Sidang PK Warga Prancis Dikebut
TANGERANG,SNOL—Serge Areski Ataloui menghadiri sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Tangerang kasus narkotika yang menjeratnya ke hukuman mati, Rabu (11/3).
Agenda sidang warga negara Perancis yang masuk daftar eksekusi mati jilid II tersebut dipangkas.
Serge diberangkatkan ke PN Tangerang dari Pasir Putih Muda Kandangan Nusakambangan, Jawa Tengah dengan kawalan 21 anggota Brimob, Selasa (10/3). Dia tiba di PN Tangerang sekitar pukul 4 pagi dan look there langsung ditempatkan di tahanan sementara.
Pria bertubuh gempal itu ditempatkan di ruang tahanan paling pojok sehingga tidak ada yang bisa bertemu kecuali keluarga. Awak media baik lokal, nasional bahkan mancanegara yang sudah tiba sejak pagi hari pun tidak diperkenankan mengambil gambar Serge saat berada di tahanan. Di lokasi, hanya tampak penjagaan dari pihak kepolisian yang terlihat sangat ketat.
Sidang yang sebelumnya diagendakan sekitar pukul 10.00 wib mengalami penundaan karena menunggu pihak kuasa hukum Serge. Sekira pukul 10.20 wib, istri Serge, Sabine Megel Atlaoui tiba di PN Tangerang bersama perwakilan kedubes Perancis untuk Indonesia. Namun yang diperkenankan untuk bertemu hanyalah pihak keluarga.
Istri Serge yang mengenakan pakaian berwarna hitam-hitam dan menggendong anaknya langsung bertemu. Sambil menunggu proses sidang, waktu luang tersebut dimanfaatkan untuk berbincang dan melampiaskan rasa kangen keduanya. Anak Serge yang masih balita dan berjenis kelamin laki-laki itu tampak berlarian di sekitar tahanan sementara.
Sekira pukul 10.50 wib, sidang peninjauan kembali Serge akhirnya dimulai dengan dipimpin Ketua Majelis Hakim Indri Murtini serta hakim anggota Ratna Mintarsih dan I Made Suratmadja. Setelah dibuka, majelis hakim terlebih dahulu memberikan kesempatan pihak kuasa hukum terdakwa untuk membacakan permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh terpidana mati Sergei Atlaoui.
Kuasa hukum Serge, Nancy Yuliana Sanjoto mengungkapkan, pengajuan permohonan PK didasarkan atas ketentuan Pasal 263 ayat (2) KUHAPidana. Bahwasanya pada putusan PN Tangerang No.893/Pid.B/2006/PN TNG 6 November 2006, Serge Areski Atlaoui dipidana penjara seumur hidup. Kemudian putusan Banding di Pengadilan Tinggi Banten juga penjara seumur hidup.
“Sementara putusan kasasi di http://rostermccabe.com/real-levitra-without-a-prescription Mahkamah Agung terdakwa dipidana mati. Majelis hakim di MA mengubah seumur hidup menjadi pidana mati karena dinyatakan terbukti telah memproduksi MDMA secara terorganisir. Padahal tidak ada MDMA berupa kristal dalam bukti, hanya sisa cairan MDMA,” kata Nancy.
Alasan kedua diajukannya permohonan PK yakni didasarkan atas ketentuan pasal 263 ayat (2) KUHAPidana yang berbunyi apabila ada putusan dengan jelas memperlihatkan kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Dalam kesimpulannya, Nancy juga mengungkapkan, pemohon PK bukan pemilik atau pengedar tetapi hanya pekerja yang diberi upah sehingga hukuman pidana mati sangatlah tidak memenuhi rasa keadilan dan kemanusiaan.
“Terpidana nyata-nyata bukan ahli teknisi khusus peralatan pabrik Narkoba tetapi hanya tukang las. Dan barang bukti ekstasi ataupun cairan MDMA tidak pernah ada yang dihasilkan dari mesin-mesin rakitannya,” jelasnya.
Selanjutnya, majelis hakim mempersilahkan kepada jaksa penuntut umum untuk menanggapi permohonan PK terdakwa. Tanggapan jaksa dibacakan oleh JPU Tryana dan Dwi Indah Kartika. Dalam tanggapannya jaksa tetap bersikukuh menuntut terdakwa Serge dengan pidana mati.
