Alumni Disinyalir Provokatori Tawuran Pelajar
TANGERANG,SNOL— Setelah kejadian tawuran yang menewaskan Ahmad Arifin (16), salahsatu pelajar SMK PGRI 2 Tangerang, Senin (6/4) lalu, seluruh pihak sibuk menggelar rapat evaluasi.
Salah satu materi yang dibahas adalah upaya memutus mata rantai dari para alumninya agar tidak mempengaruhi para pelajar untuk melakukan aksi tawuran.
Setelah rapat yang digelar oleh Pemkot Tangerang, kali ini giliran DPRD menggelar evaluasi bersama Dinas Pendidikan dan Perwakilan Sekolah yang diduga terlibat tawuran. Rapat evaluasi digelar sekitar pukul 14.00 Wib, di ruang Badan Musyawarah (Banmus) DPRD.
Dalam kesempatan itu hadir sejumlah anggota Komisi II. Antara lain Sekretaris Komisi Amarno, dan Yati Rohayati, Sahabudin H Tamami dan Ade Suryadi. Sementara, dari pihak Dinas Pendidikan diwakili Kabid Pendidikan Menengah Ahmad Amarullah. Sedangkan dari pihak sekolah, hadir Kepsek SMK PGRI 2 Tangerang Syamsul Bahri, Kepsek SMK Yuppentek 1 Suratno, Kepsek SMKN 4 Tangerang Sutarjiwo, Kepsek SMKN 2 Tangerang Dedi dan perwakilan SMK Vochtec 1 Kusnadi.
“Ini adalah pembunuhan yang tergolong sadis yang dilakukan oleh pelajar. Apakah itu direncakan atau tidak, kita serahkan ke pihak kepolsian. Kami Komisi II terus dicecar oleh teman-teman media, masyarakat, LSM/ormas, kenapa bisa terjadi,” kat Ade Suryadi yang memimpin rapat evaluasi, Jumat (10/4).
Politisi asal partai berlambang Mercy ini menyatakan, rapat evaluasi ini bukan sebuah penghakiman tapi sebagai tanggungjawab moral terhadap insiden yang sudah terjadi. Pihaknya juga meminta penjelasan seputar sebab musababnya supaya tidak salah menyampaikan kepada publik termasuk media.
“Pembinaan terhadap siswa sebenarnya harus dilakukan sejak ditingkatan SD, karena sebenarnya banyak juga anak SD yang sudah mulai tawuran kecil-kecilan. Ini menjadi penting supaya ketika sudah sampai pada tingkatan menengah atas tidak terjadi yang namanya tawuran,” jelasnya.
Fenomena tawuran ini sebenarnya sudah terjadi turun temurun yang tak pernah putus dari pengaruh seniornya atau alumninya. Maka dalam kesempatan ini pihaknya ingin merumuskan formulasi yang tepat untuk memutus mata rantai tersebut.
“Kok bisa terjadi. Pastinya ada pihak ketiga yang menjadi provokator. Makanya disini kita ingin cari jalan keluar, supaya para seniornya tidak menularkan virus tawuran tersebut,” tuturnya.
Akibat insiden tawuran ini, dunia pendidikan di Kota Tangerang menjadi tercoreng. Padahal, Kota Tangerang identik sebagai Kota Pelajar, Kota Pendidikan dan mempunyai program Tangerang Cerdas. Terlebih lagi akan menghadapi Ujian Nasional, sehingga ini menjadi pukulan telak bagi semuanya.
“Pertemuan ini akan tetap kontinyu berjalan karena pengaruh sosial dari luar yang sulit dikendalikan. Dari alumni atau senior sebagai mata rantai sulit diputus, makanya kami minta tetap kondusif. Usahakan tidak ada upaya provokasi serangan balik,” imbuh Ade.
Kepsek SMK PGRI 2 Tangerang, Syamsul Bahri mengatakan bahwasanya pasca terjadi tawuran itu pihak sekolah sudah berupaya membuat situasi dan kondisi menjadi kondusif. Sehari setelah kejadian, sekolah juga sudah mengumpulkan semua siswa untuk diberikan arahan.
