Pengaduan Konsumen Terhadap Leasing Tinggi
TIGARAKSA,SNOL—Aksi pengambilan paksa motor ataupun mobil di jalanan dan rumah oleh debt collector tergolong tinggi. Catatan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPKS) setempat, dari 30 kasus pengaduan yang masuk sekitar 20 kasus merupakan pengaduan penarikan paksa oleh leasing.
Wakil Ketua BPSK Ahmad Mahrusila mengatakan, di persidangan pihaknya paling sering menemukan kasus pengaduan soal penarikan paksa kendaraan oleh leasing melalui debt collector. Dikarenakan konsumen banyak menunggak pembayaran angsuran kredit kendaraan baik mobil ataupun motor.
“Dari Januari hingga April ini dari 30 laporan yang masuk ya paling banyak soal leasing, ada skeitar 20 pengaduan yang masuk. Jumlah pengaduan ini tergolong meningkat dari tahun kemarin yang hanya 25 kasus sengketa konsumen,” ujarnya kepada Satelit News, Selasa (21/4).
Mahru menjelaskan, umumnya masyarakat mengadu karena merasa dirugikan. Ia mencontohkan kasus yang terjadi kepada seorang konsumen. Menurutnya, konsumen tersebut mengadu lantaran mobil yang telah diangsurnya selama satu tahun diambil kembali oleh perusahaan penyedia jasa kredit mobil (leasing). Perusahaan tersebut menganggap konsumen telah melanggar perjanjian kontrak yakni menunggak angsuran selama dua bulan.
“Sebanarnya tidak boleh perusahaan lising menarik mobil angsuran yang sudah berjalan, ada tidak perjanjiannya waktu diawal membeli mobil. Kalaupun ada perjanjian tersebut itu artinya sudah melanggar aturan. Jadi pada dasarnya kasus apa pun yang dapat merugikan konsumen dan masuk dalam delik bisa dilakukan pelaporan ke BPSK,” jelasnya.
Mahrusila menambahkan, sejatinya konsumen punya hak atas kendaraan yang di kreditnya, selama ia masih meneruskan angsurannya. Kecuali konsumen sudah menyatakan tidak sanggup atau akan mengembalikan. “Jadi dalam kontrak akad kredit itu tidak ada klausul penarikan paksa, jika konsumen telat membayar angsuran. Kalaupun ada itu menyalahi aturan,” tandasnya.
Ketua BPSK Asep Jatmika menambahkan, sejauh ini banyak pengusaha yang tidak mengetahui dan paham mengenai undang-undang perlindungan konsumen Nomor 8 Tahun 1999, sehingga dampaknya para pengusaha banyak yang menyalahi aturan.
“Terakhir kasus Arbitrase yakni perusahaan list back BPKB. Di sana terjadi pelanggaran karena perusahaan tersebut menarik mobil konsumen. Padahal kan tidak boleh. Sampai sekarang belum terselesaikan karena kedua belah pihak belum bertemu,” terangnya.
Menurut Asep, hingga kini sudah ada kurang lebih 20 konsumen yang telah menempuh proses sidang, sementara sisanya masih dalam tahap proses. Lanjutnya, dalam persidangan kedua belah pihak harus hadir, sehingga dapat saling mengetahui letak permasalahannya.
“Kalau hanya satu pihak saja ya tidak bisa dilakukan persidangan. Dulu pernah ada kasus yang sampai ke ranah Mahkamah Agung dan dimenangkan oleh konsumen. Ada pula kasus parkir kendaran mobil yang hilang dan dimenangkan oleh konsumen. Nah itu ada di Kecamatan Balaraja, si perusahaan wajib mengganti jika parkiran tersebut bayar dan memiliki tanda bukti karcis masuk,” pungkasnya. (mg27/aditya)