Pemkot akan PTUN-kan Putusan Mendagri

Soal Penyelesaian Sengketa Batas Lahan di Bandara

TANGERANG, SNOL—Pemerintah Kota Tangerang menunggu keluarnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) terkait penyelesaian sengketa batas wilayah Bandara Soekarno-Hatta dimana akhirnya masuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Tangerang. Jika Permedagri yang dimaksud sudah terbit, Pemkot berniat melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai bentuk perlawanan.

        “Kita sedang tunggu Permendagrinya, kalau keluar ya nanti kita gugat. Karena kalau mengacu pada arsip yang kita punya, seharusnya itu masuk wilayah Kota Tangerang,” jelas Walikota Tangerang Arief R Wismansyah saat berdialog dengan sejumlah anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM), Senin (15/9) siang.

       Arief mengatakan, pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk memperjuangkan lahan yang kini telah dibangun menjadi Terminal II dan III Bandara Internasional Soekarno Hatta. Pemkot mengacu pada UU No. 2/1993 tentang pembentukan Kota Madya Tangerang. Disana disebutkan peta wilayah nomor HPL/Nomor 1 GS.476/1990, dan Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 146/Kep.174/86 tentang Pengesahan Batas Wilayah Desa Pajang, Jurumudi dan Belendung Kecamatan Batuceper, wilayah Bandara Internasional Soekarno Hatta secara keseluruhan masuk dalam wilayah Desa Pajang yang merupakan bagian dari wilayah Kota Tangerang.

       “Hanya saja, pada UU tersebut hanya melampirkan sketsa, bukan peta. Sejak dibentuk, Kota Tangerang tidak punya batas wilayah. Karena itu, pada 11 Juli 2014 lalu, Kemendagri mengundang saya dan Bupati Tangerang untuk menentukan koordinat yang nantinya dijadikan bawas wilayah,” jelas Arief.

       Namun Mendagri memutuskan bahwa koordinat batas wilayah bandara antara Kabupaten dan Kota Tangerang berdasarkan asal-usul atau historis wilayah tersebut, di mana masuk ke dalam wilayah Desa Rawa Rengas dan Desa Rawa Burung Kabupaten Tangerang. “Tadinya itu diklaim sampai Pintu M1 Bandara atau seluas 450 hektare, tapi kita ngotot dari mana dasarnya. Akhirnya yang diputuskan hanya 320 hektare saja yang masuk wilayah Kabupaten Tangerang. Kita berhasil memperjuangkan 130 hektare,” jelas Arief.

       Arief mengaku tidak bisa berbuat banyak karena secara administratif penentuan wilayah tersebut merupakan kewenangan Mendagri. Untuk itu, saat ini pihaknya hanya menunggu batas wilayah itu dibuat menjadi Permendagri. “Kita kan lihat gimana isi Permendagrinya, kalau memang perlu ya kita gugat. Tapi kita sedang cari bukti dan kajiannya, jangan sampai gugatan ini cuma jadi pepesan kosong,” tukasnya.

        Sebelumnya anggota LSM dipimpin Ibnu Jandi mendatangi Pemkot dan menyatakan dukungannya terhadap langkah Pemkot mengajukan gugatan.   Menurutnya, jika mengacu pada UU No 2/1993, lahan yang menjadi sengketa itu harusnya sudah menjadi milik Pemkot Tangerang.

        “Artinya semua pihak harus dapat mematuhi UU terebut. Dengan lepasnya lahan dan aset seluas 320 hektare, Kota Tangerang telah kehilangan potensi pajak sebanyak Rp100 miliar dalam setahun yang seharusnya bisa menjadi sumber dana pembangunan. Jadi Pemkot harus ngotot dan Walikota harus menunjukkan sikap politiknya, lahan ini harus kita perjuangkan,” pungkasnya. (uis/made)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.