Penghapusan Undang-Undang SDA Masih Bikin Resah
KELAPA DUA,SNOL—Penghapusan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) masih membuat resah. Baik di kalangan pemerintah maupun pihak swasta sekalipun.
Hal ini terungkap dalam seminar dan diskusi dampak penghapusan tersebut di Hotel Atria, Kecamatan Kelapa Dua, Selasa (7/4).
Seminar ini digelar oleh DPD Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi) Banten dan Pemkab Tangerang. Sejumlah perwakilan dari pemerintah kota/kabupaten se Banten juga turut hadir. Termasuk kehadiran Ketua Umum DPP Perpamsi Rudi Kusmayadi, Direktur PDAM se Provinsi Banten dan Direktur Perusahaan Pengelolaan Air Swasta se Provinsi Banten.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Perpamsi Banten Rusdi Mahmud mengatakan, dengan dibatalkannya UU SDA, MK menghidupkan kembali UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang pengairan untuk mencegah kekosongan hukum hingga adanya pembentukkan undang-undang baru. Karenanya, segala bentuk pengelolaan air tidak lagi berdasar pada UU SDA, tetapi UU Pengairan. MK Menyatakan UU SDA bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
“Dasar dari permohonan penghapusan/pencabutan UU SDA, karena penerapan sejumlah pasalnya dinilai membuka peluang privatisasi, serta komersialisasi pihak swasta atas pengelolaan SDA yang merugikan masyarakat sebagai pengguna air. Untuk itu kami menggelar acara seminar dan diskusi agar pemerintah daerah bisa memahami maksud dari putusan tersebut, mudah-mudahan bisa memberikan pencerahan,” jelas Rusdi.
Sementara itu, Bupati Tangerang A. Zaki Iskandar mengatakan, dampak keputusan tersebut bagi pemerintah daerah yakni berbagai peraturan daerah (Perda) maupun peraturan bupati/walikota yang telah dibuat sebelumnya terkait Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) telah kehilangan landasan yuridisnya.
“Pemerintah daerah akan menanggung resiko pengembalian modal kepada pihak swasta, jika terjadi terminasi kontrak. Serta akan terbebani untuk menanggung penyertaan modal bagi PDAM, dalam mencapai program RPJMD tentang sistem penyediaan air minum. Saya harap hasil putusan MK bisa dibuatkan Peraturan Pemerintah (PP) terkait pengelolaan air, agar Pemkab Tangerang dan pemerintah kabupaten/kota lainnya bisa memiliki aturan dan ketetapan yang baku terkait putusan tersebut,” harap Zaki.
Selain itu, Peniliti dan Pemerhati SDA di Indonesia, yang juga menjadi narasumber dalam seminar tersebut, Mohammad Mova Al’Afghani mengungkapkan, setiap penguasaan atas air tidak boleh mengganggu, mengesampingkan apalagi meniadakan hak rakyat atas air. Karena bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya selain harus dikuasai oleh negara, juga peruntukannya adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Saya harap kepada pemerintah daerah, khususnya perusahaan air baik swasta maupun BUMD agar tidak resah tentang keputusan pencabutan UU tersebut oleh Mahkamah Konstitusi,” pungkasnya. (aditya)