Perda RTRW dan Pendidikan Sudah tak Sesuai Kondisi

SERANG,SNOL– DPRD Banten akan mengkaji ulang seluruh Peraturan Daerah (Perda) yang telah disahkan. Mereka menduga ada beberapa Perda yang belum detail dan komprehensif. Khawatir penerapannya menimbulkan pro-kontra dan membingungkan masyarakat, maka dibutuhkan kajian mendalam. Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah mengatakan, pihaknya telah merencanakan akan mendata ulang secara keseluruhan produk hukum berupa Perda, dan akan dicabut serta diganti dengan Perda baru jika dalam penerapannya diperkirakan tidak maksimal.

Produk hukum tersebut antara lain, Perda Pendidikan dan Perda Tata Ruang yang dinilai tidak detail dan komprehensif. “Kita akan menginventarisir bersama dengan Biro Hukum, Perda mana saja yang tidak menampung aspirasi dan tidak sesuai dengan kondisi saat ini,” kata Asep, Selasa (18/8).

Ditambahkannya, sejak Provinsi Banten terbentuk pada tahun 2001 silam, puluhan Perda sudah terbentuk dan disahkan. Bahkan, ada juga sejumlah Perda yang dianggap tidak mengakomodir kepentingan bersama. “Perda Pendidikan belum komprehensif. Seperti pendidikan pesantren salafi, yang masuk dalam pendidikan informal, padahal salafi ada dimana-mana. Tanpa bantuan pemerintah, pesantren salafi mampu menciptakan lulusan yang siap mengabdikan ilmunya di tengah-tengah masyarakat,” ujar Asep.

Perda pendidikan, lanjut dia, tidak menyentuh pada dunia pendidikan non formal seperti, pondok pesantren salafi atau tradisional. Padahal, keberadaan ponpes tersebut memerlukan campur tangan dari pemerintah. “Kalau Ponpes modern, dalam Perda itu ada campur tangan pemerintah dan sudah masuk dalam pendidikan formal. Ini yang akan kita lihat, agar Perda nya benar-benar komprehensif,” pungkasnya.

Asep juga menilai, Perda Tata Ruang Provinsi Banten belum detail. Sehingga, harus di review atau diganti. Artinya, Perda Tata Ruang masih bersifat konfensional. Padahal, ketika berbicara Perda Tata Ruang harus melihat berbagai sudut pandang, seperti investor dan sosial masyarakat.

“Saya melihat salah satu contoh tentang program jangka panjang Kawasan Tanjung Lesung. Karena, Perda RTRW nya sangat lemah. Maka, perusahaan yang mendapatkan izin pembebesan lahan, tidak ditarget berapa lama. Mereka harus melanjutkan proses pembengunan fisik KEK Tanjung Lesung. Sudah hampir 10 tahun kawasan itu tidak berjalan, dan saya melihat ini suatu kesalahan, terkesan perusahaan mendapatkan izin pembebasan lahan, tak berbeda dengan seorang calo – calo tanah. Nah, ini yang akan di review,” jelasnya.

Dengan tidak jelasnya pengaturan lebih lanjut dalam RTRW tersebut, maka masyarakat pemilik lahan dan warga sekitar menjadi rugi. “Yang ada setelah tanah dilepas oleh masyarakat ke pengembang, lahan itu menjadi tidak produktif dan hanya jadi lahan tidur,” imbuhnya. (metty/mardiana/jarkasih)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.