BPD Keluhkan Aturan Pelaksanaan Pilkades

JAYANTI,SNOLAturan pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) masih menjadi pertanyaan di kalangan Badan Pemusyawaratan Desa (BPD).

Salah satunya BPD Pasir Gintung Kecamatan Jayanti yang menilai ada beberapa poin yang perlu dijelaskan lebih lanjut, yakni pembentukan tim pengawas dan http://fecledmi.org/buy-viagra-50-mg pembatasan calon kepala desa (Kades).

            Ketua BPD Pasir Gintung, Kecamatan Jayanti, Abdurrosyid Siddiq mengungkapkan, dalam materi sosialisasi yang disusun oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, dan Pemerintahan Desa, ada klausul berbunyi Tim Pengawas Pilkades ditetapkan dengan keputusan Kades berdasarkan rekomendasi Camat. Sementara dalam Perbup, Tim Pengawas atas prakarsa masyarakat, pembentukannya difasilitasi oleh BPD dalam musyawarah dan dituangkan dalam Berita Acara. Selanjutnya, ditetapkan oleh Kades dengan persetujuan Camat.

            “Ini alurnya bagaimana sebenarnya? Dalam Perbup, Tim Pengawas 5 orang dari unsur perangkat desa, lembaga kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat setempat. Jadi maknanya, bila kemarin saya mendengar dari pihak kecamatan bahwa dalam rangka menjaga independensi dan kewibawaan, bisa saja keanggotaan Tim Pengawas berasal dari daerah lain atau dari luar desa, maka itu tidak senafas dengan aturan,” keluhnya kepada Satelit News, Senin (16/3).

            Lanjut Abdurrosyid, aturan baru dalam Pilkades kali ini diantaranya adalah adanya tahapan tes tertulis kompetensi dasar. Tahapan ini akan dilaksanakan oleh tim independen, karena dalam aturan jumlah calon Kades minimal 2 dan maksimal 5. Menurutnya, yang jadi persoalan adalah pada tangan siapa otoritas memangkas jumlah bakal calon menjadi antara 2 hingga 5? Hal ini terjadi pada desa yang jumlah bakal calonnya banyak melampaui batas maksimal.

            “Apakah hasil nilai dari tim independen sekaligus memangkas batas maksimal?. Apakah tim independen hanya akan meloloskan bakal calon yang dianggap layak?. Artinya tidak harus selalu 5?. Untung ada tim independen. Sebab bila tidak berdasar nilai hasil tes, maka panitia akan menanggung beban moral atas keputusannya membatalkan atau mencoret nama-nama bakal calon Kades, yang notabene mereka adalah tetangganya sendiri,” tanyanya.

            Selain itu, ada problem yang akan dihadapi oleh panitia yang cukup dilematis yaitu antara aturan dengan fakta di lapangan. Dalam aturan, pemilih itu diatas 17 tahun berKTP atau telah menikah. Lebih spesifik disebutkan berdomisili enam bulan sebelum disahkannya DPS.

            “Fakta di lapangan, ada bahkan banyak warga yang tidak memiliki KTP. Apakah mereka bisa dimasukkan dalam daftar pemilih. Bila pun hari ini mereka bersegera membuat KTP, itu belum cukup memenuhi 6 bulan,” katanya.

            Persoalan lain, bila jadi menggunakan sistem barcode (yang notabene ada dalam KTP), maka kata Abdurrosyid, pupus sudah harapan mereka yang tidak berKTP. “Karena jangankan mendapatkan surat suara, surat panggilan pun takkan mereka terima. Di sisi lain, bila ada saran, data saja warga seluruhnya termasuk mereka yang tidak memiliki KTP. Hal ini selain bertentangan dengan aturan, yang bersangkutan akan menemukan kesulitan dalam hal administrasi,” tegasnya.

            Terpisah kepada wartawan, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Pemerintahan Desa, Banteng Indarto mengatakan, pihaknya akan berupaya memberikan pengarahan dan sosialisasi secara optimal kepada masyarakat terkait aturan Pilkades yang baru sesuai jadwal yang telah ditetapkan.

            “Kami coba mengajak masyarakat agar mengerti mekanisme Pilkades serentak tahun ini. Mulai dari cek kesehatan masing-masing bakal calon dan lainnya. Selain itu, langkah strategis lainnya untuk mencegah kekisruhan yakni memastikan tim yang dibentuk BPD harus netral,” pungkasnya. (aditya)