Proyek RSUD dan Puskesmas Tangsel Rugikan Negara Rp 9,6 M
SERANG,SNOL-Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi RSUD Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dan sejumlah Puskesmas di wilayah itu kembali digelar di Pengadilan Negeri Serang, Selasa (8/12). Pada persidangan kali ini, JPU Kejagung RI menghadirkan saksi ahli Pipin Epiyanto dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).Dalam kesaksiannya, Pipin Epiyanto mengatakan instansinya telah melakukan penghitungan kerugian negara (PKN) yang diakibatkan dugaan korupsi proyek RSUD Tangsel dan proyek rehabilitasi sejumlah Puskemas di Tangsel. Berdasarkan perhitungan dari BPKP yang mengacu pada hasil pemeriksaan ahli dari Insitut Teknologi Bandung (ITB), nilai kerugian negara yang diakibatkan dalam kasus dugaan korupsi pembangunan RSUD Tangsel dan Puskesmas Tangsel mencapai Rp9,6 miliar.
“Kami mengambil hasil pemeriksaan teknis ITB, karena standar operasional prosedur (SOP) disebutkan kami juga harus mampu menguji. Kami lakukan wawancara dengan ahli ITB dengan realisasi angka diperoleh. Kami melihat apakah ada cara ilimiahnya? Jangan sampai tidak ada dasar ilmiahnya. Kami cek sudah ada bukti pendukung. Kami menghitung kerugian negara sesuai metodenya,” ungkap Pipin.
Pipin menjelaskan, dari kasus dugaan korupsi ini terdapat adanya mark up (kemahalan harga) dan terdapatnya kekurangan volume pengerjaan. “Kami melihat ini uang negara dikeluarkan tidak sebanding. Yang tidak dilaksanakan ada hanya sebagian kecil, mark up nya lebih banyak,” jelas Pipin.
Dari nilai Rp9,6 miliar yang menjadi temuan kerugian negara proyek RSUD Tangsel tahun 2011 menyumbang Rp1,5 miliar. “Menurut kontrak Rp4,4 miliar. Menurut ahli ITB menyatakan terpakai Rp2,9 miliar dari nilai bangunan terdapat kerugian negara Rp1,5 miliar,” ungkapnya.
Adanya dugaan tindak pidana korupsi tersebut, Pipin menyatakan kontraktor dalam hal ini terdakwa Supriatna alias Athiam tidak berhak memperoleh keuntungan dari pengerjaan fisik RSUD Tangsel tersebut. “Kami berpendapat karena adanya proses penyimpangan, kontraktor tidak berhak memperoleh keuntungan. Kami menilai ini tidak sesuai dengan prestasi yg masuk. Kontraktor tidak berhak memperoleh keuntungan, seluruh audit BPKP seluruh Indonesia seperti ini tidak diperkenakan mendapat keuntungan,” jelas Pipin.
Pada persidangan itu, penasehat hukum terdakwa Supriatna Tamara alias Athiam memprotes dengan nilai total audit kerugian negara yang mencapai Rp9,6 miliar karena menghitung secara keseluruhan. Ia mempertanyakan pola perhitungan BPKP yang dinilai merugikan kliennya.
“Ini audit secara global, untuk terdakwa Athiam Rp6,3 miliar. Ini perhitungan dari siapa? Ada hasil audit jumlah secara umum dari tahun 2011 dan 2012?,” tanya penasehat hukum Athiam.
Menanggapi pernyataan tersebut, Pipin menyarankan agar penasehat hukum terdakwa menanyakan langsung kepada ahli ITB. Sebagai ahli BPKP, keahliannya hanya pada perhitungan akuntasi bukan fisik.
Sementara itu, terdakwa Athiam menilai keterangan ahli BPKP itu hanya mengamini temuan ahli ITB. Menurutnya, sebelum BPKP melakukan audit pihaknya telah menindaklanjuti temuan BPK RI dan mengembalikan kerugian negara. “Ada temuan BPK, saya langsung ke lapangan. Baru ada temuan saya harus memulangkan kerugian. Tim saya dipanggil BPK untuk klarifikasi. Ini sama saja mengaminkan kata ahli ITB saja,” katanya. (fahmi/mardiana/jarkasih)