Giliran KSPSI Banten Tolak PP 78

 TANGERANG, SNOL—Gelombang buruh yang menolak penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tentang pengupahan terus bergulir. Kali ini datang dari DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSKPSI) Banten yang menganggap penerapan PP Nomor 78 itu akan mengancam kesejahteraan buruh.“Kami paham maksud pemerintah yang ingin memasukan investor sebanyak-banyaknya ke Indonesia. Tapi di sisi lain, kami para buruh merasa terancam dengan penerapan PP itu,” kata Ketua DPD KSKPSI Banten Dwi Djatmiko kepada Satelit News, Senin (9/11).

Menurut Dwi Jatmiko, salah satu pasal yang ada di PP 78 tersebut adalah meniadakan peran serikat buruh dalam menentukan upah. “Padahal dalam UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, mekanisme pengupahan ditentukan oleh dewan pengupahan yang di dalamnya ada unsur serikat pekerja, pengusaha, pemerintah dan akademisi,” tambahnya.

Selain itu, tambah Dwi Jatmiko, dalam PP 78 disebutkan bahwa penentuan upah minimum kabupaten/kota (UMK) kenaikan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, tanpa ada survei. Di mana Gubernur berhak menentukan upah sendiri dengan berdasarkan PP 78 2015. “Menteri Dalam Negeri sudah menyebarkan surat edaran untuk menjalankan PP 78, dan ini akan membuat serikat pekerja tidak punya peran. Padahal selama ini serikat pekerja punya peran penting dalam memperjuangkan upah buruh,” jelasnya.

Dijelaskan pria yang pernah mencalonkan diri menjadi gubernur Banten melalui jalur perseorangan ini, penerapan PP 78 juga dihawatirkan akan membuat para investor akan cabut dari wilayah Banten. “Karena para pengusaha akan mencari lokasi yang jauh agar upahnya bisa minim. Di situlah nanti akan terjadi kesenjangan antar buruh,” tukasnya.

Dwi Jatmiko berharap agar para kepala daerah di Banten mau duduk bersama membicarakan persoalan ini. “Para kepala daerah kan maunya kami para buruh tidak melakukan aksi unjukrasa turun ke jalan menolak PP 78 ini. Jadi harapan kami para kepala daerah membuka diri untuk berdialog dengan kami guna mencari solusi terkait penerapan PP 78 ini,” pungkasnya.

Sementara itu Ketua 1 DPD KSPSI Provinsi Banten Dedi Sudarajat yang juga Anggota Dewan Pengupahan Kota Tangerang menyatakan, dengan adanya PP 78 tersebut membuat pemandulan terhadap peran serikat pekerja Indonesia yang selama ini menjadi ujung tombak perjuangan buruh dalam memperjuangkan upah.

Terkait hal ini maka DPD KSPSI Provinsi Banten menolak penerapan PP 78 tersebut dan akan meminta mekanisme pengupahan dikembalikan menggunakan UU no 13 tahun 2003, yaitu melalui dewan pengupahan. “Kalau pemerintah memaksakan penerapan PP no 78 ini, maka kami akan melakukan aksi memobilisasi buruh untuk menolak kebijakan ini,” tandas Dedi.

 

Disnakertrans Kota Serang Didemo

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Serang yang mendukung penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015, mendapat kecamatan dari kalangan buruh. Senin (09/11), puluhan buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Kota Serang menggelar demonstrasi di depan Kantor Disnanertrans.

Mereka meminta Pemkot Serang menolak memberlakukan PP Nomor 78 Tahun 2015, karena hanya dinilai menguntungkan pengusaha. Jika diberlakukannya PP tersebut maka hal itu tidak mampu mengakomodir kepentingan buruh karena dalam PP itu diatur kenaikan upah ditentukan oleh inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi.

“Kalau ditentukan oleh KHL (Kebutuhan Hidup Layak), kami optimis akan ada kenaikan sekitar 30 persen atau Rp3 juta lebih, namun setelah PP Nomor  78 Tahun 2015, setiap tahun kenaikan ini harus ditentukan inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnakertrans Kota Serang Ratu Ani Nuraini mengatakan, pihaknya akan tetap memberlakukan PP 78 Tahun 2015 tersebut sepanjang tidak ada perubahan oleh pemerintah pusat. “Kalau kami sepanjang belum ada perintah penundaan masih menggunakan aturan yang berlaku, karena ini kebijakan pusat. Kalau kami kan pemerintah daerah, kalau misalkan ada perubahan, kami tinggal menyesuaikan,” ungkapnya.

Hudaya Anggap Usulan UMK Rp3,5 Juta Tidak Realistis

Penjabt Bupati Serang, Hudaya Latuconsia menganggap buruh tidak realistis meminta upah minimum Kabupaten (UMK) Serang di 2016 diatas Rp3,5 juta. Angka tersebut dianggap terlalu tinggi dan diduga tidak mengacu pada PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

“Saya kira kita kan sudah punya peraturan pemerintah. Sepanjang peraturan pemerintah itu berkibar maka itu harus menjadi rujukan,” ujarnya, Senin (09/11).

Menurutnya, perhitungan UMK 2016 merujuk pada PP, maka kenaikan UMK akan berada pada persentase sebesar 11,5 persen dari Rp2,71 juta menjadi Rp3,02 juta atau  Rp3 juta lebih.

“Rp3,5 juta menjadi Rp3,010 juta gitu yah, ya sudah dekat lah. Jadi jangan terlampau kuat juga mintanya. Sedikit-sedikit lah mintanya. Gak realistis kalau segitu,” tuturnya.

Ketua DPC Serikat Pekerja Kimia Energi Pertambangan (SPKEP) Serang, Argo Priyosujatmiko mengatakan, pihaknya akan tetap mengajukan nilai UMK 2016 diatas Rp3,5 juta. Angka yang akan diajukan merupakan angka realistis yang didapat dari hasil perhitungan. Adapun indikatornya, pihaknya mengaku belum bisa membeberkan lebih luas. “Kami belum bisa sampaikan perhitungan kami seperti apa. Kami akan bahas dulu di pleno nanti,” kilahnya. (sidik/fahmi/mardiana/jarkasih/dm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.