Belasan Perusahaan Rusak Cisadane
TANGERANG,SNOL Sejumlah aktivis lingkungan dari Gerakan Relawan Daerah Cinta Alam (Garda Alam) mengadakan Expedisi Cisadane, selama tiga hari berturut-turut dimulai Sabtu (15/11) lalu.
Mereka menemukan pengrusakan Sungai Cisadane mulai dari penggalian pasir ilegal, pendirian bangunan melanggar sempadan sungai hingga pembuangan limbah
Ekspedisi dibagi ke dalam beberapa etape. Etape pertama bermula di kecamatan Cisauk Kabupaten Tangerang. Di wilayah ini, mereka menemukan sebuah penggalian pasir Desa Bojong Kecamatan Cisauk.
Selanjutnya, etape kedua dimulai dari jembatan Liga Mas Serpong dengan menurunkan dua buah perahu karet jenis dholpin dan sllingger dengan kapasitas penumpang tim ekspedisi rata-rata 8 orang masing-masing perahu.
“Dari perjalanan dalam dua etape, tim expedisi menemukan beberapa hal diantaranya ada 10 perusahaan yang secara langsung mengalirkan limbahnya ke Sungai Cisadane. Temuan ini tampak selama perjalanan dan ketika turun hujan,”ujar Romly Revolvere, Juru Bicara Garda.
Anggota Tim Expedisi, Mohamad Jembar menambahkan selain perusahaan besar, ada tujuh perusahaan pabrik tahu dan tempe yang juga membuang limbahnya secara langsung ke kali Cisadane.
Tim ekspedisi juga telah mengambil sampel air di titik-titik saluran pembuangan limbah pabrik. Dengan teknologi sederhana pengambilan air dilakukan di aiesep.org beberapa titik perusahaan yang mengeluarkan limbah berwarna merah, putih susu sampai hitam pekat berbusa.
“Tim juga menemukan sekitar tujuh perusahaan yang melakukan pembangunan sampai mengambil daerah sempadan kali Cisadane. Temuan ini dibuktikan dengan dokumentasi visual tim di sepanjang kali Cisadane. Pengambilan sempadan kali ini tentunya telah melanggar hukum yang berlaku sebagaimana diatur dalam peraturan tentang DAS,” ujar Jembar.
Selain itu, berdasarkan diskusi kecil dengan beberapa warga dan para pengamat dalam perjalanan bahwa ada satu wilayah Kota Tangerang Selatan diindikasikan tidak memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah Kota.
“Situasi ini memungkinkan sekali bahwa tata ruang wilayah Kota Tanggerang Selatan mengikuti arah kebijakan pembangunan yang dimodelkan oleh investasi para perusahaan pengembang. Temuan ini juga di wilayah Tangsel ada 5 pengembang,” tuturnya.
Di dalam perjalanan, tim juga menemukan berserakannya sampah warga dan industri. Terbukti di beberapa titik masih ditemukan tumpukan sampah rumah tangga di sekitar Karawaci, Kampung Lengkong BSD dan wilayah pintu air 10.
Romly Revolvere mengungkapkan tujuan Tim Ekspedisi Cisadane ini adalah mendokumentasikan potensi sumberdaya alam, modal sosial masyarakat dan ancaman DAS Cisadane dari kerusakan akibat dampak pembangunan dan industrialisasi. Dari hasil dokumentasi, Garda Alam akan merumuskan solusi alternatif dan kebijakan yang dapat menyelamatkan daerah aliran sungai (DAS) Cisadane.
“Kita ingin membangun kerjasama antar kabupaten / kota dan the best choice para pihak dalam menyelamatkan daerah aliran sungai Cisadane bersama-sama,” ujarnya.
Hasil kegiatan Ekspedisi Cisadane akan dikomunikasikan kepada pihak Pemerintah Pusat, Provinsi dan kabupaten serta menggalang para pihak untuk bersama-sama melakukan penyelamatan Cisadane untuk kehidupan dan Pembangunan Masa Depan.
“Hasil ekspedisi ini juga akan dipaparkan dalam Workshop Regional Pengelolaan Cisadane Berbasis Masyarakat yang akan melibatkan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Provinsi Ban-ten serta Pemerintah Daerah di Tangerang Raya,” pungkasnya.
Kepala Sub Bidang Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup pada BPLH Kota Tangerang, Dadang Basuki menyatakan, dari lima sungai dan anak sungai yang diuji kualitas airnya pada 2013, seluruhnya dinyatakan tercemar dengan status cemar ringan hingga berat. Lima sungai yang diteliti adalah Cisadane, Cirarab, kali Sabi, saluran Mookervart, dan Angke.
“Kualitas air tercemar berat adalah saluran air Mookervart yang merupakan salah satu anak sungai Cisadane,”kata Dadang.
Menurutnya, khusus saluran Mookervart, pencemaran didominasi oleh limbah industri. Karena, saluran ini masih dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan limbah domestik dan industri. Sementara pada sungai dan kali lainnya, pencemaran didominasi oleh limbah domestik atau rumah tangga.
Dadang mengatakan air limbah domestik yang dihasilkan dari penduduk mencapai 220.633 m3 perhari. Limbah tersebut jauh lebih banyak dari yang dihasilkan oleh sektor industri, rumah sakit, sarana perhubungan, pariwisata dan pertanian.
Saat ini, kata dia, Kota Tangerang memiliki tiga daerah aliran sungai yaitu Cisadane dengan panjang 1.063 km2, Angke 74,3 km2 dan Cirarab dengan panjang 161 km2. Jika kualitas air di ketiga daerah aliran sungai besar ini tidak ditingkatkan maka potensi krisis air bersih semakin besar. Selain pengujian kualitas air di sungai dan kali, pihaknya juga melakukan pengujian air di empat buah situ, dan hasilnya secara umum kualitas air situ di Kota Tangerang menunjukkan status cemar ringan sampai dengan sedang.
Tidak hanya air sungai dan situ yang tercemar, berdasarkan pantauan, di sejumlah kecamatan juga didapati status air tanah cemar ringan. Untuk kecamatan yang status tanahnya cemar ringan, hal ini akibat pemukiman warga berdampingan dengan industri.(uis/gatot/satelitnews)