Pilkada Tangsel ‘Seksi’ untuk Penelitian
JAKARTA, SNOL— Perhelatan pilkada di Tangsel pada 9 Desember mendatang seperti terlihat ‘seksi’ di mata nasional. Bahkan, Lembaga Administrasi Negara (LAN) menyatakan pilkada di kota yang akan berusia 7 tahun ini sebagai laboratorium nasional. Hal tersebut terungkap pada saat Seminar Nasional Polkada Serentak, Demokrasi Lokal dan Efektivitas pemerintahan, di Gedung LAN Jakarta Pusat, Senin (16/11). Sang moderator yang juga Kepala Pusat Kajian Reformasi Administrasi pada LAN, Mohammad Taufik mengatakan, bila Tangsel memiliki daya tarik untuk memikat siapapun meneliti kota tersebut pada pilkada serentak yang baru diadakan pertama kali itu.
“Tangsel di dalamnya ada calon petahana. Dimana sang calon dengan segala problematika individu dan juga pembagian tugasnya sebagai kepala daerah juga. Inilah salah satu yang menjadikan pilkada Tangsel ‘seksi’ untuk menjadi laboratorium penelitian, baik dalam ataupun luar negeri,” papar Taufik sebagai awal pembukaan seminar tersebut.
Dengan gelar begini, Taufik mengaku Tangsel bukan harus berbangga diri, melainkan sang penyelenggara baik KPU dan Panwasda, harus benar-benar total dalam penyelenggaraannya. Jangan sampai, mulus pelaksaannya di awal namun menimbulkan bola api di akhir.
Hal senada juga diungkapkan Titi Anggraeini selaku Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perlumdem). Dia menyarankan, jangan sampai pelaksaan pilkada di Tangsel berakhir sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Sebab bila harus bersengketa dan berakhir di MK, maka Tangsel kemungkinan besar akan bergabung dengan sekitar 30 persen dari jumlah 269 daerah yang juga mengadakan pilkada serentak Desember mendatang,” papar Titi.
Kalau jumlah tersebut yang melakukan aksi protes terhadap hasil, maka tak bisa dibayangkan akan selesai kapan sengketa tersebut di MK. “Ini sebenarnya wajar bagi daerah dimana di dalamnya ada paslon yang tidak menerima dirinya kalah. Tapi saya tidak bisa membayangkan keribetan di depan MK bila sebanyak itu yang protes hasil pilkada,” kata wanita berkerudung ini.
Sementara itu, berkesempatan juga sebagai pembicara dalam seminar nasional tersebut, wakil walikota yang juga calon petahana, Benyamin Davnie. Dia menceritakan secara detail kondisi di lapangan ketika seorang petahana maju kembali pada saat sebelum masa periodenya habis.
“Saya dengan bu Airin itu habisnya 20 April 2016, jadi hingga saat ini saya memerankan diri sebagai calon dan juga pejabat aktif,” papar Benyamin. Meski begitu, pria berkacamata ini menjelaskan betul caranya membagi tugas dengan walikotanya selama enam bulan terakhir sebelum waktu pencoblosan.
Meski begitu, ada saja aturan dari PKPU ataupun Undang-undang 8/2015 yang dianggapnya tidak singkron dengan Undang-undang ASN yang mengaturnya sebagai wakil walikota. Sehingga dalam perjalanan, ada yang dirasa rancu.
“Maka beberapa kali kami harus berkonsultasi dengan Kemendagri,” pungkasnya. (pramita)