Banyak Aturan Kampanye Bikin Pilkada tak Semarak

SERPONG,SNOL–Pilkada serentak yang digelar tahun ini berbeda dari pilkada sebelumnya. Keriuhan pesta demokrasi berkurang di momen ini. Hal ini dinilai karena aturan baru dan serba mendadak yang menjadi sebabnya. Termasuk PKPU nomor 7 yang berkaitan dengan kampanye yang dinilai mengebiri para pasangan calon.Hal tersebut terkuak dalam diskusi bertajuk ‘Membedah PKPU Nomor 7 Tahun 2015 Yang Mengebiri Para Calon’ yang digelar di Serpong, Minggu (27/9). Hadir pada kesempatan itu Tim Pemenangan pasangan nomor urut 3, Ahmad Fauzi, tim dari pasangan nomor urut 2, Drajat Sumarsono, Budayawan Ridwan Saidih, Lembaga Kajian Publik (LKP) Ibnu Jandi, Panwaslu Tangsel, KPU Tangsel, serta elemen masyarakat. Sementara tim dari pasangan nomor urut 1 tidak hadir.

Dalam diskusi tersebut, beberapa narasumber menilai PKPU tersebut telah membuat suasana Pilkada serentak terlihat sepi, karena dibatasinya pemasangan alat peraga dan atribut politik lainnya.

“Kita melihat dengan adanya pembatasan-pembatasan dalam aturan ini, membuat suasana pilkada di Tangsel, khususnya, kurang dinamis. Karena semarak pestanya tidak begitu terasa lantaran terlalu banyak yang dibatasi oleh aturan,” kata Koordinator Japectas Suhalimi Ismedi.

Hal serupa juga diungkapkan Drajat. Menurut dia, saat ini memang terlihat lebih sepi diban­dingkan pesta demokrasi pada umumnya. “Kita lihat memang banyak hal yang dibatasi, seperti di PKPU, sebenarnya tidak disebutkan soal branding mobil, tetapi ada imbauan dari Bawaslu branding mobil dilarang. Dan ini yang membuat kami sedikit kebingungan tentang aturan ini,” ujarnya.

Sementara, juru kampanye pasangan calon nomor tiga Airin Rachmi dan Benyamin Davnie, Ahmad Fauzi mengatakan, saat ini tidak bisa diubah lagi karena PKPU itu sudah harus ditaati. Dalam aturan itu tidak ada yang diuntungkan dan dirugikan. “Meski memang ini membuat banyak pemahaman baru soal cara kampanye, misalnya saat ini tidak boleh semeriah dulu dimana ketika Pilkada pasti sudah bertebaran spanduk pasa­ngan calon, tapi kali ini tidak ada,” ujarnya.

Padahal menurutnya, dalam perhelatan pilkada ini para loyalis ba­nyak yang ingin membuat spanduk sendiri dan dipasang di pinggir jalan dan di lingkungannya sendiri. Namun akibat aturan itu justru membuat perhelatan ini terkesan sepi.

“Tapi karena dilarang akhirnya tidak ada yang berani. Dan dampaknya memang begini, terkesan tidak ada pesta demokrasi meski ada di­namika politik,” ujarnya.

Fauzi mengatakan, biar bagaia­mna pun aturan itu tetap harus ditaati. Menurut Fauzi, pasangan nomor 3 Airin-Benyamin sudah membuat resume terkait apa saja yang tidak boleh dilakukan oleh pasangan calon.

Sementara itu, pada aturan ini PKPU mengamanatkan agar pasa­ngan calon menyampaikan visi dan misi agar pemilih paham dan mau memilih. “Di PKPU nomor 7 juga mengamanatkan kampanye dilakukan secara bertanggung jawab dan dapat memiliki efek pendidikan politik dimana indikatornya adalah naiknya angka partisipasi pemilih,” katanya.

Maka, berdasarkan amanat PKPU ini, yang melakukan kritik, memojokkan calon baik langsung maupun tidak langsung adalah bukti pasangan calon tidak memahami PKPU no 7 dan pelanggaran PKPU ini. Fauzi juga mengatakan, PKPU ini sudah bersifat final, tinggal implementasi di lapangan. Terkait dengan impelentasi ini Panwas diminta menempuh dua strategi yaitu prefentif dan penindakan.

“Jangan Panwas selalu menitikberatkan pada penindakan atau menunggu laporan masyarakat. Sebagai contoh, pernyataan nomor urut 1 penggunaan mobil dinas pada karnaval, padahal ternyata itu diminta KPU adalah pernyataan provokatif dan tidak bertanggung jawab,” tandasnya. (pramita)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.