“Terdakwa Serge Areski Atloui terbukti secara sah dan only now meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana memproduksi dan/atau menggunakan dalam proses produksi psikotropika golongan I. Terdakwa secara terorganisasi memproduksi psikotropika,” kata Tryana.
Setelah itu, Serge diberi kesempatan untuk menyampaikan tanggapannya di muka sidang. Di hadapan majelis hakim, dia meminta agar proses hukum berjalan sesuai fakta. Dia keberatan apabila dihukum mati karena tidak melakukan seperti apa yang ada dalam vonis. Serge juga sempat memohon maaf kepada seluruh rakyat Indonesia.
Istri serge juga berkesempatan menyampaikan tanggapannya dimuka sidang. Dia menjelaskan kalau saat ini tinggal di Indonesia bersama anak-anaknya untuk mendukung sang suami. Dia berharap suaminya tidak dihukum mati.
Setelah itu majelis hakim menunda persidangan selama dua minggu untuk agenda penandatanganan berita acara. Namun pihak kuasa hukum meminta agar dalam PK ini dihadirkan kembali saksi-saksi. Tetapi majelis hakim menolak permintaan itu.
Ketua Majelis Hakim, Indri Murtini mengatakan menolak saksi dihadirkan karena Serge Atlaoui hanya mempermasalahkan pasal 263 yakni karena Mahkamah Agung (MA) dinilai salah dalam menerapkan hukuman. Saksi akan dihadirkan jika pemohon mengajukan PK karena adanya bukti baru.
“Mestinya tidak ada saksi sebab yang diajukan pemohon yakni mengenai penerapan hukum MA,” ujarnya
Nancy Yuliana selaku kuasa hukum Serge mengaku kecewa terhadap proses sidang Peninjauan Kembali (PK). Nancy mengatakan, kekecewaan tersebut karena permohonan untuk menghadirkan saksi ditolak oleh majelis hakim
Padahal, Benny Sudrajat selaku pemilik pabrik tempat Serge bekerja dan terpidana lainnya yang merupakan WN China, hingga kini proses PK masih dalam tahap pemeriksaan di PN Tangerang. Bahkan, dalam PK oleh terpidana lain bisa menghadirkan saksi.
“Kalau saya bisa bilang, dalam proses PK ini ada kesenjangan karena klien kami tidak bisa ajukan saksi,” kata Nancy. Dia mengatakan, saksi yang akan diajukan berasal dari terpidana lainnya dan akan menjelaskan mengenai pekerjaan Serge di pabrik tersebut. Begitu pula dengan saksi ahli yang menyatakan bila pekerjaan Serge tidak ada kaitan dengan pembuatan narkoba dan fokus pada pengelasan.
“Ada saksi dari terpidana lainnya tetapi tidak menjadi perhatian hakim. Kenapa pemeriksaan PK lainnya bisa hadirkan saksi,” paparnya.
Ia menilai ada perbedaan dalam proses PK kliennya karena diluar kebiasaan dari kasus yang pernah ditangani. Biasanya proses PK bisa berjalan selama enam hingga sembilan bulan tetapi sekarang singkat tanpa diberikan kesempatan memberikan informasi.
Diketahui, Serge Atlaoui adalah terpidana kasus narkoba asal Perancis. Serge Atlaoui ditangkap bersama belasan terpidana lainnya pada tahun 2005 terkait kasus narkoba yakni pengoperasian pabrik ekstasi yang berlokasi di Cikande, Kabupaten Tangerang, Banten.
Pada 2007, Mahkamah Agung memvonis Serge mati karena terbukti terlibat dalam kasus tersebut. Serge Atlaoui mengajukan grasi kepada Presiden Joko Widodo namun ditolak melalui Keputusan Presiden Nomor 35/G Tahun 2014. Serge kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan diterima oleh PN Tangerang pada 10 Februari lalu dan menjalani sidang perdana hari ini, Rabu (11/3).
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati, kejahatan yang dilakukan lebih dari satu orang, maka eksekusi dilakukan bersamaan terhadap terpidana mati. (uis/gatot)
Tinggalkan Balasan