“Saya sampaikan ke anak-anak, tidak perlu ada balas dendam. Bahkan kita ancam dengan sanksi tegas. Namun dari pihak kami, yang namanya siswa ketika temannya meninggal dengan sadis dan tragis, mereka berharap pelaku bisa ditangkap dan mempertanggungjawabkan perbuatannya,” kata Samsyul.
Pria berkumis tebal ini juga menyampaikan, apapun keadaannya harus dihadapi dengan tenang. Jadikan apa yang sudah terjadi sebagai pelajaran. Pihak sekolah juga mengingatkan kepada para siswa ketika pulang sekolah diharuskan langsung pulang kerumah. Kalau ada yang ketahuan nongkrong langsung dikenakan sanksi.
“Kita minta polisi dapat mengusut tuntas kasus ini. Siapa pelakunya harus dijerat dengan hukum yang berlaku,” ujarnya.
Kepsek SMK Yuppentek I, Suratno mengungkapkan, pasca kejadian berdarah itu dia terkejut melihat pemberitaan yang menyebutkan pelaku pembunuhan terhadap pelajar SMK PGRI 2 Tangerang adalah dari pelajar SMK Yuppentek 1 Tangerang. Menurutnya, keterangan itu sangat disayangkan karena dirinya yakin pelakunya adalah bukan dari anak didiknya.
“Saya baca koran yang bunuh dari Yupentek 1. Itu saya sangat sayangkan karena saya sudah cek tidak ada pelajar yang bolos dan tidak ada orangtua yang melapor anaknya hilang. Bahkan saya sempat protes Kapolres, kan seharusnya menggunakan asas praduga tak bersalah,” jelasnya.
Akibat pemberitaan tersebut, Suratno mengaku citra SMK Yuppentek 1 Tangerang menjadi buruk. Padahal sekolah sedang berusaha memperbaiki citra dengan membuka penerimaan siswa baru.
“Kalau sering tawuran saya akui, karena itu sejarah panjang. Yang namanya SMK Mantan STM pasti identik tawuran. Tapi insiden kemarin saya yakin pelakunya bukan dari SMK Yuppentek 1. Saya sudah cek dan investigasi lapangan.
Pihak sekolah sudah melakukan antisipasi pencegahan tawuran antar pelajar. Sekolah akan menerapkan sanksi tegas bagi siswa yang terlibat. Kemudian sekolah juga sering komunikasi bersama orangtua dengan penuh kesabaran. Tentunya, ia mengakui memberikan efek jera bukan seperti membalikkan telapak tangan. “Tawuran bukan produk sekolah dan bukan produk orangtua, tapi rata-rata yang tawuran kalangan ekonomi bawah,” tandasnya.
Kepsek SMKN 4 Tangerang, Sutarjiwo mengatakan, pembinaan terhadap siswa sudah berjalan sesuai aturan. Kejadian tawuran kemarin adalah di luar sekolah dan itu di luar kemampuan sekolah juga.
“Lokasi sekolah kami dekat dengan SMKN 2 dan Yuppentek 1 di Jalan Veteran, makanya kita terus menjalin kerjasama untuk berkomunikasi saling memberikan informasi,” kata Sutarjiwo.
Bahkan yang namanya Akhlakul Karimah, lanjut Sutarjiwo, selalu dikedepankan. Waktu jam belajar di SMKN 4 juga panjang sampai jam 3 sore, sehingga setelah pulang sekolah mereka sudah lelah. Upaya menekan adanya tawuran juga dilakukan dengan banyaknya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.
“Kejadian Senin lalu kami tidak menduga, biasanya terjadi Jumat-Sabtu. Kebetulan Senin sedang ada kegiatan UTS kelas 1 dan 2, sedangkan kelas 3 pemantapan. Kami juga tidak tau ada siswa kami yang di Polsek, ternyata saat itu sedang nunggu angkot, dan siswa kami hanya dimintai keterangan,” katanya.
