Survei: 52 Persen Warga Inginkan Kepastian Lebaran sejak 1 Januari
JAKARTA,SNOL Dari survei yang diketahui Lingkaran Survei Indonesia (LSI), diketahui bahwa 52.05 persen publik menginginkan kepastian waktu awal puasa dan Lebaran jauh hari, yakni sejak pergantian kalender Masehi 1 Januari.
Sementara hanya 34.10 persen publik yang menginginkan kepastian Lebaran melalui sidang isbat setelah magrib sehari sebelum Lebaran.
Adapun 13.85 persen publik menyatakan tidak tahu dan atau tidak menjawab.
Hasil survei itu diumumkan siang ini (Minggu, 18/8).
“Kalangan masyarakat menginginkan kepastian penetapan awal puasa dan Lebaran sejak 1 Januari terdapat di lintas segmen masyarakat. Diantaranya mereka yang berpendidikan tinggi (68.20 persen), berdomisili di kota (59.19 persen), dan bergender perempuan (57.33 perempuan) menyetujui adanya kepastian penetapan tersebut jauh lebih awal. Untuk mereka yang berpendidikan rendah, warga kelas bawah, berdomisili di desa dan bergender laki-laki, rata-rata memiliki angka ketersetujuan dibawah sedikit lebih rendah,” demikian tertulis dalam laporan hasil survei.
Juga disebutkan ada tiga alasan mengapa sebagian besar publik menginginkan kepastian jauh sebelum Lebaran. Pertama, kepastian ini akan memberikan keleluasan bagi masyarakat untuk membuat perencanaan mengingat hari Lebaran sangat penting bagi ritual pribadi, maupun bagi kumpul-kumpul keluarga dan komunitas.
Kedua, ilmu pengetahuan mampu memprediksi waktu secara akurat. Misalnya, memprediksi gerhana bulan dan matahari secara sangat akurat dan sudah teruji.
“Sebanyak 53.66 persen publik beranggapan bahwa kelimuan saat ini sudah bisa menentukan awal Ramadhan dan Lebaran jauh hari sebelumnya. Hanya 31.71 persen publik yang beranggapan bahwa ilmu pengetahuanmasih belum bisa menentukan awal Ramadhan dan Lebaran jauh hari sehingga sistem kalender itu masih perlu ditest di H-1 melalui observasi langsung. Sementara sebanyak 14.63 persen publik menyatakan tidak tahu dan atau tidak menjawab.
Terakhir, lebih banyak anggota masyarakat yang percaya bahwa menentukan awal puasa dan Lebaran jauh-jauh hari juga sah secara hukum agama.
Pendapat ini didukung oleh 58.76 persen publik dan ditentang 24.30 persen publik, sementara 16.94 persen publik menyatakan tidak tahu dan atau tidak menjawab.
Survei dilakukan melalui quick poll pada tanggal 13 dan 14 Agustus 2013 dengan metode multistage random sampling terhadap 1.200 responden dan margin of error sebesar +/- 2.9 persen. Survei dilaksanakan di 33 propinsi di Indonesia. Untuk memperkuat data dan analisa, LSI juga melengkapi survei dengan penelitian kualitatif dengan metode analisis media, FGD, dan in depth interview.
Kesimpulan survei ini mengatakan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia, tentu yang merayakan Idul Fitri, lebih percaya pada metode hisab atau perhitungan daripada metode rukyat atau melihat rembulan.
Selain itu, survei ini menyebutkan sebagian besar umat Muslim menginginkan pemerintah hanya berperan minim dalam urusan ini.(dem/rmol)