Dadang ‘Cokot’ Mantan Sekda Tangsel
SERANG, SNOL—Mantan Kepala Dinas Kesehatan Tangsel Dadang M Epid yang sudah divonis 4 tahun penjara terkait kasus proyek alkes dan pembangunan puskesmas tidak mau disalahkan sendirian. Dadang membeberkan aliran dana proyek alkes itu saat menjadi saksi untuk terdakwa Dadang Projatna di Pengadilan Tipikor Serang, Selasa (1/9).Dalam kesaksiannya, Dadang menyebut bahwa sejumlah pejabat di Tangsel menerima aliran dana proyek Alkes, fisik RSUD Tangsel dan sejumlah Puskesmas di Tangsel tahun 2011-2012 senilai Rp23,5 miliar. Dadang bahkan menyebut Walikota Airin Rachmi Diany menerima uang sebesar Rp50 juta untuk tunjangan hari raya (THR). Selain Airin, uang haram itu juga mengalir ke Wakil Walikota Benyamin Davnie yang menerima Rp30 juta, Sekda Tangsel Dudung Erawan Diredja Rp20 juta dan Ketua DPRD Bambang P Rachmadi Rp20 juta.
Menurut Dadang, uang yang diberikan kepada para pejabat Tangsel itu diberikan oleh terdakwa Dadang Prijatna (Manager Operasional PT BPP) dari pengerjaan proyek alkes, fisik RSUD dan sejumlah Puskesmas yang jumlahnya sebesar Rp700 juta.
Pembagian uang THR tersebut lanjut merupakan inisiatif dari dirinya sendiri setelah mendapat telepon dari terdakwa Dadang Prijatna. Oleh Dadang M Epid, uang sebesar Rp700 juta dibagikan masing-masing untuk Dinas Kesehatan Tangsel Rp400 juta dan Rp300 juta RSUD Tangsel. Setelah mendapat pembagian uang Rp400 juta untuk dinas kesehatan itu kemudian dibagi-bagikan oleh Dadang M Epid untuk sejumlah pejabat tinggi di Tangsel.
“Saya ditelepon oleh Pak Dadang Prijatna, ngomongnya THR sudah di Pak Ilham (panitia pengadaan barang,red) sebesar Rp700 juta. Soal pembagiannya terserah pak Dadang M Epid. Mengenai pembagian uang serta rincian secara detail dilakukan oleh Bu Irma (anak buahnya,red),” ujar Dadang M Epid di Pengadilan Negeri Tipikor Serang, Selasa (01/9).
Dadang M Epid menceritakan, dirinya dan sejumlah kepala “SKPD gemuk” kerap mengeluhkan permintaan jatah dari para pejabat teras tersebut. Namun keluhannya tak penah mendapat respon positif pimpinannya. “Jatah itu saya tidak tahu untuk apanya, sudah sering ngeluh, bikin pusing kita,” katanya saat ditanya oleh Jaksa Penuntut Umum KPK yang dipimpin Sugeng.
Hakim Anggota, Ardi sempat mencecar Dadang M Epid terkait dengan mudahnya Tb Chaeri Wardana alias Wawan mendapat informasi mengenai proyek yang ada di Tangsel. Ardi mempertanyakan dengan mudahnya Tb Chaeri Wardana mengetahui informasi proyek sehingga menyusun dokumen ploting. Proyek di Alkes dan fisik tersebut diketahui baru masuk dalam rencana kegiatan anggaran yang belum di Perda-kan dan hanya diketahui oleh Dinas Kesehatan, DPPKAD dan Bappeda.
“Saya enggak tahu Pak Wawan susun plotingan. Saya cuma terima (ploting, red). Dari mana beliau dapat informasi saya enggak tahu dan saya enggak pernah berikan,” tegas Dadang M Epid.
Pada persidangan tersebut, Dadang M Epid juga membocorkan perintah Sekda Tangsel Dudung Erawan Diredja agar mengamankan barang bukti proyek Alkes dan fisik supaya tidak terendus oleh penyidik KPK. Ia menjelaskan, setelah mendapat perintah tersebut barang bukti berupa dokumen ploting dimusnahkan. “Setelah diusut KPK, kami konsultasi dengan Pemkot bersama bagian hukum dan pengacara. Saya diperintahkan oleh Sekda untuk mengamankan barang bukti plotingan tahun 2012. Barang bukti tersebut kemudian saya musnahkan. Selain dokumen ploting, barang bukti yang diamankan juga handphone,” ucap Dadang M Epid.
Meski telah divonis Pengadilan Tipikor Serang karena dianggap terbukti dalam melakukan korupsi Alkes, fisik RSUD Tangsel dan sejumlah Puskesmas di Tangsel tahun 2010-2012, Dadang M Epid enggan disalahkan sepenuhnya terkait proyek tersebut. Menurutnya, ia pernah menindaklanjuti laporan BPK RI terkait dengan temuan mark up Alkes yang nilainya mencapai 300 persen. Namun niatnya untuk dilakukan audit ulang agar mendapat penggantian kerugian negara, tidak mendapat respon.
“Sebelum diusut KPK, saya pernah minta temuan Alkes mark up 300 persen untuk diaudit ulang oleh inspektorat yang ditembuskan ke walikota. Tolong diaudit, kita bayar sendiri biaya auditnya tapi ternyata enggak dilakukan, kemudian jadi kasus. Saya juga pernah minta tolong Pak Wawan melalui powernya, saya datang ke walikota, sekda, dan wakil walikota untuk diaudit ulang. Wakil walikota minta ini tidak diaudit karena sudah ada BPK sebagai audit tertinggi,” ujar Dadang M Epid.
Pada persidangan yang diketuai Majelis Hakim Jesden Purba, tim JPU dari KPK selain menghadirkan Dadang M Epid sebagai saksi juga menghadirkan Mamak Jamaksari selaku pejabat pembuat komitmen (PPK). Dalam keteranganya, Mamak Jamaksari membenarkan ia ditugaskan untuk mengamankan dokumen ploting milik Tb Chaeri Wardana. Perintah tersebut menurut Mamak atas dasar perintah dari Kepala Dinas Kesehatan Dadang M Epid.
“Saya diperintahkan mengamankan dokumen ploting, kita semua diatur dan diarahkan agar paket ploting punya Pak Wawan menjadi pemenang lelang itu kata Dadang M Epid yang merupakan perintah langsung dari pimpinan,” jelas Mamak Jamaksari. (mg30/mardiana/jarkasih)