Pejabat Pintar Baca Celah Korupsi
SERANG,SN—Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Serang Raya (Unsera) Abdul Malik mengatakan, tingginya angka korupsi yang melibatkan pejabat di Pemprov Banten, bukan akibat kurangnya pemahaman terhadap sistem, tetapi karena kepintaran pejabat mencari celah korupsi dari sistem itu.
“Salah satu faktor birokrat korupsi adalah pada kualitas sumber daya manusia (SDM). Tapi, saya melihat, kualitas birokrat di Banten dilihat dari latar belakang pendidikannya luar biasa bagus atau bahkan dikatakan gudangnya orang pintar. Sayangnya, juga disebut sebagai gudangnya perilaku korupsi,” ujar Malik dalam diskusi membedah birokrasi di Pemprov Banten yang dilaksanakan Forum Diskusi Wartawan Harian (FDWH) Banten, di Rumah Makan Kebon Kubil, Cipocok Jaya, Kota Serang, Senin (15/9).
Menurut Malik, para pejabat Pemprov Banten yang terlibat dalam kasus korupsi bukanlah pejabat dengan latar belakang sembarangan. Mereka adalah pejabat dengan SDM yang tidak perlu diragukan lagi mengingat latar belakang pendidikannya minimal strata satu.
“Persoalannya kan sekarang bukan pada kualitas SDM-nya, tapi lebih kepada mentalitas SDM-nya. Perilaku korupsi itu menunjukkan bahwa mentalitas pejabat sudah rusak,” katanya.
Malik menuturkan, tren korupsi di Banten merupakan dampak dari sistem yang sebelumnya telah terbangun dengan kokoh. Sementara, proses transisi kepemimpinan dari Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah kepada Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Banten Rano Karno belum banyak membawa perubahan. Menurut dia, Rano terlihat bimbang dan masih ragu dalam menentukan sikap kepemimpinannya ke depan.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Banten Kurdi Matin tidak menampik hal tersebut. Menurut dia, proses korupsi dan gratifikasi di Pemprov Banten sedemikian besar karena struktur dan mentalitas pejabat yang sudah rusak.
Kurdi mengaku, saat ini Pemprov Banten tengah menginventarisasi para pegawai yang berkualitas, baik secara latar belakang pendidikan maupun mentalitas. Menurut dia, dengan banyaknya pegawai berlatarbelakang tinggi, menjadi modal cukup besar untuk melakukan perubahan dan perbaikan dalam sistem pemerintahan di Banten.
“Sekarang kita sedang membangun motto baru, yakni jangan membenarkan yang biasa, tapi membiasakan yang benar. Karena, kerusakan sistem yang terjadi di Banten itu bukan mutlak karena pejabatnya, tapi juga struktur dan mentalitas yang dibangun,” tutur Kurdi. (dwa/crd/bnn)