SMAN 2 Tangsel Harus Kembalikan Uang Pungutan
SERPONG,SNOL Pungutan uang sebesar Rp 5 juta per siswa di SMA 2 Kota Tangerang Selatan (Tangsel) membuat berang berbagai kalangan.
DPRD dan Dewan Pendidikan setempat meminta Dinas Pendidikan untuk turun tangan agar uang yang telah dikumpulkan di sekolah tersebut dikembalikan kepada orang tua siswa.
“Kami sudah meminta jawaban dari Dinas Pendidikan terkait dugaan pungli di SMAN 2 Kota Tangsel. Dan dewan meminta Dindik berkoordinasi dengan pihak sekolah agar mengembalikan semua iuran sebesar Rp 5 juta itu,” tegas Anggota Komisi IIDPRD Kota Tangsel, Elmansyur, Selasa (23/7).
Dikatakan Elmansyur, apa yang dilakukan SMAN 2 Kota Tangsel sudah sangat jelas melanggar peraturan walikota (Perwal) No.61 Tahun 2011, yang diantaranya tertulis untuk sekolah tingkat SMA negeri hanya boleh menarik pungutan Rp 200 ribu per bulannya, selebihnya tidak boleh.
Makanya, tegas Elmansyur, dalam pertemuan yang berlangsung pada Selasa (23/7) pukul 10.00 WIB itu, dewan meminta klarifikasi atas dugaan pungutan tersebut. Dan segera meminta Dindik berkoordinasi dengan SMAN 2 Tangsel agar mengembalikan uang tersebut kepada wali murid.
“Sebab, pemerintah Kota Tangsel sudah menggelontorkan dana sangat banyak untuk anggaran pendidikan. Jadi tidak boleh ada lagi pungutan di luar yang sudahditetapkan Perwal,” pungkas Elmansyur.
Ketua Dewan Pendidikan Kota Tangsel, Supriano mengatakan, seharusnya SMAN 2 segera memposisikan diri bukan lagi sebagai sekolah rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI), melainkan sebagai sekolah regional.
“Sekarang sudah menjadi sekolah nasional, sama seperti sekolah lainnya. SMAN 2 Kota Tangsel seharusnya menempatkan diri seperti itu,” ujar Supriano.
Terlebih Dewan Pendidikan Kota Tangsel sudah mensosialisasikan kepada sekolah di wilayahnya kalau sekolah berstandar internasional sudah ditiadakan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Maka dari itu, bila sekolah negeri memungut mengatasnamakan fasilitas RSBI, sudah jelas itu bentuk pelanggaran.
“Perlu ada pengertian, jika pungutan itu tidak diperbolehkan. Namun bila sumbangan sukarela dari orangtua siswa itu baru diperbolehkan, dan memang ada aturannya,” ujar Supriano.
Dalam sumbangan pun, dijelaskan Supriano, tidak boleh dicantumkan angka atau besaran yang harus diberikan orangtua murid, serta batas waktu yang harus ditempuh untuk melunasi sumbangan tersebut. Sumbangan orangtua siswa juga tidak dipinta saat di awal diterimanya siswa di sekolah tersebut. Melainkan saat sudah beberapa lama belajar di sekolah yang dituju.
“Misalnya untuk sumbangan pembangunan masjid, sekolah meminta, tidak boleh ada nominal, seikhlasnya saja. Tapi sekolah harus membuatkan laporannya juga,” jelasnya. (pramita/deddy)