Praktisi: BPN Tidak Bisa Angkat Tangan Begitu Saja
LEBAK,SNOL–Kasus double sertifikat lahan Madrasah Diniyah (MD) yang dikuasai SDN 8 Muara Ciujung Timur (MCT), memancing reaksi sejumlah kalangan.
Praktisi hukum juga ikut angkat bicara terkait tanah yang berlokasi di Jalan KH Atim II Kampung Kebon Kopi Sukamaju Rangkasbitung Kabupaten Lebak ini. Badan Pertahanan Nasional (BPN) setempat diminta bertanggungjawab dengan persolan itu.
Praktisi hukum Kabupaten Lebak, Koswara Purwasaswita mengatakan, dua sertifikat untuk satu lahan adalah masalah yang serius. BPN harus bertanggungjawab sepenuhnya terkait persoalan surat tanah ganda itu karena dua-duanya prodak mereka (BPN,Red). BPN tidak bisa angkat tangan begitu saja, semuanya mesti dibenahi. Jangan terkesan “BPN lempar batu sembunyi tangan” dan seolah sembarangan mengeluarkan sertifikat.
“Sekarang itu, banyak kasus muncul double sertifikat. Tumpang tindih itu, semua masalah serius dan harus dibenahi. BPN tidak pantas bicara hanya mengurusi sesuai fakta di lapangan, ketika sertifikat dibuat. Soal ada masalah dikemudian hari, urusan belakangan katanya, BPN tidak bisa begitu. Ini kan tidak bener. Kalau begitu, seharusnya segala sesuatunya ditelusuri dulu kebenarannya,” kata Koswara, Selasa (12/5).
Menuturkan, yang bisa menguji segala sesuatunya adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), untuk mengeluarkan sebuah sertifikat. BPN jangan sembarangan mengeluarkan itu, apakah program ajudikasi atau program lainnya.
“Kecuali, yang saya bilang tadi. Yang satunya produk penggadaian, dan yang satunya lagi dari BPN. Ini kan keduanya produk BPN. Jangan sembarangan itu orang BPN, yang bermain atau tidak bermain akan ketahuan. Saya tidak akan bilang BPN tidak benar, tapi masyarakat sendiri yang akan menilai mereka nanti,” tambahnya.
Ditambahkannya, kalau persoalannya sudah begitu siapa yang salah? Lagi-lagi BPN tidak mau disalahkan. Pertanyaannya, apakah mereka terbuka atau diumumkan terkait cara pembuatan sertifikat, berapa lamanya, berapa biayanya, dan transparansinya mana?
“Katanya reformasi, ‘entut’. Reformasi apaan BPN. Kalau persoalan Dinas Pendidikan (Dindik) dan warga, itu konsekwensi hukum. Semuanya bisa mempertahankan hak masing-masing, jika sudah masuk persoalan hukum. Membuat sertifikat itu bukan pakai tapay (tape,red) tapi pake duit (uang), pertanggung jawabkan dong oleh BPN,” ujarnya lagi.
Senada dikatakan aktivis Keluarga Mahasiswa Lebak (KUMALA), Lukmanul Hakim. Ia mendesak BPN untuk bertanggungjawab, atas persolalan itu. Jangan sampai lempar batu sembunyi tangan, dan pihak Disdik juga jangan ngomong tidak tahu apa-apa. Mereka harus berlaku adil, jangan sampai saling salahkan.
“Kami sangat kecewa dengan sikap BPN yang pura-pura tidak tahu apa-apa. Padahal mereka yang mengeluarkan sertifikat itu, masa tidak tahu? Aneh sekali, patut diduga ada permainan terselubung antara pihak BPN dengan oknum Dindikbud. Kami juga akan mengawal persoalan itu, jangan sampai warga yang menjadi korban dengan permainan para oknum,” paparnya.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah warga dan ahli waris mendatangi kantor BPN Lebak. Mereka menyerahkan surat permohonan pembekuan sertifikat tanah yang dikeluarkan tahun 2006, dan meminta penjelasan kepada badan tersebut terkait adanya dua sertifikat lahan seluas 880 M2 yang saat ini digunakan sebagai bangunan SDN 8 MCT. (mg29/mardiana/jarkasih)