran di tengah jalan,” ujar Zaki.
Senada, Peneliti SMRC Taftazani mengatakan, ikon Banten sebagai daerah terkorup masih belum bisa dihilangkan. Pilgub adalah momen yang pas untuk membersihkan Banten dari budaya negatif itu.
“Suka atau tidak suka terjadi bias kultural di Banten. Di mana pengertian akan Banten yang lama sehingga ketika berpisah menjadi provinsi baru yang dimunculkan adalah orang-orang lama,” katanya. (*)