Hibah Bansos Penyebab Disclaimer
SERANG,SNOL—Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Banten mencatat, selama ini penyebab laporan keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten selalu mendapat predikat disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI salahsatunya adalah buruknya pengelolaan dan hibah bansos, baik dari sisi pelaporan maupun pengelolaannya. Kepala BPKP Banten Rizal Sihite mengatakan, di setiap daerah pengelolaan dana hibah bansos mayoritas menjadi temuan BPK. Oleh karena itu, Rizal meminta Pemprov Banten untuk berhati-hati dalam pengelolaan hibah bansos.
“Penerimanya diverifikasi dan lembaga penerimanya harus memiliki badan hukum sesuai dengan amanah Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda),”kata Rizal, Jumat (27/11).
Selain hibah bansos yang selalu menjadi temuan BPK, kata Rizal, tidak dicantumkannya nominal nomenklatur pemasukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sering menjadi temuan. Itu juga terjadi pada laporan keuangan Pemprov pada tahun 2014 lalu.
“Jangan sampai terulang lagi pada laporan keuangan Pemprov tahun mendatang,”harapnya.
Menurut Rizal, ada dua hal penyebab disclaimer yakni salah pelaporan dan adanya dugaan penyelewengan dana. “Kedepan tentu Pemprov Banten memerlukan puluhan akuntan. Apalagi sistem pelaporannya harus berbasis akrual,”ujar Rizal.
Menanggapi pernyataan Ketua BPKP Banten tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Banten Ranta Soeharta tak menampik hibah bansos selalu menjadi temuan BPK RI. Oleh karena itu, pengelolaan hibah tahun 2016 mendatang diperketat. “Kita tentu tidak ingin kecolongan dua kali ke lubang yang sama,”paparnya.
Saat disinggung besaran dana hibah pada APBD tahun anggaran 2016 mendatang, Ranta mengaku, Pemprov menganggarkan dana sekitar Rp94,25 miliar. Meski begitu, dana tersebut bisa saja dipangkas tergantung persetujuan dengan DPRD Banten. “Desember nanti akan dibahas,”jelasnya.
ICW Desak Lakukan Moratorium Bansos
Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Ade Irawan menilai penyaluran dana bansos pada saat momentum pilkada tidak tepat. Pihaknya kerap kali melihat bahwa penyaluran dana bansos dan hibah jelang pilkada dijadikan ajang kepentingan politik.
“Seharusnya setahun sebelum dilaksanakan pilkada, seperti pilkada serempak yang saat ini akan dilaksanakan sudah tidak boleh dilakukan. Kalaupun sudah terlanjur ya dihentikan,”ujar Ade dalam acara Study General dengan tema ‘Korupsi = Kejahatan Luar Biasa’ yang digelar Forum Semar di Saung Djati, Serpong, Tanggerang Selatan, Jumat (28/11).
Menurut Ade, saat ini pihaknya mendesak agar Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) mengeluarkan keputusan dilaksanakan moratorium (penghentian sementara) pemberian bansos dan hibah, bagi daerah-daerah yang akan melaksanakan pilkada termasuk di Kota Tangerang Selatan, Kota Cilegon, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang.
Ade menjelaskan dari kasus-kasus korupsi yang terjadi saat ini, 95 persen diantaranya terjadi di daerah. Kebanyakan korupsi tersebut terkait penyaluran dana bansos dan hibah tersebut.
Menurut Ade, sebenarnya indikasi terjadinya penyalahgunaan wewenang dalam penyaluran dana bansos atau hibah tersebut bisa terlihat dengan mudah. Jika tiba-tiba anggaran untuk bansos atau hibah meningkat drastis di saat akan mendekati pilkada, maka berpotensi terjadinya pelanggaran.
“Tinggal kita selidiki apakah penerima, alamat penerima serta besaran dana yang disalurkan sesuai atau tidak,”jelasnya. (ahmadi/hendra/aditya)