Pemilih di Kota Tangerang Cenderung Realistis

TANGERANG, SNOL—Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tangerang melansir, pemilih di Kota Tangerang cenderung rasional menentukan pilihannya dalam hajatan pemilu. Namun demikian KPU tetap mewaspadai pilihan atas latar belakang emosional pemilih.      Kesimpulan tersebut merupakan publikasi hasil riset yang digelar KPU Kota Tangerang dalam rangka mengetahui tingkat partisipasi pemilih dalam pemilihan umum. Ketua KPU Kota Tangerang Sanusi mengatakan, walaupun penyelenggaraan pemilu terdekat di Kota Tangerang baru akan dilaksanakan pada 2017, dimana saat itu Pilkada serentak Gubernur Banten dan tahun berikutnya yakni pada 2018 akan digelar Pilkada Kota Tangerang, namun KPU tetap melaksanakan riset tersebut.

      Sebab pelaksanaan riset merupakan instruksi KPU RI dalam meneliti tentang pemilihan umum. KPU daerah diberi beberapa pilihan tema untuk diteliti. KPU Kota Tangerang sendiri menganggap riset terkait tingkat partisipasi lebih besar urgensinya untuk diteliti di Kota Tangerang.

“Kami memilih partisipasi pemilih untuk mengetahui hal tersebut di Kota Tangerang dan kecenderungannya,”ujar Sanusi kepada wartawan di Kantor KPU, Jalan Nyimas Melati No.16, Kecamatan Tangerang, Kamis (10/9).

      Dikatakannya, riset yang dilakukan KPU Kota Tangerang dengan menggandeng LP3M Universitas Muhammadiyah Tangerang. Adapun wilayah penelitian meliputi seluruh daerah pemilihan (dapil) yang ada di Kota Tangerang menggunakan sistem random sampling dan jumlah responden sebanyak 400 orang.

      Dalam penelitian tersebut, terdapat empat indikator penilaian partisipasi masyarakat dalam memilih, dimulai dari pemilihan legislatif 2014, Pilpres 2014, Pilgub 2012 dan Pilwalkot Tangerang 2013.

      Sementara Ketua Divisi Teknis Pemilu dan Partisipasi Masyarakat KPU Kota Tangerang, Banani Bahrul menambahkan, berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa partisipasi pemilih di Kota Tangerang dari keempat pemilu tersebut mengalami kecenderungan memilih dengan alasan rasional, akan tapi pemilih yang sekadar memilih, terpengaruh oleh orang lain, bahkan dapat “dibeli” juga cukup signifikan.

      Berdasarkan data yang diperoleh, dalam Pemilu Legislatif 2014 dapat dilihat bahwa ada data ajakan dengan imbalan sebesar 2 persen, sekadar memilih 22 persen, sementara di Pilpres 2014 ajakan dengan imbalan sebesar 3 persen dan sekadar memilih ada 24 persen, begitu juga di Pilwalkot yang terdapat ajakan dengan imbalan sebesar 3 persen dan sekadar memilih 11 persen.

Angka-angka tersebut yang akan oleh pihaknya akan dijadikan bahan evaluasi untuk sosialisasi dan menentukan arah kebijakan kedepan untuk mengantisipasi angka tersebut membesar.

      “Tidak besar tetapi dapat membahayakan partisipasi pemilih, untuk itu kedepan akan dilakukan inovasi sosialisasi yang lebih kreatif dan melakukan pendidikan politik yang lebih massif dimulai dari usia pemilih muda,”ungkapnya. (catur/made)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.