Rumah Kontrakan Ditarik Retribusi
TIGARAKSA,SNOL—Pemerintah Kabupaten Tangerang membidik bisnis rumah kos dan kontrakan sebagai sumber pendapatan asli daerah yang baru. Kemarin (7/9), DPRD Kabupaten Tangerang mengesahkan peraturan daerah tentang izin retribusi tertentu yang mengatur tentang penarikan retribusi kepada rumah kos, kontrakan dan losmen.Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar seusai menghadiri pengesahan Perda mengungkapkan Perda tentang penarikan izin tertentu disahkan masih mengatur hal-hal yang bersifat umum. Selanjutnya, Pemkab Tangerang akan membuat peraturan yang lebih teknis untuk memuat klasifikasi atau kriteria rumah kos, kontrakan dan losmen yang akan ditarik retribusi. Menurut Zaki, penarikan retribusi terhadap rumah kos, kontrakan dan losmen akan dilakukan secara bertahap.
“Ada tahapan-tahapan teknis yang harus dilewati Pemerintah Kabupaten Tangerang terkait penarikan retribusi. Kami harus melihat petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaannya seperti apa. Karena di kami sendiri belum ada petunjuknya pelaksanaannya. Jadi tidak bisa main terapkan begitu saja meskipun sudah disahkan,” imbuh Zaki usai menghadiri rapat paripurna.
Kriteria rumah kosan dan kontrakan dalam Perda tentang Izin Retribusi Tertentu memang menjadi pertanyaan dari fraksi PPP dan PDIP. Ketua Fraksi PPP Kabupaten Tangerang Ahyani mengatakan pemerintah harus bersikap adil dan berhati-hati dalam melakukan pemungutan retribusi rumah kosan dan kontrakan. Sebab, dengan adanya perubahan perda ini pemungutan retribusi akan dilakukan mulai dari tingkat desa hingga kecamatan.
Menurut Ahyani, dalam Perda tersebut tercantum bahwa rumah kontrakan, losmen, dan kos-kosan akan dikenakan biaya retribusinya. Namun tidak tercantum keterangan yang jelas terkait criteria rumah kos atau kontrakan yang akan ditarik retribusi. Dia khawatir penarikan retribusi terhadap bisnis rumah kos dan kontrakan yang masuk skala kecil pada akhirnya hanya membebani masyarakat miskin.
“Di sini kami mempertanyakan klasifikasi rumah kos atau kontrakan yang dikenakan retribusi seperti apa? Kalau hanya kontrakan biasa, jelas akan sangat membebani masyarakat yang berpenghasilan di bawah upah minimum regional. Karena tidak mungkin pemilik kontrakan akan menanggung beban retribusinya. Pasti akan dibebankan kepada penghuninya. Terkecuali seperti kos-kosan yang ada di Lippo Karawaci yang setiap bulannya mencapai Rp12 juta. Itu perlu dikenakan retribusinya,”ungkap Ahyani kepada Satelit News, kemarin.
Tidak hanya persoalan pengklasifikasian, kata Ahyani, permasalahan lain yang berpeluang timbul akibat perubahan Perda Retribusi adalah adanya tuntutan pelayanan ari pemerintah. Menurut Ahyani, ketika pemerintah mengambil retribusi tentu harus diimbangi dengan kewajiban. Sebut saja, pemerintah harus memberi pelayanan yang memuaskan jika memungut retribusi dengan menyediakan sistem pengangkutan sampah rumah tangga.
“Apakah sudah berjalan dengan baik pengelolaan sampahnya? Jadi tidak hanya melihat pendapatan asli daerahnya saja. Tapi juga harus diimbangi dengan pelayanan yang berkualitas,” imbuh Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Tangerang.
Selain itu, lanjut Ahyani, permasalahan lain yang timbul akibat perubahan perda ini adalah semakin kecilnya pemasukan Pendapatan Asli Desa (PADES) dari tiap-tiap desa. Sebab dengan adanya perda baru ini, seluruh pendapatan yang dihasilkan dari retribusi akan diambil alih oleh Pemerintah Daerah.
“Jika retribusi kontrakan diambil oleh pemerintah lalu bagaimana dengan pemasukan bagi desa? Contohnya di desa saya setiap kontrakan diambil retribusinya Rp5000 perbulan yang isinya adalah kebersihan dan keamanan lingkungan. Jadi perda tersebut jangan hanya melihat PAD nya besar,” tandasnya.
Fraksi PPP dalam pandangan umumnya meminta Bupati Tangerang membuat peraturan yang mengatur pengawasan terhadap penarikan retribusi secara tegas. PPP mendorong Pemerintah Kabupaten Tangerang mencegah adanya pungutan di luar retribusi yang ditetapkan.
“Fraksi PPP berpendapat perlu diterbitkan peraturan bupati menyangkut Perda Izin Retribusi Tertentu yang dapat mengurangi kemungkinan terjadinya penyimpangan,”tandasnya.
Senada diungkapkan Ketua Fraksi PDIP Ahmad Supriadi, ia menilai pemerintah harus membuat klasifikasi seperti apa rumah kontrkan dan kos-kosan yang bisa diambil retribusi. Menurutnya pemerintah harus segera memasukkan definisi kos-kosan dalam perubahan perda tersebut.
“Supaya nantinya tidak rancu. Kalau kontrakan biasa kita kenakan retribusi malah nantinya akan membebani penghuni,” pungkasnya. (mujeeb/gatot)