Dadang Prijatna Akhirnya Bongkar Borok Bos
SERANG,SNOL-Terdakwa kasus dugaan korupsi alat kesehatan (Alkes), fisik RSUD dan sejumlah Puskesmas Kota Tangsel tahun 2012 senilai Rp 23,5 miliar Dadang Prijatna meminta keringanan hukuman kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang. Manager Operasional PT Bali Pacific Pragama (PT BPP) tersebut mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya atas perkara yang menjeratnya.Penyesalan tersebut disampaikan Dadang Prijatna dihadapan majelis hakim yang mengadilinya. “Saya mohon izin yang mulia, saya mohon agar hukuman saya diringankan. Saya mengakui bersalah,” pinta Dadang Prijatna, Rabu (30/9).
Menanggapi permohonan terdakwa, Ketua Majelis Hakim Jesden Purba mengaku akan mempertimbangkanya. Majelis mengapreasiasi pengakuan keterbukaan dan keterangan tidak berbelit terdakwa sebagai bahan pertimbangan untuk meringankan hukuman. “Allah saja mau mengampuni umatnya apalagi kita sesama manusia, terserah nanti fakta persidangan, dan tuntutan JPU. Kita sifatnya kalau ada pengakuan (jujur,red) itu akan kita akan pertimbangkan,” ujar Jesden Purba.
Pada persidangan tersebut, Dadang Prijatna mengatakan ia bersama Komisaris PT Bali Pacific Pragama Tb Chaeri Wardana alias Wawan telah bersengkokol untuk mengatur pemenang proyek. Pemenangan proyek tersebut, menurut terdakwa diatur melalui dokumen ploting yang dibuat oleh Tb Chaeri Wardana.
Oleh terdakwa Dadang Prijatna dokumen ploting tersebut diserahkan mantan Kepala Dinas Kesehatan Tangsel Dadang M Epid, panitia lelang M Ilham Bisri, dan Mamak Jamaksari pejabat pembuat komitmen (PPK) sebagai acuan pemenang pengadaan. “Plotingan itu saya dipanggil oleh Pak Wawan, saya dikasih plotting sebelum lelang. Saya lihat isinya paket pengerjaan, pagu dan pelaksana,”ungkap Dadang.
Menurut Dadang Prijatna, sistem ploting proyek pelelangan di Tangsel dan Provinsi Banten tersebut sudah berlangsung sejak 2010 lalu. Bahkan sebelum ia bekerja di PT BPP sistem tersebut sudah berjalan. “Pengurusan lelang di Tangsel dan Banten seperti itu, sejak tahun 2010 sebelumnya juga seperti itu sebelum saya, memang demikian pelaksanaanya,” ujar Dadang.
Dadang menjelaskan setiap paket pengerjaan alat kesehatan seluruhnya dikerjakan oleh Yuni Astuti dari CV Jave Medika. Setiap perusahaan yang telah terafiliasi dengan PT BPP hanya dipinjam bendera dengan bayaran fee 1 persen dari nilai proyek. “Semua perusahaan mau A, B, C, bu Yuni yang laksanain dari Java Medika, dia yang kerja,” kata Dadang.
Pada persidangan tersebut terungkap, adanya perintah dari Tb Chaeri Wardana yang meminta kepada terdakwa Dadang Prijatna agar berbohong mengenai pembagian nilai proyek alkes yang diterima oleh PT BPP sebesar 43,5 persen. Perintah tersebut disampaikan oleh Tb Chaeri Wardana melalui komunikasi via BBM saat mendekam Rutan KPK. Selain itu, Tb Chaeri Wardana juga memerintahkan Dadang Prijatna agar mengaku tidak mengenal Yuni Astuti saat penyidik meminta keteranganya. “Ada arahan sebenarnya, untuk tidak menyebut nama Yuni Astuti harus dilindungi, bagian presentase 43 persen juga jangan diakui,” ucap Dadang.
Setelah mendengarkan keterangan terdakwa Dadang Prijatna, Hakim mengaku tidak akan menghadirkan saksi yang meringankan. Sehingga majelis hakim yang diketuai oleh Jesden Purba langsung menggagendakan sidang dengan agenda tuntutan pada hari Kamis (08/10). “Sidang ditunda dan dilanjutkan pada Kamis (08/09) dengan agenda tuntutan,” ujar Jesden seraya memukul palu. (mg30/mardiana/jarkasih)