Lahan Abadi Pertanian Terus Menyusut
TIGARAKSA,SNOL—Luas lahan pertanian abadi kian menyusut seiring pesatnya pembangunan. Saat ini lahan abadi diperkirakan hanya tinggal 24.000 hektar dari 29.000 hektar di tahun 2014. Kondisi ini menuntut pemerintah untuk mengarahkan petani agar lebih kreatif dalam memanfaatkan sisa lahan yang ada.
Kabid Tanaman Pangan Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan, Rusmiyati menjelaskan, pada tahun 2014 lalu luas lahan abadi pertanian masih sekitar 29.000 hektar, tetapi sekarang diperkirakan hanya tinggal 24.000 hektar. Berdasarkan pendataan, dari jumlah 29.000 hektar lahan abadi pertanian tahun lalu, sekitar 19.000 hektarnya digunakan untuk tanaman padi. Sedangkan sisanya adalah tanaman hortikultura, seperti bayam, kangkung dan bawang merah.
“Kemungkinan sih setiap tahun akan ada penurunan, tapi saya juga kurang tahu pasti berapa jumlahnya. Saat ini masih dalam tahap penghitungan oleh Dinas Tata Ruang. Ya kurang lebih 24.000 hektar saat ini sisanya,” ujarnya kepada Satelit News, kemarin.
Lanjut Rusmiyati, pihaknya menuntut para petani untuk lebih kreatif dalam memanfaatkan sisa lahan pertanian yang terus menyusut. Hal ini dimaksudkan agar para petani yang umumnya menghasilkan gabah kering bisa lebih optimal dan tidak tergerus oleh pembangunan.
“Lahan abadi ini akan bertahan untuk masa 20 – 30 tahun ke depan. Kemudian melihat luas lahan yang makin menyempit, maka petani harus lebih kreatif dalam mengoptimalkan lahan yang ada. Kami sedang mengupayakan agar hasil panen padi meningkat dari 6,5 ton per hektar menjadi 10 ton per hektar. Agar kapasitas produksi pertanian meningkat drastis, maka petani juga harus menggunakan bibit unggul agar hasilnya optimal,” jelasnya.
Sementara itu, Kasi Produksi Tanaman Pangan Rohayati menambahkan tahun 2014 silam Kabupaten Tangerang mampu menghasilkan gabah kering sebanyak 38697 ton dari seluruh wilayah. Namun saat ini diperkiran hasil tersebut tidak akan mampu dilampaui oleh para petani, mengingat jumlah lahan yang ada semakin menyusut. “Dulu di daerah Pantura itu masih banyak lahan pertanian, sekarang yang bisa dilihat hanya gudang-gudang penyimpanan barang,” tukasnya.
Seiring dengan perubahan zaman, kata Rohayati, masyarakat yang dulu mampu menghasilkan produk padi kini hanya bisa menjadi penjual sayur mayur. Hal ini dikarenakan luas lahan yang diperlukan untuk menanam sayur mayur jauh lebih kecil dibandingkan menanam padi.
“Kalau menjadi petani sayur mayur kemungkinan untungnya juga lebih besar. Kalau padi paling panen hanya 2 kali dalam setahun. Tapi kalau sayur mayur bisa 5-6 kali panen dalam setahun. Untuk tanam padi dibutuhkan lahan berhektar-hektar, sedangkan tanaman sayur-mayur bisa dengan lahan yang sempit,” pungkasnya. (mg27/aditya)