Pemkot Coba Gusur Ciben Lagi
NEGLASARI,SNOL—Pemerintah Kota Tangerang berencana menggusur 49 bangunan tak berizin di Bantaran Sungai Cisadane, tepatnya di Kampung Asem Kelurahan Mekarsari Kecamatan Neglasari, pertengahan Oktober 2015. Rencana ini mendapatkan tantangan dari warga setempat yang kerap menyebut dirinya China Benteng. Lima tahun lalu, rencana penggusuran terhadap warga Ciben gagal terlaksana.Rencana pembongkaran sudah diberitahukan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tangerang melalui peringatan tertanggal 28 September 2015. Dalam surat itu, Pemkot meminta pemilik 25 kandang dan rumah potong babi, pabrik, warung dan ruko tak berijin untuk membongkar bangunan sendiri selambat-lambatnya Selasa, 13 Oktober 2015 pukul 23.00 wib. Apabila peringatan tidak dilaksanakan, petugas akan melakukan pembongkaran paksa pada Rabu, 14 Oktober 2015.
Bangunan tersebut akan dibongkar karena berdiri di atas tanah milik negara dan tanpa dilengkapi dokumen perijinan dari Pemerintah Kota Tangerang. Rencana pembongkaran tersebut dilandaskan sejumlah peraturan. Diantaranya Perda No 6 tahun 2011 tentang Ketertiban Umum, Perda No 17 tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Perda No 5 tahun 2014, Perda No 3 tahun 2012 tentang Bangunan Gedung, Perwal No 53 tahun 2011 tentang Tata Cara Penertiban Izin Gangguan dan Perwal No 86 tahun 2014 tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja.
Pemilik bangunan yang sudah menerima surat peringatan pembongkaran mulai gelisah. Mereka menunjuk perwakilannya untuk mengambil jalan persuasi dan mediasi. Kemarin siang, dua perwakilan yang mengatasnamakan Paguyuban Masyarakat Tionghoa Indonesia Kota Tangerang mendatangi DPRD setempat.
Seusai pertemuan, juru bicara warga, Edi Lim mengatakan kedatangannya ke DPRD Kota Tangerang hanya menyalurkan aspirasi para peternak dan pemilik kandang babi di Bantaran Sungai Cisadane. Warga berkeinginan supaya diberikan relokasi tempat yang pasti dan legal oleh Pemerintah Kota Tangerang sebelum bangunan dirobohkan.
“Adapun kalau seandainya di Kota Tangerang tidak ada tempat yang sesuai rencana tata ruang, otomatis kita meminta kepada Walikota untuk memfasilitasi tempat di Kabupaten Tangerang,” kata Edi, Rabu (30/9). Dia menyatakan warga akan melakukan perlawanan jika pembongkaran benar-benar dilakukan 14 Oktober 2015. Dia menganggap jeda waktu peringatan dengan pembongkaran terlalu singkat.
Edi menuturkan, warga mendapatkan surat dari Camat Neglasari pada 11 September 2015. Selanjutnya, datang surat pada 25 September dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Banten yang mengultimatum warga agar membongkar bangunan paling lambat 14 hari sejak surat diberikan.
Tiga hari kemudian, tiba surat dari Satpol PP yang menyatakan warga harus membongkar bangunannya pada 13 Oktober 2015. Bilamana tidak membongkar, maka keesokan harinya Satpol PP akan membongkar paksa.
“Kita sangat sesalkan kenapa surat ini datang beruntun dengan cepat. Kami tidak dikasih peluang, para pengusaha dan peternak untuk beraudiensi,” tuturnya.
Edi mengharapkan pembongkaran ini sebelumnya pernah coba dilakukan pada tahun 2010 lalu. Namun, karena ada perlawanan warga, rencana pembongkaran dinyatakan dalam status quo.
“Maka dengan adanya surat yang sekarang, ini adalah awal kembali pergerakan pemerintah ingin menggusur kandang-kandang babi dan mungkin esok lusa rumah-rumah warga yang digusur,” ujarnya.
