ATC Simulator Sesuai Spek, Sampai Bandara Malah tak Berfungsi
SERANG,SNOL-Pengadilan Negeri Tipikor Serang kembali menggelar sidang kasus dugaan korupsi pengadaan Air Traffic Control (ATC) Simualtor di PT Angkasa Pura II tahun 2004, Senin (05/09). Kasus yang ditaksir merugikan negara Rp7,4 miliar itu menghadirkan tiga orang saksi.Mereka adalah Imam Pamudji VP of Facility Quality Assurance PT Angkasa Pura II, I Gusti Made Dhordy Direktorat Jendral Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan, dan Sugito karyawan PT Angkasa Pura (Pengurus Dana Pensiun). Ketiganya menjadi saksi untuk empat orang terdakwa yakni Direktur Utama PT Toska Citra Pratama (TCP) Reza Gunawan (RG), Endar Muda Nasution yang sebelumnya menjabat sebagai Inventory Fixed Assed Manager, Novaro Martodiharjo selaku mantan Kasubdit Air Traffic Service (ATC), Susianto selaku mantan Manager Electronic Facility Planing, dan Sutianto selaku mantan Air Traffic Service Planing and Quality Assurance Manager.
Dalam kesaksiannya, Made Dhordy selaku Direktorat Jendral Perhubungan mengaku telah melakukan kunjungan ke Amerika, tepatnya ke pabrik perusahaan ACT sebelum transaksi terjadi. Di Amerika, Made Dhordy bersama tim teknis melakukan pengecekan terhadap barang dan spesifikasinya. Setelah dinilai sesuai dengan spesifikasi, ACT Simulator tersebut akhirnya disepakati dan dikirim ke Bandara Soekarno Hatta.
Sesampainya di Bandara Soetta, ternyata ACT tidak berfungsi secara maksimal. Perusahaan pun berjanji akan menyempurnakan dengan melakukan perbaikan karena ada legitimasi dari bagian pemeriksaan teknis, tanda tangan pencairan biaya pun dibubuhkan olehnya.
“Pengetesan barang di Amerika sudah berfungsi, yang cek waktu itu bagian elektro, saya percayakan ke mereka. Saya tidak turun langsung karena sudah percayakan kepada mereka,” ujar Made.
Pembayaran tersebut dilakukan, lanjut Made Dhordy, setelah barang sampai di Bandara Soetta. Namun demikian, setelah beberapa bulan berselang, alat tersebut tidak juga berfungsi dan tak dapat digunakan. “Sudah dilakukan instalasi, conditioning, second test dan disaksikan dari inspektur pengawasan,” ujarnya.
Pengadaan ACT sendiri diperuntukkan untuk memberi pelatihan membawahi 10 bandara meliputi pengawasan bandara dan pelatihan sehingga pengadaan tersebut diadakan.
Sementara itu, Sutianto selaku mantan Air Traffic Service Planing and Quality Assurance Manager, mengaku tidak mengetahui secara pasti fungsi pengadaan alat tersebut. Namun demikian, ia membubuhkan tanda tangan dalam berita serah terima karena mempercayakan pemeriksaan terhadap bawahannya. “Saya tandatangan berita acara serah terima, tidak ada klausul kerusakan, makanya saya tandatangan. Kalau sesuai dokumen sudah berjalan dengan baik. Kalau sesuai berita acara sudah sesuai aturan, saya tidak punya alasan untuk tidak menghentikan (tandatangan, red),” jelasnya.
Kasus ini sendiri mencuat setelah Kejaksaan Agung menahan empat terdakwa yakni Direktur Utama PT Toska Citra Pratama (TCP) Reza Gunawan. Penyidik menduga pekerjaan PT Toska Citra Pratama tidak sesuai dengan ketentuan, sehingga ATC Simulator tidak dapat dimanfaatkan.
Kemudian, penyidik juga menahan Endar Muda Nasution yang sebelumnya menjabat sebagai Inventory Fixed Assed Manager, Novaro Martodiharjo selaku mantan Kasubdit Air Traffic Service (ATC), Susianto selaku mantan Manager Electronic Facility Planing, dan Sutianto selaku mantan Air Traffic Service Planing and Quality Assurance Manager.
Pekerjaan ACT sendiri dinyatakan selesai 100 persen dan dibayarkan pekerjaannya. Padahal dalam kenyataannya, selain pekerjaan tidak sesuai dengan ketentuan, ATC Simulator juga tidak dapat dimanfaatkan alias total loss. (mg30/mardiana/jarkasih)