“Pocong” Juga Tolak Tenaga Kerja Asing
PANDEGLANG,SNOL– Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Tanjung Lesung di Kecamatan Panimbang Kabupaten Pandeglang, dimungkinkan tak semulus yang dibayangkan. Aktivis Keluarga Mahasiswa Pandeglang (Kumandang) Banten menilai, keberadaannya hanya akan mengkerdilkan masyarakat pribumi, dengan mendatangkan Tenaga Kerja Asing (TKA).Dalam aksi teaterikalnya di bundaran tugu jam Alun-alun Pandeglang, salah satu aktivis mengenakan kostum unik, yaitu berperan sebagai Pocong yang sedang melihat “Bupati” tengah memancing. Umpan pancing adalah sebuah kertas bertuliskan investor. Teaterikal itu menyimbolkan para Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) hanya menyaksikan atau menonton sang Kepala Daerah (Bupati) yang sedang mancing investor. Aksi itu sebagai bentuk sindiran terhadap sikap Pemkab yang seolah tunduk di ketiak investor. Sementaara, Pemda dan masyarakat hanya akan menjadi penonton atas prilaku asing dan para pengusaha yang menguasai wilayah sekitar.
Pendemo menggelar aksi damai tanpa orasi, tanpa poster dan tanpa spanduk tuntutan. Tak ada juga rilis atas aksi yang dilakukannya. Mereka hanya berdiri hingga berjam-jam, dan tidak mendapat pengawalan petugas pengamanan baik polisi maupun Satpol PP.
Ketua Umum Kumandang Banten, Rian Firdaus menyerukan tolak TKA masuk Pandeglang. Tenaga kerja untuk KEK, seharusnya memprioritaskan tenaga kerja pribumi karena pengangguran di Kabupaten Pandeglang sangat tinggi.
“Kami menolak pembangunan KEK, jika KEK hanya mementingkan TKA, dibandingkan tenaga kerja lokal. Untuk itu, kami menuntut Pemerintah harus mengedepankan kemajuan untuk kepentingan rakyatnya. Bukan kepentingan para kaum kapitalis,” kata Rian (28/10).
Ia juga menuding para SKPD yang kelihatan tidak banyak memberikan efek positif terhadap masyarakat kecil, karena mereka hanya memikirkan kepentingan-kepentingan golongan seperti halnya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung itu untuk siapa? Sampai saat ini, tidak ada kejelasan untuk mementingkan rakyat Pandeglang.
“KEK Tanjung Lesung yang tak jelas arahnya, bagaikan sebuah cerita panjang yang isinya hanya janji-janji manis untuk kita semua. Pada praktiknya, sudah banyak para TKA yang dilibatkan. Rakyat hanya sebatas pesuruh dan jadi penonton di negeri sendiri. Dimana letak keadilan untuk kaum kecil seperti kami?” ujarnya.
Aktivis lainnya, Jimi Jafran berharap, Pemkab bisa menilai mana investor yang bisa mensejahterakan rakyat dan mana yang akan menyengsarakan rakyat. Soalnya, Pemkab yang memiliki peranan dalam melakukan penilaian itu. “Kalau ada investor yang nanti masuk hanya menyengsarakan rakyat, itu berarti yang bertaggung jawab besar adalah Pemkab, terutama Bupatinya,” pungkasnya.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga anggota Komisi IV DPRD Pandeglang, Ade Muamar, mengaku mendukung sikap kritis para mahasiswa yang menolak keberadaan TKA. Kalaupun diharuskan ada TKA, harus khusus membidangi spesifikasi tertentu saja. Diluar itu, dirinya meyakini banyak sekali sumber daya manusia (SDM) lokal yang memilki kemampuan untuk menopang KEK.
“Globalisasi itu Sunnatullah. Tetapi ada ketentuan yang mesti diprioritaskan untuk pribumi. Seperti butuh tenaga untuk hal tertentu, yang tidak bisa dikerjakan oleh pribumi, baru sah-sah saja menghadirkan TKA. Diluar itu, saya rasa pemuda-pemudi kita yang mahir untuk menopang KEK banyak sekali,” imbuhnya. (mg29/mardiana/jarkasih)