Edi mengharapkan warga dengan pemerintah bisa duduk bareng membicarakan mediasi jalan keluar pembongkaran. Sebab, ada sekitar 25 kandang peternakan dan rumah potong yang harus dipikirkan. Belum lagi usaha-usaha lain serta rumah warga.
“Saya berharap sebagai Paguyuban Masyarakat Tionghoa Indonesia Kota Tangerang memberikan masukan untuk mengkaji ulang keputusan walikota yang akan menggusur, memberikan jangka waktu untuk relokasi tempat dan ada kepastian di kota maupun Kabupaten Tangerang,” harapnya.
Edy menambahkan pihaknya setuju dengan rencana pemerintah melakukan normalisasi Sungai Cisadane. Tapi dia meminta pemerintah harus memiliki kebijakan yang pro rakyat. Sebelum pelaksanaan penggusuran seharusnya ada sosialisasi mencari jalan keluar.
“Mereka mau dipindahkan kemana dan dampaknya harus diperhitungkan,” terangnya.
Edy mengakui warga setempat menduduki lahan tersebut sejak tahun 1980-an. Mereka hanya mempunyai ijin di Dinas Pengairan saja yang diperuntukkan untuk kebun Palawija. Tapi seiiring berjalan memenuhi kebutuhan warga membuat kandang babi dan tidak pernah ada teguran.
“Sekarang mau ditertibkan dan perlu win win solution,” ujarnya.
Edi menjelaskan, pihaknya sudah bertemu dengan Wakil Ketua II DPRD Kota Tangerang, Nurhadi untuk menyampaikan aspirasi pemilik bangunan. Dari pertemuan tersebut, pihaknya sudah dipertemukan dengan bagian pemerintahan Pemkot Tangerang. Bagian pemerintahan akan melaporkan ke Asda dan Walikota terkait aspirasi warga.
“Kepastian jawaban secepatnya sambil menunggu ultimatum Satpol PP yang tanggal 14 akan digusur jadi kita akan kejar waktu. Kalau tidak ada kepastian relokasi kita akan bertahan dan terus mempertanyakan pertanggugjawaban seperti apa, mereka juga warga kota tangerang,” pungkas Edi.
Asisten Daerah I Saeful Rohman mengatakan Pemerintah Kota Tangerang sudah memberikan toleransi kepada para pemilik bangunan untuk melakukan pengosongan tempat kegiatan usaha pada tahun 2010. “Tapi mereka tidak ada itikad untuk pindah dan tidak melaporkan progres terkait perpindahan tersebut sehingga pada akhirnya tanggal 15 September 2015 nanti akan dilakukan penertiban,” tegas Saeful, Rabu (30/9).
Saeful mengungkapkan, berdasarkan tata ruang wilayah, tak ada peruntukan bagi rumah potong Babi di kawasan Neglasari. Terkait lahan relokasi yang diminta, Saeful menyatakan sudah disiapkan di wilayah Kapuk, Jakarta Barat. Namun jika pemilik usaha meminta relokasi di Kabupaten Tangerang maka itu sudah bukan kewenangan Pemkot Tangerang.
“Rencananya, Pemkot Tangerang akan membuat jalan inspeksi di lokasi–lokasi tersebut. Kemudian pada tahun 2016, akan ditanami pohon pelindung atau ruang terbuka hijau. Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Banten juga mengajukan penuraban di sepanjang bantaran,” ungkapnya.
Untuk diketahui, pada tahun 2010 lalu, Pemkot Tangerang pernah berencana membongkar puluhan bangunan liar di kelurahan Mekarsasari Kecamatan Neglasari tersebut. Kala itu, seribuan warga komunitas Cina Benteng terlibat aksi dorong-dorongan dengan petugas Satpol PP Kota Tangerang di Jl Pembangunan III, Sewan, Tangga Asem, Tangerang, Selasa (13/4/2010). Pemkot Tangerang selanjutnya menunda pembongkaran dan menetapkan status quo terhadap penggusuran tersebut. Kasus ini berkembang menjadi isu nasional. Walikota Tangerang saat itu, Wahidin Halim, pernah dipanggil DPR RI untuk memberikan penjelasan. (uis/gatot)