Andalkan Vokal dan morethantoast.org Tarian
Abah Surya, Pertahankan Seni Dzikir Saman
SNOL. Abah Surya, pimpinan grup kesenian Saman Layungsari, Kampung Sawah Desa Wanagiri, Kecamatan Saketi sudah sejak 30 tahun lebih memimpin dan mempertahankan kesenian yang mayoritas beranggotakan para orangtua ini.
Adalah kesenian tradisional Saman, dimana suara menjadi sumber kekuatan pemainnya. Abah mengakui, kesenian ini sudah turun-temurun dari para pendahulunya. Tantangannya pun tidak mudah, sebab kini harus bersaing dengan kesenian modern. Karena tidak menggunakan alat musik dalam pementasannya, kesenian ini hanya tampil saat acara tertentu saja.
Namun meski demikian, kesenian ini boleh dibilang cukup unik. Sebab, selain tidak menggunakan alat musik, semua kelompoknya pandai melantunkan lagu bernafaskan pesan moral kepada penonton. Kelompok penari Saman ini rata-rata lelaki yang usianya beranjak senja.
Tapi hebatnya, meski para penarinya tidak muda lagi, namun gaya dan semangat mereka saat pentas, seperti anak-anak muda. Energik, kuat, menarik. Bahkan, lengkingan suara para pelantunnya tak kalah dengan suara suling bambu nyaringnya.
Abah Surya adalah keturunan ketujuh yang melestarikan serta mewarisi kesenian tradisional Saman ini. Banyak tempat yang dia dan kawan-kawannya kunjungi untuk mementaskan kesenian tersebut. Even-even yang biasanya jadi lokasi pentasnya kesenian ini adalah pada saat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, peresmian masjid, hajatan baik pernikahan maupun khitanan dan bahkan pada saat even-even resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah maupun Provinsi Banten.
“Setiap even seni budaya tingkat kabupaten atau provinsi, alhamdulillah kami selalu mendapatkan kesempatan untuk mentas,” kata Abah Surya. Saat ini, kata lelaki paruh baya ini, di Kecamatan Saketi terdapat sekitar 20 group kesenian Saman. Walau demikian, ia bersama group keseniannya, berusaha terus konsisten berjuang mempertahankan dan melestarikan kesenian ini. Meski terkadang juga ia suka merasa khawatir akan keberadaan seni Saman itu.
Abah bertekad, jangan sampai kesenian Saman tenggelam tergerus dengan seni-seni modern yang sekarang sudah masuk sampai ke pelosok desa. Abah Surya juga berusaha melakukan kaderisasi dengan melibatkan anak muda untuk berlatih Saman. “Memang mengajak anak muda, lebih sulit daripada para orangtuanya. Makanya, tidak banyak generasi muda yang kami latih,” tambahnya.
Disinggung soal syarat khusus untuk mempelajari kesenian ini, Abah Yusuf mengaku, pada dasarnya tidak ada syarat khusus, yang penting ia bisa mengucapkan huruf-huruf Alqur’an dengan baik, dipastikan bisa menjadi pelantun dalam kesenian ini. Karena, kesenian Saman adalah seni melantunkan shalawat. Jadi harus benar pengucapan lafalnya. Dan untuk menghasilkan suara yang khas, biasanya pemain Saman juga harus melewati proses gurah selama tiga hari berturut-turut. Proses gurah adalah proses menghilangkan kotoran baik dari tenggorokan maupun hidung, biasanya dengan memasukkan semacam ramuan yang berasal dari daun kacapi, daun ela dan daun dadap.
Kesenian Saman juga dikenal dengan seni Dzikir Saman. Disebut juga Dzikir Maulud lantaran kesenian tradisional rakyat Banten khususnya di Kabupaten Pandeglang menggunakan media gerak dan www.via-architecture.com lagu (vokal) dan syair-syair yang dilantunkan, mengagungkan Asma Allah dan pujian kepada Nabi Muhammad SAW.
Tarian Saman yang mengiringi Dzikir Saman, diketahui berasal dari zaman Kesultanan Banten yang dibawa para ulama pada abad 18 sebagai upacara keagamaan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada bulan Maulud, namun pada perkembangan selanjutnya dapat pula dilakukan pada upacara khitanan, pernikahan atau selamatan rumah.
Pemain Dzikir Saman, berjumlah antara 26 sampai dengan 46 orang. 2 sampai 4 orang sebagai vokalis, yang membacakan syair-syair kitab “Berjanji”, sementara 20 sampai 40 orang yang semuanya laki-laki, mengimbangi lengkingan suara vokalis dengan saling bersahutan bersama (koor) sebagai alok. Pola permainan seni Dzikir Saman dilakukan sehari penuh dengan tiga babakan, yaitu: babakan dzikir, babakan asroqol, dan babakan saman. (mardiana/made)