Masuk SMA, Siswa Dipungut Rp 5 Juta
SERPONG, SNOL Pungutan mengatasnamakan uang pangkal di sekolah negeri masih saja terjadi. SMAN 2 Tangsel diduga memungut uang Rp 5 juta per siswanya untuk biaya pembangunan.
Tidak hanya itu, uang sebesar Rp 1,1 juta juga harus dibayar orangtua siswa agar anaknya bisa belajar di sekolah yang dulunya bertitel Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) itu.
Hal tersebut terungkap dari pengakuan Ria (40), salah seorang wali murid baru sekolah tersebut. Menurut dia, saat mendaftarkan anaknya, ia diminta uang pendaftaran terlebih dulu, kemudian setelah hasil rapat orangtua murid, barulah diminta sejumlah uang hingga Rp 5 juta.
“Iya ada uang pangkalnya, sekitar Rp 5 juta per anak. Itu juga bisa dicicil. Ditambah uang untuk beli buku, seragam, dan lain-
lainnya sampai Rp 1.130.000 per anaknya,” ujar Ria saat ditemui di SMAN 2 Kota Tangsel, Senin (22/7).
Meski tidak ada raut keberatan atas pungutan tersebut, Ria mengaku uang pangkal bisa diangsur hingga satu semester. Seperti dirinya yang baru membayar setengahnya saja dari total yang harus dibayarkan Rp 6.130.000.
Wali murid lainnya yang enggan disebutkan namanya mengaku iuran tersebut disebut ‘Depo Bangunan’. “Namanya Depo Bangunan, nilainya Rp 5 juta. Memang berdasarkan hasil rapat, saya pikir karena ini sekolah favorit makanya ada uang Depo Bangunannya,” ujar ibu yang tengah mengurus pembelian buku anaknya.
Tidak hanya iuran bangunan hingga total Rp 6,1 juta, setiap bulannya sekolah tersebut juga memungut biaya bulanan atau SPP sebesar Rp 500 ribu per siswa.
Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Bidang Humas SMAN 2 Tangsel, Jamilah membantah bila uang jutaan rupiah itu adalah uang bangunan atau uang pangkal. “Oh tidak, bukan uang pangkal apalagi bangunan. Tidak benar itu,” ujarnya saat dikonfirmasi Satelit News kemarin..
Menurutnya, semua iuran tersebut merupakan sumbangan orangtua yang sudah disepakati sebelumnya. Jumlahnya pun bervariasi, bukan Rp 5 juta seperti yang diungkapkan orangtua siswa.
Dijelaskan Jamilah, sumbangan orangtua siswa itu sebenarnya sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 48 Tahun 2007, PP 44 Tahun 2012 Pembiayaan Sekolah, serta Permendignas No.44 Tahun 2012 Tentang Pembiayaan Sekolah. Sebab, bila tidak ada iuran tersebut, segala fasilitas sekolah yang sebelumnya berstandar internasional, akan terbengkalai. “Memang ada bantuan sebesar Rp 87 ribu, itu cukup untuk apa?” pungkasnya.
Jamilah mengatakan, banyak kegiatan dan fasilitas sekolah yang harus dicukupi. Dan tentunya kembali lagi kepada kegiatan anak. Namun, saat hendak dikonfirmasi lebih jauh rincian Rp 5 juta tersebut untuk apa saja, Jamilah menolak. Malah, pihaknya meminta wartawan untuk klarifikasi langsung ke Dinas Pendidikan Kota Tangsel terkait masalah ini. “Langsung saja klarifikasi ke Dindik Kota Tangsel. Mereka sudah tahu semua kok,” tuturnya.
Di lain pihak, Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangsel Mathodah membantah keterlibatan Dindik dalam pungutan tersebut. “Loh mereka (SMAN 2) yang mungut, kok jadi kita yang klarifikasi?” tanyanya saat dihubungi Satelit News kemarin.
Justru secara terus terang, Mathodah mengatakan apa yang dilakukan SMAN 2 Kota Tangsel melanggar Peraturan Walikota (Perwal) Tangsel No.61 Tahun 2011. Yakni untuk sekolah dasar negeri tidak ada lagi pungutan, SMP negeri batasan pungutan sebesar Rp 100 ribu, dan SMA dibatasi pungutan sebesar Rp 200 ribu. “Di luar itu, sekolah negeri tidak boleh memungut biaya pembangunan maupun iuran tahunan,” tukasnya.
Walikota Tangsel melalui Kabag Humas Dedi Rafidi mengatakan, walikota secara tegas mengharuskan pengembalian uang tersebut apapun alasannya. “Ya tidak ada alasan, sebab Pemkot Tangsel sudah dan akan menggelontorkan dana APBD untuk biaya pendidikan. Termasuk untuk SMA,” ujarnya. (pramita/deddy)