21.000 Keluarga Belum Nikmati Listrik

TIGARAKSA,SNOL—Sebanyak 21.000 Kepala Keluarga (KK) di Kabupaten Tangerang belum bisa menikmati listrik. Hingga saat kini pemerintah baru bisa membantu 656 kepala keluarga (KK) untuk mendapatkan layanan listrik melalui program listrik masuk desa.            Kabid energi dan sumber daya mineral Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Tangerang, Ujang Sudiarto mengatakan, dari hasil survei di lapangan sekitar 21.000 kepala keluarga yang belum mendapatkan aliran listrik. Jumlah tersebut merupakan seperempat dari jumlah warga yang ada di seluruh kecamatan di Kabupaten Tangerang.

            “Umumnya mereka yang belum mendapatkan listrik adalah orang-orang yang kurang mampu, memiliki penghasilan dibawah Upah Minimum Regional (UMR) dan hidup di pelosok daerah,” jelasnya kepada Satelit News, saat ditemui di kantornya, Selasa (15/9).

            Lanjut Ujang, pemerintah sudah berupaya menuntaskan masalah warga yang belum menikmati listrik melalui program listrik masuk desa. Menurutnya, pada tahap pertama sudah ada lima kecamatan yang mendapatkan aliran listrik, diantaranya Kecamatan Jayanti sebanyak 215 KK yang tersebar di 4 desa, Solear sebanyak 88 KK yang tersebar di 4 desa, Cisauk sebanyak 130 KK yang tersebar di 6 desa, Curug sebanyak 136 KK yang tersebar di 4 desa dan Mekarbaru sebanyak 87 KK yang tersebar di 2 desa.

            “Tahap pertama sudah selesai, tinggal tahap kedua yang masih dalam proses lelang. Rencananya ada empat kecamatan yang akan dipasangkan di tahap kedua ini, yaitu Kecamatan Jambe sebanyak 1126 KK di 10 desa, Kronjo sebanyak 329 KK di 2 desa, Cisoka sebanyak 423 KK di 10 desa dan Legok sebanyak 482 KK di 10 desa. Insyaallah dalam waktu dekat sudah bisa langsung terealisasi,” ucap Ujang.

            Menurut Ujang, di tahun 2014 sebanyak 2016 KK yang terpasangkan aliran listriknya. Sedangkan untuk tahun 2015 ini pemerintah merencanakan pemasangan sebanyal 3.017 KK. Meski demikian, dalam tahap pemasangan listrik gratis ini, pihak PLN (Petugas Listrik Negara) tidak langsung menyetujui permohonan yang diajukan oleh pemerintah karena harus melalui tahap verifikasi ulang yang dilakukan oleh petugas PLN.

            “Makanya proses pemasangannya sendiri terbilang lama. Karena harus melalui beberapa tahapan, jadi tidak langsung dipasangkan listriknya. Begitu berkas yang kami berikan sudah masuk di PLN langsung ditinjau ke lapangan. Ini sudah menjadi kebijakan dari PLN-nya sendiri, meskipun itu merupakan program yang digagas langsung oleh pemerintah,” tandasnya.

            Kasi energi dan ketenagalistrikan Disperindag Kabupaten Tangerang, Iswara menambahkan, standar pemasangan program listrik masuk desa ini adalah 450 watt. “Tapi kalau pada saat disurvei ternyata si pemohon tidak layak memasang 450 watt maka harus tambah dayanya. Dan biaya penambahan dayanya sendiri di tanggung oleh warga,” jelas Iswara.

            Pada tahap pertama, lanjut Iswara, pemasangan listrik masuk desa ini terkendala kabel. Pasalnya, kabel yang diberikan dalam paket pemasangan bantuan listrik ini hanya sepanjang 20 meter. Sedangkan kondisi di lapangan tidak semuanya jarak antara rumah dan tiang listrik memiliki panjang yang sama.

            “Kami tidak bisa melakukan tambahan karena sudah menjadi ketentuan dalam paket bantuan listrik ini. Nah ini yang menjadi permasalahan, ketika dibebankan kepada masyarakat mereka lebih memilih untuk tidak jadi memasangkan listriknya. Karena tidak memiliki dana tambahan untuk membeli kabel,” tukas Iswara.

            Lanjut Iswara, harga perpaketnya sendiri mencapai 1,4 juta rupiah yang dibayarkan oleh Pemkab Tangerang. Sedangkan untuk total anggaran yang digunakan dalam program listrik masuk desa ini mencapai Rp4 miliar dengan rincian Rp3 miliar untuk biaya instalasi, sedangkan sisanya Rp1 miliar adalah untuk penyambungan dari tiang listrik ke rumah.

            “Isi satu paket adalah kabel sambungan ke rumah dari tiang listriknya dan meteran token. Tapi tidak termasuk pulsa token. Alasan menggunakan token adalah untuk menyesuaikan kemampuan si pelanggan. Jika menggunakan meteran lebih membebankan masyarakat karena ketika tak mampu membayar listrik makan akan dicabut meterannya,” pungkasnya. (mujeeb/aditya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.