Jubir DKPP: Jangan Terpaku Pembinaan Kuratif
JAKARTA,SNOL Sejak dibentuk hingga satu setengah tahun menjalankan tugasnya, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah memroses sebanyak 510 perkara dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
Juru Bicara DKPP Nur Hidayat Sardini menjelaskan, dari angka sebesar itu direhabilitasi 315 orang, yang dikenakan sanksi teguran tertulis 101 orang, pemberhentian sementara 13 orang, dan pemberhentian tetap 98 orang.
“Dengan banyaknya anggota penyelenggara Pemilu yang dikenakan sanksi, sudah semestinya apabila pimpinan penyelenggara Pemilu mengintensifkan pembinaan kepada jajaran KPU dan Panwaslu di daerah,” ujar Nur Hidayat, yang juga anggota DKPP, di Jakarta, Minggu (22/9).
Dia menyarankan, pembinaan yang dilakukan KPU dan Bawaslu semestinya diubah. Jangan terpaku pada hanya pembinaan yang bersifat kuratif. Tapi sudah saatnya diubah dengan pendekatan-pendekatan bersifat prefentif dan bila perlu preemptif.
Maksudnya, jajaran penyelenggara Pemilu di atasnya baru mau turun tangan ke bawah ketika ada masalah. Kalau masalah sudah mengemuka, maka tidak akan efektif.
“Perkara-perkara yang disidangkan di DKPP banyak mengungkap fakta bahwa, penyelenggara Pemilu di tingkat kabupaten/kota baru didampingi, disupervisi, dan diinspeksi ketika sedang menghadapi persoalan di DKPP, misalnya,” terang dosen FISIP Universitas Diponegoro itu.
Dalam pendekatan preemptif, Sardini mengharapkan agar jajaran KPU dan Bawaslu semestinya menjangkau kapasitas dan integritas per individu anggota penyelenggara Pemilu.
“Metode peningkatan kapasitas dapat diubah, tidak seperti sekarang ini, sementara peningkatan integritas dilakukan dengan cara memonitoring dan mengevaluasi kepada setiap individu,” ujar mantan Ketua Bawaslu, yang dekat dengan kalangan jurnalis itu.
Dengan pembinaan preemptif, lanjut dia, seorang penyelenggara Pemilu ditingkatkan keterampilan dan penguasaan teknik-teknik Pemilu dan pengawasan Pemilu, dipantau dan dievaluasi kinerja per individu dalam kala tertentu, hingga pengawasan inspektorasi berbasis pada kapasitas dan integritasnya.
Pembinaan tak semestinya berhenti ketika mereka dilantik lalu memberikan Bimtek semata. Dalam jangka beberapa minggu dan bulan semestinya mereka dicek terhadap kinerja yang dilakukannya dengan basis orang-seorang.
“Dengan cara demikian diharapkan terjaganya penyelenggara Pemilu yang memiliki kepemelukan teguh terhadap trilogy penegakan kode etik yakni kemandirian, integritas, dan kredibilitasnya, sebagaimana maksud undang-undang penyelenggara Pemilu,” urainya.
Bimtek yang digelar DKPP di Lombok kali ini merupakan kali ketiga dari rangkaian Bimtek beberapa putaran yang digelar DKPP se-Indonesia. Kegiatan ini diikuti oleh Ketua/anggota KPU provinsi, Bawaslu provinsi, dan jajaran sekretariat penyelenggara Pemilu se-Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Maluku Utara, serta Papua dan Papua Barat. Acara dimulai sejak Jumat (20/9) hingga Ahad (22/9) ini. (sam/jpnn)