Kepsek SMKN 2, Dedi menjelaskan, antisipasi tawuran pelajar juga terus digalakan dengan melakukan pembinaan terhadap siswa. Bahkan bagi siswa yang terlibat harus menerima konsekwensinya. Dalam hal ini pihaknya juga berharap dapat bekerjasama dengan aparat Satpol PP.
“Anak sekarang lebih takut guru daripada petugas Satpol PP. Kegiatan razia rutin dilakukan oleh Wakasek kesiswaan. Kita ada sanksi. Bagi yang terlibat tawuran dikeluarkan, itu sudah ada pernyataan di atas materai yang ditandatangani anak dan orang tua,” tuturnya.
Untuk mengeluarkan seorang siswa yang bermasalah juga tidak sembarangan. Dijelaskannya, sekolah akan melepas siswa tersebut apabila dia sudah diterima di sekolah lain sehingga kebutuhan pendidikan tetap terpenuhi.
Sementara, Kusnadi perwakilan dari SMK Vochtec 1 mengungkapkan, pihaknya juga merasa keberatan terkait pemberitaan yang kurang tepat. Pasalnya SMK Vocteh lokasinya ada di Cimone, berjauhan dengan sekolah yang ada di Veteran dan Cikokol.
“Memang benar, sekolah kami masuk 5 besar tawuran tapi tidak ada yang terlibat sama sekali. Bahkan anak yang paling bandel, jarang masuk sudah kami beri surat pernyataan dengan orangtua. Kami tidak pandang bulu,” ucapnya.
Kusnadi setuju dengan usulan terkait memutus mata rantai senior atau alumni yang mengajarkan untuk tawuran. Pihaknya juga menyampaikan ke pihak kepolisian, jika di lingkungan sekolahnya kerap ada alumni-alumni yang suka datang dan memalak siswa.
“Sekolah kami 100 persen tidak terlibat, karena saat kejadian tidak ada yang disitu. Akibat pemberitaan ini citra sekolah menurun. Padahal kami berusaha meningkatkan citra,” tukasnya.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Komisi II DPRD, Amarno mengatakan, pihaknya mendorong kepolisian agar segera menuntaskan kasus tersebut. Warga kota sudah dikejutkan dengan insiden yang memilukan. Pihaknya sebagai wakil rakyat merasa terpukul.
“Kita disini bukan mengadili intinya silaturahmi, berdiskusi membantu persoalan. Pesan saya semacam ini harus dijaga agar tidak terulang. Kasus ini luar biasa, upaya preventif dan sistematis harus dilakukan agar tidak terjadi lagi, jangan setelah terjadi baru sibuk,” ucapnya.
Wakil rakyat lainnya, Yati Rohayati menambahkan, untuk mengantisipasi adanya tawuran kembali, pihak sekolah harus memperketat pengawasannya. Seorang guru bukan hanya berkewajiban mendidik sisi intelektual siswa tetapi akhlak, budi pekerti dan karakter juga penting.
“Kita juga sedang menggodok Raperda Diniyah. Satpol PP terus berjaga bukan hanya jagain PKL tapi juga menjaga tempat tertentu yang rawan akan tawuran. Kalau perlu kita bentuk pengawasan tim terpadu, mengantisipasi rawan tawuran,” ujarnya.
Sahabudin H Tamami menuturkan, pihaknya berharap insiden tawuran tidak terulang, apalagi aksi balas dendam. Semua sekolah memang sudah mengantisipasi, namun kita tidak tahu isi hati seseorang. Maka harus dilakukan pantauan mengantisipasi kejadian ini.
“Kami khawatir serangan balik. Di sekolah mungkin siswa takut, tapi diluar ada pihak ketiga yang mencoba mengompori. Kita harus kerja ekstra agar tidak lepas begitu aja, tolong dipantau, karena banyak siswa dan orangtua yang takut,” katanya. (uis/jarkasih)