Enah Nurjanah, Janda 4 Anak yang Tinggal di Kandang Ayam
Warga Desa Talagasari, Kecamatan Saketi, Pandeglang
Kemiskinan yang mendera Enah Nurjanah (42), sungguh sangat memprihatinkan. Sudah berbulan-bulan lamanya, janda empat anak ini terpaksa tinggal di kandang ayam di Kampung Bulakan Desa Talagasari Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang.
MARDIANA, Pandeglang
Cerita tentang kemiskinan di Kabupaten Pandeglang, seolah tak pernah habis dan www.opportunitysutton.org tak ada solusinya. Entah dimana nurani para penyelenggara pemerintah daerah, baik eksekutif maupun legislatif.
Apakah mereka memang tidak tahu atau tidak mau tahu dengan kondisi dan nasib rakyatnya. Hingga ada warga mereka yang rela tinggal di kandang ayam berukuran 3×6 meter dan gelap gulita tanpa penerangan listrik.
Enah Nurjanah (42), bersama tiga dari empat orang anaknya sudah enam bulan tinggal di kandang ayam. Saat Mardiana, wartawan Satelit News, menyambangi tempat tinggal Enah, tampak Ahmad Ainul Yaqin (14), Adi Abdul Hadi (7) dan Sidik Mulyadi (5), sedang membaca dan belajar menulis di kandang ayam.
Ainul Yaqin sedang membimbing kedua adiknya untuk belajar, karena ibunya sedang sibuk di dapur menyiapkan makan siang untuk ketiga anaknya.
Di sebuah rumah bekas kandang ayam itulah ketiganya menghabiskan kesehariannya. Selain belajar, bermain, makan dan tidur tanpa alas kasur, mereka harus rela kedinginan saat tidur di malam hari. Mirisnya lagi, bangunan yang semuanya menggunakan bambu itu tak diterangi listrik.
Bahkan, Adi pernah terjatuh saat menuruni tangga. Bagian kakinya mengalami luka. “Di dalam rumah nggak ngapa-ngapain, paling tiduran, baca buku dan ngajarin adik-adik menulis. Mau keluar rumah juga malas, kasihan ibu kalau ditinggal sendirian,” kata Ahmad (14), kemarin.
Sedih, bingung dan prihatin setiap hari dirasakannya. Keinginannya untuk memiliki TV sebagai sarana hiburan-pun tak kunjung tercapai. Apalagi, kata bocah yang terpaksa berhenti sekolah karena tidak ada biaya itu, kondisi dalam rumah terasa panas kalau ibu sedang masak.
Kedua adiknya, mudah diberitahu dan viagra tadalafil tidak bandel. Setiap hari Ahmad mengajari adiknya, karena harapan dan cita-cita hidupnya lebih baik dari sekarang masih terbentang luas. Walaupun tidak sekolah, Ahmad berharap adiknya tetap bisa membaca dan berhitung serta bisa belajar seperti anak-anak lainnya.
Dikatakan Enah, enam bulan lalu rumahnya hancur dan roboh disapu angin kencang. Sejak itu lah ia dan anaknya nekad tinggal dan menempati kandang ayam sebagai rumahnya.
Semua kegiatan sehari-hari, seperti memasak, tidur, makan dan kegiatan lainnya dilakukan di good choice rumah tersebut. “Paling kalau mau buang air besar, kami harus ke kali (sungai,red) Cibulakan,” ujar Enah, sambil meneteskan air matanya.
Ibu berambut panjang ini mengaku, sejak 3,5 tahun lalu ia harus membesarkan dan menafkahi anak-anaknya seorang diri, karena ditinggal pergi oleh suaminya. Bahkan, anak pertamanya yang sempat menjadi tulang punggung keluarga yaitu Samsul Aji (20) pergi setahu lalu tanpa kembali pulang ke rumah itu.
Selama ini ia hanya berharap belas kasihan dari orang lain untuk menutupi kebutuhan hidupnya. Sesekali ia menjadi kuli tani memanen padi. Hasilnya, Rp10-20 ribu, digunakannya untuk makan sehari-hari.
“Tinggal disini 6 bulan, tapi sudah setahun kami hidup tanpa penerangan listrik. Kalau punya uang kami makan nasi dan ikan. Kalau nggak punya uang, apa saja yang ada misalnya pisang atau singkong-pun kami makan,” ujarnya.
Setiap malam kedinginan. Anak-anaknya sering sakit, terlebih dua anaknya yang paling kecil yaitu Adi (7) dan Sidik (5).
Setahun lalu, ia pernah berjualan sayur keliling. Tapi sejak rumahnya hancur, modalnya habis dan sampai saat ini tidak ada profesi lain yang bisa dijadikan andalan. “Rumah ini kalau panas, kepanasan. Kalau hujan kehujanan. Atap udah rusak, jadi bocornya parah,” tuturnya.
Hawa dingin dirasakannya dari seluruh penjuru. Dinding rumah, alas dan http://bana-uk.com/canadian-healthcare-cialis atap rumah, semuanya menggunakan kayu. Lapisan plastik yang mengelilingi dinding kandang ayam itu juga banyak yang sudah robek dan bolong.
Enah berharap anak-anaknya kelak bisa menjadi sukses dan segera keluar dari penderitaan semacam itu. “Setiap hari, pagi, siang, sore dan malam, saya hanya bisa menangis meratapi kondisi ini. Apalagi pas melihat anak-anak yang masih kecil,” tandasnya, dengan kembali meneteskan air matanya.(mardiana/jarkasih/satelitnews)