Anak Buah Wawan Rebutan Jual Bendera
SERANG,SNOL—Direktur utama PT Mikkindo Adiguna Pratama Agus Marwan layak menjadi tersangka. Penilaian itu siungkapkan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang, Jesden Purba saat memimpin sidang kasus korupsi alat kesehatan (alkes), fisik tahap II RSUD dan sejumlah Puskesmas di Tangerang Selatan (Tangsel) tahun 2010-2012 senilai Rp34,9 miliar.Menurut Jesden Purba, Agus Marwan dianggap ikut terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi secara bersama-sama Alkes Tangsel bersama Dadang Prijatna (Manager Operasional PT Bali Pacific Pragama), Tb Chaeri Wardana alias Wawan (Pemilik PT Bali Pacific Pragama) dan Mantan Kepala Dinas Kesehatan Tangsel Dadang M Epid.
Agus Marwan yang menjadi saksi untuk terdakwa Dadang Prijatna ikut terlibat dalam persekongkolan pemenangan proyek Alkes yang sudah dikondisikan. Agus Marwan sendiri merupakan anak buah Tb Chaeri Wardana yang bekerja di PT Bali Pacific Pragama (PT BPP).
Pada tahun 2010, Agus Marwan mendirikan perusahaan PT Mikkindo Adiguna Pratama (PT MAP) setelah banyak belajar tentang perusahaan jasa dari perusahaan PT BPP. Oleh terdakwa Dadang Prijatna, Agus Marwan ditawari pekerjaan pengadaan Alkes dengan syarat nama perusahaannya PT MAP dipinjam bendera dan ikut dalam lelang. Sebagai konsesus tersebut Agus Marwan mendapat imbalan satu persen dari real cost dari proyek Alkes.
“Saya daftar proyek tapi sudah dikoordinir oleh Pak Dadang (Dadang Prijatna,red), nanti tunggu beberapa hari, habis itu dihubungi oleh Pak Dadang. Saya dapat fee satu persen dari keuntungan pinjam bendera,” ujar Agus di persidangan.
Agus mengungkapkan, dari nilai proyek Alkes yang mencapai Rp23,5 miliar ia mendapat bagian Rp203 juta dari terdakwa Dadang Prijatna. Uang tersebut diterima Agus Marwan setelah proses pembayaran proyek rampung.
Meski menjadi pemenang lelang Alkes, saksi Agus Marwan tidak melaksanakan pekerjaan. Atas perintah terdakwa Dadang Prijatna, Agus Marwan menyerahkan sepenuhnya kepada jenis pekerjaan kepada Yuni Astuti selaku Direktur CV Jave Medika yang menyuplai kebutuhan Alkes.
“Yang ngatur semua Pak Dadang, pekerjaan saya tidak laksanakan. Saya hanya kerjakan administrasi saja seperti tanda tangan,”ungkap Agus.
Pada persidangan tersebut Agus Marwan dihadirkan bersama tiga saksi lainnya yang merupakan anak buah Tb Chaeri Wardana. Ketiga saksi tersebut selain menjadi anak buah Tb Chaeri Wardana juga memiliki perusahaan dan menjadi direktur. Ketiganya yakni Ahmad Saefudin Direktur PT Dini Usaha Mandiri, Lukman Direktur CV Bina Sadaya, dan Lutfi Ismail Direktur Marbago Duta Persada.
Ketiga perusahaan milik anak buah Tb Chaeri Wardana tersebut diketahui menjadi rekanan proyek alat kesehatan dan fisik RSUD Tangerang Selatan. Motivasi keempat anak buah Tb Chaeri Wardana mendirikan perusahaan tersebut adalah karena dijanjikan mendapat imbalan satu persen dari nilai proyek.
Mendengar pernyataan dari saksi tersebut Ketua Majelis Hakim Jesden Purba pun langsung menimpali ke empatnya yang dinilai layak menjadi tersangka. ”Kalian ini sudah layak jadi tersangka, coba jaksa mereka ini diurus,” timpal Jesden.
Sementara itu terdakwa Dadang Prijatna membenarkan pernyataan keempat saksi. Meski demikian dia enggan sepenuhnya disalahkan dalam proses subkon perusahaan tersebut. Menurutnya, keempat saksi tersebutlah yang meminta kepadanya agar diberi pinjam bendera perusahaanya demi fee satu persen. “Ini semua karyawan PT BPP. Dulu mereka berebut minta dipake perusahaanya biar dapat fee. Mereka yang berinisiatif. Semua terlibat, pas sudah kejadian begini pada cuci tangan semua,” ujar Dadang.
Mendengar keterangan saksi, Ketua Majelis Hakim Jesden Purba sempat mempertanyakan proses perizinan perusahaan yang dengan gampangnya di Provinsi Banten meskipun tidak memenuhi syarat. “Bingung kita ini, gimana pemerintah bisa keluarkan izin? Karyawanya enggak ada, enggak penuhi kualifikasi malah mendapat izin pendirian perusahaan,” tutur Jesden. “Bikin PT itu biayanya cuma Rp15 juta yang mulia,” timpal Dadang.
Proyek Alkes Rp23,5 Miliar, Dibelanjakan Hanya Rp6 Miliar
Setelah keterangan keempat saksi dari perusahaan yang terafiliasi PT BPP didengarkan, saksi lain yang dihadirkan JPU KPK adalah Yuni Astuti. Pemilik CV Java Medikta tersebut merupakan supllier Alkes tangerang selatan.
Pada persidangan tersebut Yuni Astuti membenarkan terdapat kesepakatan antara perusahaanya dengan PT BPP. Pada kesepakatan CV Java Medika menjadi subkon dari PT Mikkindo Adiguna Pratama mendapat jatah 56,5 persen dari nilai kontrak sedangkan PT BPP 43,5 persen.
“Memang saya yang suplai untuk kebutuhan Alkes. Pembagian hasil dari nilai kontrak dengan presentase 56,5 persen sisanya buat PT BPP,” ujar Yuni.
Dari konsensus atau kesepatakan tersebut Yuni Astuti menerima Rp11 miliar dan dibelanjakan Rp 6 miliar untuk kebutuhan Alkes. Meski mendapat dana yang minim, Yuni Astuti tetap membelanjakan kebutuhan Alkes dengan distributor.
“Pokoknya sudah saya perhitungkan. Saya tambahkan harga keuntungan dan diskon saya perhitungkan. Kita nawar-nawar untuk nambah keuntungan,” ucap Yuni.
Yuni mengungkapkan bobroknya sistem proyek pelelangan yang ia lakukan tersebut sudah berlangsung lama, tidak hanya di Tangerang Selatan tetapi juga di Provinsi Banten khusus untuk kebutuhan Alkes. Sistem konsensus tersebut lanjut Yuni tidak hanya terjadi di Provinsi Banten namun juga terjadi di Indonesia bagian timur.
“Saya tahu mekanisme lelang, pekerjaan saya dulu di Provinsi Banten. Pekerjaan di Tangsel itu meneruskan dari Provinsi Banten sejak dulu seperti itu kenyataanya. Saya juga suplai di Indonesia Timur, caranya sama. Tapi disana langsung pemenang lelang, kalau di Banten banyak pihak. Seharusnya dinas menolak, kalau seperti itu bukan saya,” ungkap Yuni.
Rencananya sidang Tipikor alkes dan fisik RSUD Tangerang Selatan akan kembali digelar pada hari Selasa (09/8) dengan agenda keterangan saksi. (mg30/mardiana/jarkasih)