Dua Akademisi Untirta Divonis 2 dan 3 Tahun
SERANG, SNOL Dua terdakwa kasus dugaan korupsi pada proyek pengadaan barang dan jasa paket peralatan laboratorium Untirta dari APBN-P 2010 melalui Kemendikbud, divonis bersalah.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Serang, Senin (1/7) memvonis mereka berbeda. Meski divonis berbeda, keduanya sama-sama mendapatkan hukuman yang lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Dalam sidang kasus korupsi proyek senilai Rp Rp49 miliar itu, terdakwa Dusep Suhendar selaku dosen Fakultas Pertanian divonis dua tahun penjara, sedangkan Alfian selaku anggota panitia pengadaan diganjar tiga tahun penjara.
Keduanya juga masing-masing dikenakan denda Rp50 juta subsidair 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti (UP) untuk Alfian senilai Rp226 juta subsidair 1 tahun penjara, sedangkan untuk Dusep senilai Rp203 juta (sudah dikembalikan).
Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya yang menuntut Dusep selama lima tahun penjara dan Alfian enam tahun penjara. Dendanya juga berkurang, sebelumnya dalam tuntutan keduanya masing-masing dibebankan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Untuk Alfian juga dibebankan uang pengganti senilai Rp563 juta subsidair dua tahun penjara. Sedangkan Dusep tidak dibebankan uang pengganti karena telah membayar seluruhnya uang yang dinikmati pada saat penyidikan dan persidangan se-nilai total Rp203 juta.
Dalam amar putusannya, majelis hakim yang dipimpin oleh Poltak Sitorus juga berbeda pendapat dengan jaksa mengenai penerapan pasal. Majelis menyatakan kedua terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsidair yakni pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang no 31 tahun 1999 tentang Tipikor jo Undang-undang no 20 tahun 2001 tentang Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1. Sebelumnya, jaksa AR Kartono menyatakan keduanya terbukti melanggar pasal 2 ayat 1 UU Tipikor.
Majelis hakim menyatakan, terdakwa Dusep telah bersama-sama dengan Purek II Untirta, Sudendi, yang bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Edwin Perdana yang menjabat ketua panitia pengadaan, melakukan pertemuan dengan pihak Permai Grup untuk mengatur agar penyedia barang pada proyek tersebut dari Permai Grup.
“Dari fakta persidangan terungkap, terdakwa Dusep turut membantu dana pendukung dengan aktif melakukan pertemuan dengan Permai Grup baik sebelum lelang maupun sesudah. Terbukti terdakwa mengikuti pertemuan-pertemuan diantaranya di Senayan City, FX, dan Hotel Haris. Dari pertemuan itu, terdakwa menerima uang total dari permai grup Rp203 juta. Ada pihak-pihak lain yang juga diuntungkan akibat perbuatan terdakwa,” ungkap Poltak seraya menyatakan terdakwa Alfian juga selaku panitia pen-gadaan telah menerima sejumlah uang dari Permai Grup melalui Gerhana Sianipar.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebutkan hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk Dusep, hal yang memberatkan selaku dosen tidak menjadi contoh yang baik untuk masyarakat khususnya masyarakat kampus, mencoreng nama baik universitas sebagai lembaga pendidikan.
“Hal yang meringankan Dusep adalah terus terang, sopan, sudah cukup lama mengabdi sebagai PNS, belum pernah dihukum, sadar salama pemeriksaan dengan mengembaikan uang Rp203 juta,” kata anggota hakim.
Sedangkan untuk Alfian, hal yang memberatkan terdakwa berbelit belit, tidak terus terang dalam memberikan keterangan, mencoreng nama baik kampus. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa sopan, belum pernah dihukum, sudah lama mengabdi sebagai karyawan di Untirta, dan masih memiliki tanggungan keluarga.
Menanggapi putusan tersebut, kedua terdakwa maupun jaksa menyatakan pikir-pikir. (bagas/deddy/bnn)