DPRD Banten Tersandera Kasus Korupsi

SERANG,SNOL—Jika ada anggota DPRD Banten yang tersandung kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor), menandakan bahwa ada kesalahan dari Partai Politik (Parpol) terkait, saat melakukan rekrutmen calon anggota legislative (Caleg).

Parpol tidak lagi mengedepankan idiologi yang jelas, ketika menerima seseorang menjadi Caleg. Padahal, persoalan tersebut harus diperhatikan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.

Demikian disampaikan pengamat politik dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten Gandung Ismanto, Rabu (18/3). Menanggapi adanya salah seorang anggota Komisi III DPRD Banten dari Partai Golkar Dessy Yusandi, yang ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Puskesmas di algaeindustrymagazine.com Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), tahun 2011-2012 dan yang bersangkutan telah ditahan.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan http://euromedforum.org/get-viagra Politik (FISIP) Untirta ini mengatakan, parpol yang akan mengusung calegnya maju menjadi calon anggota DPRD dan DPR. Mestinya melihat integritas, dan rekam jejak mereka. Jangan sampai merugikan partai, ketika ia terjerat masalah. Begitu juga, ketika parpol membuka lamaran Bakal Calon Kepala Daerah (Balon Kada).

“Saya kira, saat ini masalah itu ada di semua parpol. Khususnya diwilayah Banten. Masalah ini sudah menjadi sistemik, bahwa politik itu mahal harganya, sehingga orang yang memiliki integritas tinggi sementara tak memiliki banyak uang. Jangan harap bisa menjadi anggota dewan atau kepala daerah,” ujarnya.

Jika persoalan ini dibiarkan berlarut-larut, tidak menutup kemungkinan kasus korupsi akan semakin marak. Tidak hanya dilingkungan pemerintahan saja, melainkan menyebar ke semua sektor. Dimana ada korelasi seorang anggota legislative atau kepala daerah dengan sektor tersebut, yang intinya kedua lembaga pemerintahan itu akan menggunakan kekuatannya agar modalnya kembali, sehingga mereka melakukan berbagai macam langkah dengan menghalalkan segala cara.

“Asumsi saya, ini mungkin tidak benar. Tetapi, kebanyakan terjadi seperti itu. Karena, sudah menjadi sistem politik yang mendarah daging,” papar Gandung.

Disinggung wacana pemerintah (Kemendagri,red) yang akan memberikan dana Rp 1 Triliun kepada parpol, untuk menekan tingginya angka korupsi. Gandung menyatakan, kebijakan itu tidak akan berbanding lurus dengan berkurangnya Tipikor, jika sistem politik berbiaya mahal tidak dirubah.

“Bukan saya tidak setuju dengan bantuan itu, tetapi harus profesional dan proporsional. Sesuai dengan tujuan parpol didirikan, yakni mencerdaskan masyarakat di bidang politik,” ujarnya lagi.

Soal upaya yang harus dilakukan parpol, agar kadernya tidak melakukan korupsi. Gandung berpendapat, bahwa parpol tersebut harus memperbaiki sistem rekruitmen dan memberikan sanksi yang tegas, baik secara moral maupun hukum terhadap kadernya yang melanggar.

“Bagaimana mungkin kita membersihkan lantai, kalau sapunya saja masih kotor,” pungkasnya.

Fungsionaris DPD Partai Golkar Provinsi Banten yang enggan disebut identitasnya mengaku, sependapat dengan pernyataan Gandung tersebut. Katanya, proses rekruitmen caleg atau kepala daerah yang dilakukan oleh Partai Golkar, sudah sesuai dengan mekanisme aturan yang berlaku. Bahkan, melibatkan berbagai unsur pada saat penjaringan.

“Ketika menjabat, ternyata dia diduga melakukan korupsi. Yang salah bukan parpolnya, melainkan pribadinya,” kilahnya.

Ia enggan memberikan penjelasan, ketika disinggung soal pendampingan hukum terhadap Desy Yusandi. Ia berdalih, hal tersebut merupakan ranah pimpinan, yang tentunya melalui proses pembahasan diinternal partai.

Seperti diketahui, Kejagung menahan anggota DPRD Banten dari Partai Golkar Desy Yusandi. Dalam kasus tersebut, Kejagung kembali akan memeriksa dari pihak swasta, yaitu Herdian Koosnadi (Komisaris PT Mitra Karya Rattan). Yang juga diduga terlibat dalam proyek yang menelan anggaran Rp 7,8 Miliar tersebut. (ahmadi/mardiana)