Pungli Prona, Warga Mengadu ke DPRD
PANDEGLANG,SNOL– Belasan warga Desa Cikiruh Wetan Kecamatan Cikeusik, datangi komisi I DPRD Kabupaten Pandeglang. Mereka mengadukan Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA), yang diduga syarat dengan pungutan liar (Pungli). Masyarakat menuding, pungli dilakukan oleh oknum aparat desa setempat.
Seorang warga yang juga ahli waris Ny Saimah, Gebek mengungkapkan, peristiwa itu terjadi sekitar tahun 2012 lalu. Ia mendapatkan informasi dari ketua RT/RW bahwa ada program Prona. Untuk membuat buku sertifikat, ia diminta uang Rp 700 ribu.
“Uangnya saya kasih lewat ketua RT, katanya sih mau dibuatkan sertifikat. Luas lahan saya sekitar 7000 meter. Tapi sampai sekarang tidak ada juga sertifikat itu. Kami sih cuma minta uangnya dikembalikan,” kata Gebek, Jumat (24/4).
Warga lainnya Rohani mengatakan, ia memberikan uang sekitar Rp 100 ribu kepada seseorang. Dirinya tidak ingin walaupun uangnya dikembalikan, melainkan ingin sertifikat yang dijanjikan itu segera dibuat. “Mana uangnya dapet pinjem, saya jadi punya hutang sama orang. Bagi kami, uang segitu besar,” ujarnya.
Dalam kesempatannya pula, Ny Cima mengaku ia diminta uang sebesar Rp 450 ribu dengan dalih sebagai uang operasional pembuatan sertifikat. Uangnya diberikan, namun sertifikatnya tak kunjung diberikan. Dirinya menuding, itu prilaku penipuan yang dilakukan dan sudah direncanakan.
Informasi yang dihimpun, saat itu di Desa Cikiruh Wetan, sekitar 100 buku sertifikat dijanjikan akan dibuat. Padahal, pembuatan sertifikat melalui program Prona seharusnya gratis. Tidak pernah ada musyawarah untuk menyepakati soal besaran pembayaran atau pungutan uang.
Koodinator warga, Illal menyatakan, selama ini belum pernah ada sosialisasi terkait program Prona gratis dari instansi terkait. Ketika warga diminta sejumlah uang, maka warga memberikannya dengan harapan apa yang diinginkannya (sertifikat) segera direalisasikan.
“Kami sudah beberapa kali koordinasikan dengan aparat desa, baik dengan pak Kadesnya waktu itu pak Rai, maupun dengan Pjs Kades sekarang Didi Humaedi. Tapi warga tidak pernah mendapatkan jawaban yang memuaskan,” ungkap Illal.
Bahkan dirinya menuding, ada indikasi permainan yang melibatkan aparat desa dengan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN). Beberapa kali juga pihaknya mendatangi BPN untuk mempertanyakan persoalan tersebut. “Ada sekitar 15 orang warga yang sudah dipungut uang, namun sertifikatnya tak kunjung jadi. Ada juga yang tanahnya sudah diukur, namun sertifikatnya tak kunjung ada. Sedangkan, sedikitnya 80 orang warga lainnya sudah menerima uang, dan mereka juga harus membayar sejumlah uang,” paparnya.
Menanggapi hal itu, ketua Komisi I DPRD M Habibi, siap menindaklanjutinya dengan memanggil BPN dan aparatur desa untuk mengklarifikasi persoalan yang diadukan masyarakat. Pihaknya berharap masyarakat lebih berhati-hati terkait masalah ini.
“Kami akan panggil BPN dan aparat desa. Kami ingin masalah serupa tidak terjadi lagi karena Bupati juga sudah membuat surat edaran terkait larangan pungutan Prona,” ungkap Habibi, didampingi wakil ketua Syahruna Gunawan, dan beberapa anggota lainnya yakni, Endjat Djatnika, Evi Syofia, dan Mulyadi Azis. (mardiana/jarkasih)