Waduh, 4 Juta Warga Banten Menunggak PBB
SERANG,SNOL Tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masyarakat di kabupaten/kota seProvinsi Banten, hingga bulan November 2016 ini mencapai Rp 4 miliar. Tunggakan tersebut berasal dari sekitar 4,2 juta warga Banten.
Diketahui, wajib pajak seBanten sekitar 6,88 juta jiwa, yang tersebar di delapan kabupaten/kota. Setiap tahun, ada saja tunggakan PBB yang belum dibayar oleh warga. Tahun 2015 lalu, tunggakan PBB di setiap wilayah ratarata sekitar Rp 3,7 miliar.
Sekretaris Daerah (Sekda) Banten Ranta Soeharta menyatakan, tidak mengetahui secara detail faktor penyebab mengapa masyarakat enggan membayar PBB. Padahal, PBB tersebut merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) paling besar, yang nantinya digunakan untuk pembangunan daerah, serta dimanfaatkan oleh masyarakat juga.
“PAD dari sektor PBB di masing-masing daerah ditarget Rp 9 miliar/tahun. Target tersebut kadang tercapai, kadang juga tidak,” kata Ranta, Senin (7/11).
Selain itu katanya, ada juga beberapa lahan di wilayah kabupaten/kota yang tidak ditemukan pemiliknya. Sehingga, petugas penagih pajak kesulitan untuk menagihnya. “Kasus seperti itu masih terjadi,” tambahnya, tanpa menyebut wilayah yang dimaksud.
Disinggung langkah Pemprov untuk menyadarkan warga yang enggan membayar PBB, Ranta mengaku, pihaknya terus berkoordinasi dengan kabupaten/kota agar jemput bola, dan menyosialisasikan sadar pajak hingga ke masyarakat di perkampungan.
“Rata-rata PBB yang harus dibayar sebesar Rp 250 ribu/tahun. Tergantung luas bangunan, dan lahan yang dimilikinya,” tandasnya.
Saat disinggung soal sanksi, Ranta mengaku hal itu disesuaikan dengan kebijakan masing-masing daerah. Namun rata-rata dikenakan denda sebesar 24 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), jika warga tersebut menunggak selama satu tahun.
“Kalau sanksi pidana, rata-rata daerah belum menerapkannya. Karena mungkin masih melihat sisi kemanusiaan. Oleh karena itu, mulai tahun 2014 lalu PBB tidak lagi dikelola oleh aparat desa, melainkan oleh Pemkab/Pemkot melalui DPPKD (Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah) masing-masing, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang diimplikasikan melalui perda masing-masing,” paparnya.(ahmadi/mardiana/satelitnews)