Wawan Nangis di Depan Hakim
SERANG,SNOL—Pemilik PT Bali Pacifik Pragama (PT BPP) Tb Chaeri Wardana alias Wawan, tampak menangis terisak di ruang sidang saat persidangan berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang, Selasa (22/9). Terdakwa mengaku merasa bersalah dan kecewa atas tindakan yang dilakukan oleh anak buahnya Dadang Prijatna sehingga pengadaan alat kesehatan (alkes) Puskesmas Kedokteran Umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan (Tangsel) senilai Rp23,5 miliar tahun 2012 berbuntut ke ranah hukum.
Menurut Wawan, perkara tersebut tidak akan berbuntut ke ranah hukum apabila ia teliti dan mengawasi secara penuh kegiatan perusahaan yang dilakukan oleh Dadang Prijatna selaku Manager Operasional PT BPP. Ia beralasan tidak mampu mengawasi dan mengontrol secara penuh kegiatan perusahaannya karena PT BPP memiliki kegiatan proyek. Selain itu, Wawan beralasan ia memiliki kesibukan di berbagai organisasi.
“Saya tidak menyalahkan anak buah saya, memang ada kesalahan, saya sebagai pimpinan kecewa. Sebagai pimpinan saya bertanggung jawab,” ungkap Wawan sambil mengusap air matanya.
Melihat kondisi emosional Wawan, Ketua Majelis Hakim Jesden Purba menanyakan kepada JPU, Penasehat Hukum Terdakwa, dan Tb Chaeri Wardana untuk menskor sidang dan memberikan tenggat waktu istirahat. Namun permintaan tersebut ditolak Wawan karena ia meyakini sanggup melanjutkan persidangan. “Tidak usah yang mulia,” ungkap Wawan.
Wawan dihadirkan JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi atas terdakwa Dadang Prijatna. Pada persidangan tersebut, Wawan membantah semua tuduhan yang disematkan kepadanya termasuk soal dokumen plotingan perusahaan yang bakal melaksanakan proyek alat kesehatan. “Saya tidak tahu, betul itu,” ungkap Wawan.
Mendengar jawaban Wawan, JPU KPK, Sugeng menanyakan perintah Dadang Prijatna yang meminta kepada mantan Kepala Dinas Kesehatan Dadang M Epid terkait adanya penambahan anggaran alat kesehatan pada APBD Perubahan tahun 2012 senilai Rp 34 miliar. Wawan dengan tegas menjawab tidak mengetahui hal tersebut. “Tidak benar, betul tidak benar, tidak ada perintah ke Dadang Prijatna,” bantah Wawan.
Kemudian, JPU menanyakan pembagian nilai proyek 43 persen yang diterima oleh PT BPP dari proyek Alkes, sedangkan 56,5 persen diberikan kepada Yuni Astuti atau senilai Rp 11 miliar rupiah. Padahal, pemenang proyek tersebut adalah PT Mikkindo Adiguna Pratama bukan PT BPP. Wawan beralasan PT BPP mendapat nilai proyek 43 persen sebagai keuntungan yang diterima oleh Java Medika. “Itu bukan potongan, tapi keuntungan,” ucap Wawan.
Tidak puas dengan jawaban Wawan, JPU kemudian mengkonfirmasi alasan PT BPP menerima uang dari proyek Alkes, padahal PT BPP bukan sebagai pemenang lelang. “Enggak masuk logika, tapi dapat keuntungan? Gimana itu? Padahal penyedia barang bukan,” tanya Sugeng.
Wawan berkilah, ia tidak tahu mengenai adanya nilai proyek yang diterima oleh perusahaannya. Menurutnya, proyek tersebut dikerjakan oleh project manager wilayah kantor Serang yang dihandle oleh terdakwa Dadang Prijatna. “Kita mempunyai project manager yang melaksanakan project manager itu,” kilah Wawan.
Ketua Majelis Hakim Jesden Purba lantas mengambil alih pertanyaan JPU Sugeng. Jesden mempertanyakan pemenang lelang perusahaan PT Mikkindo Adiguna Pragama yang direkturnya merupakan Agus Marwan anak buah Wawan di perusahaan PT BPP. “Pemenang tender PT Mikkindo, yang laksanakan Yuni Astuti, ko uangnya dikirim ke PT BPP Alkes itu? Apakah usaha di Banten ini harus setor?” tanya Jesden.
“Tidak yang mulia, saya jelaskan apa yang harus saya jelaskan karena posisinya masing-masing. Jika ada sesuatu yang harus dipertanggung jawabkan akan saya pertanggung jawabkan,” ungkap Wawan.
Pada pengadaan Alkes tersebut, Wawan mengaku mendapat informasi dari media prihal mark up atau kemahalan harga. Menurutnya, hal tersebut sudah ia klarifikasi dan memerintahkan kepada Staf PT BPP untuk menyurati Yuni Astuti.
Selain disingung soal adanya mark up, Wawan juga disinggung dengan praktik sub kontrak perusahaan. Suami Walikota Tangsel Airin Rahmi Diany tersebut mengaku tidak tahu soal aturan pelelangan. “Saya tidak tahu aturan sekarang, tata cara pelelangan sekarang saya tidak tahu, saya belum baca aturannya,” ungkap Wawan.
Menanggapi kesaksian Wawan, terdakwa Dadang Prijatna mengaku ada yang salah. Menurutnya, ploting perusahaan tersebut adalah atas dasar perintah Wawan dan perusahaan yang menang hanya dipinjam perusahaan atau pinjam bendera. “Ada yang salah, saya kerja sesuai plotingan Pak Wawan. Perusahaan yang itu bukan saya yang minta tapi mereka (Agus Marwan Cs, red). Plotingan-plotingan itu milik subkon yang menang tapi yang dapat perusahaan kita, karena semua project PT BPP ini pinjam bendera PT Mikkindo. Saya merasa bersalah pak Wawan menangis, saya salah,” ungkap Dadang.
Seusai persidangan Wawan mengungkapkan, kasus yang menjeratnya sebagai musibah. Ia enggan menyalahkan anak buahnya Dadang Prijatna sehingga dirinya terlibat dalam perkara tersebut. “Iya kecewa, merasa dikorbankan tidak, ini musibah,” ucap Wawan sambil meninggalkan para awak media.(mg30/mardiana/jarkasih)