Alkes Dinkes Terindikasi Rugikan Negara Rp 32 M
SERANG, SNOL BPK menemukan adanya indikasi kelebihan pembayaran dalam pengadaan alat kesehatan (Alkes) yang dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi Banten.
Dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang disampaikan kepada Pemprov dan DPRD Banten itu, disebutkan pengadaan Alkes pada tahun 2012 terindikasi telah merugikan negara puluhan miliar rupiah.
Berdasarkan rilis yang diterima Banten Pos (Satelit News Group) dari BPK RI Perwakilan Provinsi Banten disebutkan bahwa pada tahun 2012 Pemprov Banten menganggarkan belanja modal pada Dinas Kesehatan (Dinkes) sebesar Rp 188,5 miliar.
Dalam surat yang ditandatangani Kepala Sub Bagian SDM, Hukum dan Humas BPK RI Perwaklian Provinsi Banten, Agnes Resi Dewi itu, terungkap realisasi anggaran dari kegiatan itu mencapai Rp186,2 miliar atau 98,78 persen. Namun dalam realisasinya terindikasi kerugian negara sebesar Rp 32, 06 miliar.
Dalam rilis itu dicantumkan beberapa poin yang terindikasi telah menyebabkan kerugian negara. Pertama adalah alat yang diterima tidak lengkap sebesar Rp 5,86 miliar, alat tidak sesuai dengan spesifikasi Rp 6,39 miliar dan alat yang tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan. Hal tersebut mengakibatkan adanya kelebihan pembayaran yang berindikasi merugikan keuangan daerah sebesar Rp 30,39 miliar.
“Selain itu dalam pengadaan salah satu alkes yakni Bio Feed Back diduga terjadi kemahalan harga pengadaan sebesar Rp 1,63 miliar, serta keterlambatan penyelesaian pekerjaan atas empat paket di Dinkes, namun belum dikenakan denda sebesar Rp 40,36 juta,” tulis Agnes Resi.
Bila ditotal, seluruh kerugian negara yang timbul dari kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan BPK, mencapai Rp32,06 miliar.
Selain itu, BPK juga menemukan penyimpangan dalam penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pengadaan alkes tahun 2012 yang ditetapkan Dinkes Banten. Disebutkan, HPS yang ditetapkan tidak dapat memberikan jaminan kepada Pemprov Banten untuk memperoleh harga paling menguntungkan. Karena dalam HPS itu masih mengandung komponen keuntungan sebesar Rp16,04 miliar yang seharusnya tidak dapat diperhitungkan dalam penyusun HPS.
Dalam rilis itu juga dicantumkan kesimpulan BPK RI atas hasil pemeriksaan itu. BPK menyimpulkan, pertama, sistem pengendalian intern atas belanja modal tidak berjalan secara efektif. Kedua, proses realisasi belanja modal belum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dalam pengadaan barang dan jasa.
Dalam poin tanggapan BPK juga meminta Dinkes agar menyetorkan kembali kelebihan pembayaran dan kepada para pejabat yang bertanggungjawab akan dikenai sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
BPK juga mengeluarkan rekomendasi kepada Dinkes Banten agar memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada pejabat dan personel terkait dengan pengadaan barang dan jasa, melengkapi dan mengganti alat kesehatan, mempertanggungjawabkan kelebihan pembayaran dan denda keterlambatan dengan menyetor ke kas daerah. “Dinkes juga diminta membuat standar prosedur operasional terkait pemeriksaan dan penerimaan hasil pengadaan barang dan jasa,” kata Agnes.
Kepala Inspektor Provinsi Banten, Takro Jaka Rooseno membenarkan adanya penyerahan laporan pemeriksaan atas belanja daerah pada Dinkes Provinsi Banten tahun anggaran 2012. “Betul tadi (kemarin, red) pagi saya ditugaskan oleh Pak Sekda untuk menghadiri undangan BPK RI Perwakilan Provinsi Banten. Tapi untuk materinya besok saja, kalau tidak langsung saja tanyakan kepada Pak Sekda,” kata Takro singkat.
Terpisah, Kepala Dinkes Banten Djadja Buddy Suhardja tak berhasil dikonfirmasi. Ketika dihubungi melalui telepon selulernya, Djadja tak menjawab panggilan dari Banten Pos. (rus/enk/bnn)