Musala di Mal Tangsel Terlalu Kecil
SERPONG, SNOL—Minimanya tempat ibadah umat muslim musola di mal turut mengundang keprihatinan kalangan DPRD Tangsel. Dewan menyebut di berbagai tempat mal di kota termuda di Banten ini banyak dapat dijumpai kondisinya sangat minim dan kurang memadai.Sekretaris Komisi IV DPRD Tangsel Aguslan Busro menyatakan, keberadaan tempat ibadah musala di mal harus diperhatikan. Tidak dipungkiri, menurut dia, banyak mal kurang optimal dalam menyediakan musala. Akibatnya, ketikan menjelang salat magrib, umat muslim yang akan beribadah tidak leluasa. Bahkan penuh berjubel.
“Memang kurang optimal. Sekalipun mereka (pihak mal) menyediakan, namun cukup kecil tidak leluasa. Jangankan saat Maghrib, ketika salat Ashar saja sudah sempit,” ujar Aguslan saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (22/10).
Aguslan menyebutkan, rata-rata musala di mal berukuran kurang dari 50 meter persegi. Bahkan ada yang cuma 25 meter persegi. Menurut dia, musala di mal paling tidak ukurannya minimal 50 meterseg, jangan sampai kurang dari ukuran itu mengingat jumlah pegawai mal umumnya muslim serta ditambah jumlah pengunjung.
“Ini satu realitas yang kerap ditemukan di berbagai tempat (mal). Sebetulnya kalau minimal 50 meter persegi saja dan dipisah antara pria dan wanita itu sudah lebih dari cukup dan pasti dapat menampung dengan baik,” tambahnya.
Dengan melihat mayoritas pegawai umat muslim dan ditambah lagi dengan motto Kota Tangsel yang religius, maka perlu ada kebijakan untuk mengatur itu. Komisi IV DPRD Tangsel berencana akan melakukan pembahasan ini dengan Dewan Masjid Indonesia (DMI) Tangsel bersama Pemkot Tangsel guna merumuskan apa saja yang perlu dilakukan untuk mengatur musala di mal dan pusat bisnis.
“Tentunya ini menjadi tugas kami sebagai dewan untuk melakukan komunikasi antar unsur. Nanti kami akan bahas soal ini, apakah saat mengurus perijinan mal harus dibuat musala dengan ukuran yang sudah ditentukan. Jika ini tidak dilalui maka akan sulit,” sambung pria penghobi balap ini.
Sebelumnya Ketua DMI Tangsel Heli Slamet mengatakan, para pengelola mal itu harus disadarkan jika Kota Tangsel ini salah satu mottonya adalah religius. “Sampai saat ini belum sepenuhnya memadai, meskipun disediakan musala namun dengan tempat yang sangat kecil kurang representatif. Hanya beberapa mal saja yang memiliki kepedulian,” katanya.
Heli sendiri sudah melakukan berbagai komunikasi baik kepada pengurus serta pihak-pihak pendukung program ini, salah satunya Pemkot Tangsel. Harapannya, melalui komunikasi dapat memahami pentingnya musala di mal.
“Memang sampai saat ini belum ada surat tertulis baik dari DMI dan Pemkot yang diedarkan kepada manajemen mal, makanya belum maksimal. Kalau komunikasi sebenarnya sudah sering kami lakukan kepada pengurus (manajemen),” pungkasnya. (din/dm/bnn)