Kualitas Air Cisadane Makin Memburuk
Terus Tercemar Limbah Berbahaya
TANGERANG, SNOL Setelah melakukan Ekspedisi Cisadane di hari pertama, sejumlah aktivis lingkungan dari Gerakan Relawan Daerah Cinta Alam (Garda Alam) kembali melanjutkan perjalanannya.
Kali ini ekspedisi dimulai dari Pintu Air 10 sampai muara utara Cisdane. Mereka juga menemu-kan kondisi air yang terus memburuk karena cemaran limbah sehingga menyebabkan sumur bau dan warga mengalami gatal-gatal.
Warga kelurahan Babakan, Kecamatan Tanggerang, Yurzal (40) mengeluhkan air sumur bornya yang berbau. Menurutnya, peristiwa ini telah berlangsung selama seminggu. Atas laporan warga ini, tim eksepedisi mencatatnya sebagai laporan perjalanan ekspedisi yang akan dikaji lebih jauh.
Keluhan juga disampaikan warga Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang tentang air sungai Cisadane yang saat ini kondisinya terus memburuk karena cemaran limbah pabrik.
Menurut penduduk setempat, warga sudah tidak berani mandi di sungai. Kalau dulu sebelum berdirinya pabrik dan industri, sungai Cisadane bisa untuk mandi, bahkan untuk minum dan masak. Memburuknya kualitas air Cisadane karena limbah pabrik yang dibuang langsung ke sungai.
Bau menyengat sangat terasa ketika tim ekspedisi baru beranjak dari titik start di pintu sepuluh 10 sekitar 1 kilometer. Bau itu datang dari beberapa kegiatan industri dan pembuangan limbah industri dan sampah.
Sepanjang perjalanan tim ekspedisi disuguhkan dengan berserakannya sampah di beberapa tempat termasuk pohon-pohon yang berada di ccidaho.org tepian sungai Cisadane. Lebih dari 100 pohon besar yang menyuguhkan pemandangan indah pohon berdaun sampah plastik berwarna-warni.
Perjalanan dimulai sekitar jam 13.00 Wib. Tim ekspedisi Cisadane memulai bergerak di pintu air 10, dengan menurunkan 2 perahu melibatkan sebanyak 18 orang tim air dan 7 orang tim darat yang melakukan suplai logistik tim air. Sebelumnya tim ekspedisi melakukan diskusi kecil dengan beberapa warga yang berada di areal pintu air 10.
Menurut keterangan warga, pintu air 10 dibangun sejak zaman Belanda sampai saat ini tidak pernah direhabilitasi. Padahal kondisinya sudah semakin tua. Perjalanan melalui beberapa wilayah Kedaung, Kelor, Teluk Naga, Kebon Nangka, Kalibaru sampai Tanjung Burung.
“Dalam perjalanan kita banyak menemui halangan berupa batu-batu di beberapa titik dan jeram walaupun tidak terlalu ekstrim. Kondisi ini membuat tim harus ekstra hati-hati untuk memilih alur sungai yang aman bagi kondisi perahu dan tim ekspedisi,” kata Romly Revolvere, Juru Bicara Tim Ekspedisi.
Romly menjelaskan, perjalanan menyusuri sungai Cisadane banyak temuan-temuan lapangan yang diperoleh dari informasi warga maupun pengamatan langsung di sepanjang sungai mulai dari pintu air 10 sampai muara Cisadane di Tanjung Burung. Di antaranya, kondisi badan sungai Cisadane masih dipenuhi aktivitas industri kecil dan besar, hampir rata-rata lokasi industri berada di sempadan sungai Cisadane.
“Tim juga menemukan 14 unit usaha industri pengolahan daur ulang limbah di beberapa titik penting, tepian sungai Cisadane menjadi tempat pembuangan sampah baik yang dilakukan oleh warga, industri kecil pengolahan limbah daur ulang dan tempat pembuangan sampah akhir,” tuturnya.
Kata Romly, dari pengamatan langsung, limbah sampah ini memiliki indikasi kuat mengandung bahan beracun berbahaya (B3), termasuk timbal di dalamnya. Sampah hasil pengolahan industri daur ulang berserakan di tepi Cisadane sepanjang Kelor, Kedaung, Teluk Naga, Neglasari dan Kalibaru.
Kemudian, Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang tidak memperhatikan daya dukung badan di link for you sebelah kanan sungai Cisadane masuk wilayah Teluk Naga dan Neglasari, sehingga sampah yang ada di tepian sungai masih ditemui sampah.
“Ada 12 perusahaan yang kebetulan membuang limbahnya langsung ke Cisadane dengan bermacam warna ada hitam, putih, coklat dan berbau. Di sempadan sungai berdiri pabrik tahu tempe sebanyak 3 unit pabrik dan ada sekitar 16 unit sepanjang sun-gai Cisadane setelah Jembatan Kalibaru yang memproduksi kapal-kapal,” paparnya.
Menurutnya, limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri itu adalah korosif besi, minyak, oli, bahan cat dan pewarna. Limbah langsung dibuang ke sungai karena dari pengamatan langsung tidak ditemukan unit pengolah limbah. Kemudian lebih dari 200 unit pemukiman penduduk sepanjang Cisadane mulai dari pintu 10 sampai Tanjung Burung masih berada di sempadan sungai yang terlihat kumuh.
“Muara sungai Cisadane mengalami pendangkalan dan membentuk pulau (delta) kecil membelah dua bagian muara sungai. Pendangkalan ini yang mengakibatkan tidak lancarnya aliran air sungai dan menyebabkan air tertahan dan banjir di wilayah Tanjung Burung dan sekitarnya,” katanya.
Dari data Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Tangerang mencatat sebanyak 600 pabrik yang membuang limbah cair ke sungai Cisadane setiap hari, dan 30 persennya diantaranya tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Saat pemantauan tim ekspedisi Cisadane ditemukan sebanyak 12 perusahaan yang membuang secara langsung limbahnya ke sungai.
Selain industri yang menghasilkan limbah cair, ditemukan juga sekitar 14 industri kecil pengolah daur ulang limbah plastik, dan bahan lainnya yang di indikasi dari dampak operasional seperti, pabrik kertas, penggelantang (pencucian warna), petro chemical, kilang minyak, logam bukan besi. Jenis kegiatan ini di temukan sungai Cisadane. Salah satu di antaranya Limbah B3 terdapat juga kandungan timbal (Ph).
Kordinator Garda Alam, Mohamad Jembar menambahkan, temuan tim ekspedisi merupakan hasil pengamatan langsung di lapangan sepanjang Cisadane dimulai dari Cisauk sampai Tanjung Burung, melewati beberapa titik yang terdapat industri-industri besar yang menghasilkan sampah dan limbah B3.
“Kondisi ini sangat berbahaya dalam jangka yang panjang bila pemerintah Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan tidak melakukan upaya pengawasan dan penegakan hukum bagi perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan yang mengatur bahan beracun berbahaya (limbah B3),” tegasnya.
Namun demikian, pekerjaan rumah berat bagi pemerintah adalah bagaimana mendorong partisipasi warga masyarakat sepanjang Cisadane agar tumbuh kesadaran yang kuat untuk melakukan pengelolaan sampah mulai dari rumah tangga sampai ke pembuatan TPA, bukan sebaliknya sampah dibuang ke Cisadane.
Sebelumnya, di hari pertama, Sabtu (15/11) tim Ekspedisi Sungai Cisadane aktivis Lingkungan dari Gerakan Relawan Daerah Cinta Alam (Garda Alam) menemukan 10 perusahaan yang mencemari Cisadane.(uis/dm/satelitnews)