Airin Bantah Terima THR dari Proyek Alkes

SERANG, SNOL—Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany membantah menerima uang tunjangan hari raya (THR) senilai Rp 50 juta dari proyek alat kesehatan (alkes). Bantahan tersebut disampaikan Airin saat menghadiri sidang tindak pidana korupsi kasus dugaan korupsi Alkes Tangsel tahun 2012 senilai Rp 23,5 miliar dengan terdakwa Manager Operasional PT Bali Pasific Pragama Dadang Prijatna di Pengadilan Negeri Tipikor Serang, Selasa (15/9).“Tidak ada itu. Tidak ada. Oh tidak memang tidak, (keterangan-red) tidak benar pemberian itu,“ tegas Airin yang kemarin mengenakan jilbab berwarna putih.

Selain membantah menerima THR, Airin juga membantah adanya keluhan dari mantan Kepala Dinas Kesehatan Tangsel Dadang M Epid terkait adanya pemotongan anggaran proyek di Tangsel untuk kebutuhan operasional Pemkot atau kebutuhan lintas sektoral. “Tidak ada, tidak pernah dinas sampaikan ke saya,” ujar Airin.

Disinggung terkait langkah hukum yang akan diambil atas keterangan Dadang M Epid yang menyudutkannya tersebut, Airin mengaku belum menentukan sikap. “Kita lihat nanti,” tukas Airin.

Airin hadir di Pengadilan Negeri Tipikor Serang setelah jaksa penuntut umum (JPU) KPK menghadirkannya sebagai saksi atas terdakwa Dadang Prijatna. Pada persidangan tersebut Airin mengaku tidak tahu menahu terkait proyek alat kesehatan yang telah diploting oleh suaminya Tb Chaeri Wardana alias Wawan melalui tedakwa Dadang Prijatna.

“Ploting proyek saya tidak tahu. Saya tidak tahu proyek di Tangsel itu dikerjakan oleh bapak (Wawan, red). Saya kenal dengan bapak itu sebagai pengusaha. Di rumah kita sudah komitmen tidak bicara soal pekerjaan,” ucap Airin.

Adanya anggaran gelondongan atau anggaran tanpa rincian senilai Rp34 miliar yang diusulkan oleh Dadang M Epid pada APBD Perubahan tahun 2012 juga tidak diketahui oleh Airin. Namun demikian ia menekankan kepada Dadang M Epid untuk mendukung program berobat gratis di seluruh puskesmas di Tangsel.

“Saya tidak pernah ditelepon Pak Dadang berkaitan penambahan Alkes. Pak Dadang enggak pernah lapor ke saya atau temui saya. Biasanya kalau ada penambahan dibahas dalam rapat. Dinas kesehatan itu masuk skala prioritas, di tahun 2012 saya buat program berobat puskesmas gratis. Kalau ada penambahan anggaran itu dibahas dalam TAPD,” jelas Airin.

Pada proyek alkes tersebut, Airin mengaku sempat melakukan komunikasi dengan Dadang M Epid soal temuan BPK RI terkait kemahalan dalam harga penyusunan sementara (HPS). Pada saat itu, Dadang Prijatna meyakinkan Airin bahwa tidak ada masalah. “Saya panggil bapak (Dadang M Epid, red), kata Dinkes tidak ada kemahalan, saya bilang sampaikan ke BPK RI kalau tidak ada kemahalan. Dinas kesehatan merasa benar,” ujar Airin.

Sementara itu, JPU dari KPK Sugeng mempertanyakan alasan Airin menggelar rapat di Hotel The East, tempat kantor PT Bali Facific Pragama dan Hotel Ritz Carlton Jakarta.

Kepada JPU, Airin curhat pekerjaannya sebagai Walikota Tangsel yang seringkali tidak bisa selesai hanya pada jam kerja. Selain itu, sebagai ibu rumah tangga, Airin beralasan urusan rumah tangga seperti merawat anak menjadi salah satu sebab mengapa ia mengumpulkan kepala SKPD dan Sekda pada malam hari di hotel tempat perusahaan milik suaminya.

Dalam rapat di Hotel The East Jakarta, Airin tidak membantah jika sekali waktu Wawan hadir dalam rapat tersebut. Namun ia menegaskan bahwa kehadiran suaminya itu hanya duduk sebentar saja dan tidak mengambil alih berjalannya rapat tersebut. Selain itu Airin memastikan bahwa terdakwa Dadang Prijatna tidak berada dalam rapat tersebut. “Ya ada (Wawan, red), tapi suami saya tidak ikut rapat. Karena itu ruang perusahaan suami saya,” ujarnya.

Menjawab pertanyaan JPU dari KPK tentang adanya pengaturan pemenang lelang, bocornya data pengadaan alkes kepada pihak ketiga, keterlibatan PT Bali Pacifik Pragama dalam pengadaan alkes dan soal pembagian fee kepada mantan Kepala Dinkes Tangsel dari perusahaan milik suaminya, Airin menjawab tidak mengetahui. “Tidak tahu,” jawabnya singkat.

Menanggapi keterangan Airin, terdakwa Dadang Prijatna mengaku tidak keberatan. Dadang menegaskan bahwa ploting lelang kepada empat SKPD besar atau pririotas tidak diketahui oleh Airin. “Plotingan itu diberikan sebelum lelang empat SKPD, pada saat itu ibu Airin tidak di ruangan,” ucap Dadang. (mg-30/jarkasih)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.