4 Pejabat Angkasa Pura Bantah Pernyataan Kejagung

SERANG,SNOL—Empat terdakwa yang juga mantan petinggi PT Angkas Pura, memberikan keterangannya pada sidang kasus dugaan korupsi pengadaan Air Traffic Control (ATC) Tahun 2004 senilai Rp 7,4 miliar di Pengadilan Tipikor Serang, Selasa (09/11). Keempatnya yakni Endar Muda Nasution mantan Manager Invetory Fixed Assed, Novaro Martodihardjo mantan Kepala Subdit Air Traffic Service, Susianto mantan Manager Elektronic Facility Planning dan Sutianto mantan Manajer Air Traffic Service Planning and Quality Assurance.Selain keempat mantan petinggi PT Angkasa Pura, satu terdakwa lain yakni Reza Gunawan Direktur Utama PT Toska Citra Pratama selaku pemenang lelang juga memberikan keterangannya. Dalam keterangannya itu, Novaro Martodiharjo mengatakan dia telah ditunjuk oleh pimpanan selaku Inspektur Pengawas pada proyek ATC tersebut. Namun pada pelaksanaannya ia mengaku tidak menerima surat keputusan (SK) yang menyatakan sebagai inspektur pengawas dari Untung Widodo selaku Manager PT Angkasa Pura.

Selain itu, pada pengadaan proyek ATC itu ia menyatakan tidak mengkoreksi secara detail proyek yang dinyatakan total loss (kerugian total) oleh penyidik Kejagung RI. “Awalnya, saya tidak menerima SK. Surat itu baru diterima setelah proses pekerjaan berlangsung. Tidak ada acuan dalam pengawasan. Saya tidak melakukan pengawasan secara detail tapi saya lihat barangnya,” ungkap Novaro.

Pernyataan hampir sama juga diungkapkan terdakwa lain yakni Endar Muda Nasution. Menurutnya, awalnya dia tidak menerima SK pengangkatan sebagai inspektur pengawas dari proses pekerjaan proyek ATC. SK diterima setelah  ia disodori dokumen proyek ATC yang sudah berjalan. “Tidak terima SK. Tahunya inspektur waktu disodori dokumen tes sudah berjalan, SK memang datang terlambat. Saya tidak lakukan pengawasan karena saya tidak tahu sebagai pengawas,” ujar Endar.

Terdakwa Endar mengatakan, dirinya diberitahu Manager Untung Widodo untuk melakukan pemeriksaan barang namun saat ditugaskan pemeriksaan barang, dia justru tidak melaksanakan tugasnya. “Yang menghadiri anggota saya (anak buah). Anggota bilang kalau alat simulator sudah bisa (berfungsi),” jelas Endar.

Meski tidak melakukan pengawasan, terdakwa Endar justru menandatangani berita acara pertama sehingga proyek tersebut bisa dicairkan sebesar 95 persen. Penandatanganan tersebut ungkap Endar, tidak lepas dari instruksi pimpinannya Untung Widodo. “Saya tanda tangan berita acara pertama. Pada saat itu pak Untung Widodo suruh saya tanda tangan. Sudah tanda tangan saja, kata Pak Widodo,” ungkap Endar.

Meski dinyatakan total loss oleh penyidik Kejagung RI, terdakwa lain Sutianto yang ditunjuk sebagai pengawas pekerjaan mengaku ATC dapat difungsikan. “Saya dikirim ke Amerika, disana diberi pelatihan. Diberi buku panduan, kemudian ATC difungsikan. Iya ATC-nya berfungsi,” jelas Sutianto kepada Majelis Hakim.

Terdakwa lain Susianto Unit ST (Spesifikasi Teknis) menyatakan, proyek ATC tersebut awalnya dianggarkan di tahun 2003 senilai Rp 9 miliar. Kemudian dilelang ditandatangani direksi dan rekanan bulan Febuari tahun 2004 senilai Rp7,4 miliar. Selama proses pengadaan ATC, terjadi keterlambatan pada waktu pengadaan sehingga pemenang meminta perpanjangan. “Sampai bulan November enggak selesai, kami kirimi surat. Alasan tidak selesai karena ada perubahan kabel dan penundaan pemberangkatan ke Amerika. Mereka (PT  Toska Citra Pratama) minta adendum 120 hari, lalu kami setujui 108 hari kalender,” ungkapnya.

Sementara itu, terdakwa Reza Gunawan Direktur Utama PT Toska Citra Pratama menampik ATC yang dibeli di Amerika tersebut tidak dapat difungsikan. Ia mengakatan saat menyerahkan, ATC dapat difungsikan dengan baik. Namun ia tidak menampik pengadaan ATC molor dari jadwal karena beragam hal. “Saya serahkan dalam kondsi hidup. Waktu pelaksananya ada beberapa kendala sehingga saya mengajukan adendum. Mengenai pekerjaan, instalasi listrik dan kesulitan menunggu nama-nama peserta angkasa pura yang diikutkan ke Amerika, atas dasar itu saya mengajukan perpanjangan waktu,” tegasnya.

Untuk diketahui, kasus dugaan korupsi pengadaan ATC Simulator ditangani Kejaksaan Agung sejak tahun 2012 yang lalu, namun baru rampung pada tahun 2015. ATC yang diduga dikorupsi tersebut berasal dari Amerika Serikat. Pihak Angkasa Pura mengimpornya pada tahun 2004-2005 untuk memodernisasi sistem kebandar udaraannya.

Namun pengadaan ATC simulator yang diduga sudah diatur dan pengerjaan tidak seusai kontrak ini telah merugikan negara Rp7,4 miliar. Hal ini dikarenakan sejumlah alat yang dibeli tidak bisa digunakan KRI. ATC Simulator sebenarnya sangat diperlukan dan menjadi alat fital. ATC juga bisa mensimulasikan semua kegiatan yang dilakukan pengendali lalu lintas penerbangan, seperti pendaratan, perjalanan pesawat, hingga uji kompetensi kru pengendali lalu lintas.  (fahmi/mardiana/jarkasih)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.