Rp 8,875 T untuk Bank Banten
SERANG, SNOL—Pemprov Banten akan menggelontorkan dana tidak kurang Rp 8,875 triliun untuk pembentukan Bank Banten. Dana itu diambil dari kas daerah (kasda) yang selama ini tersimpan di bjb. Pengambilalihan itu dilakukan jika Bank Banten resmi beroperasi. Direktur Banten Global Development (BGD) Ricky Tampilnongkol Kamis (10/9) mengatakan, sesuai dengan ketentuan dan peraturan Otorisasi Jasa Keuangan (OJK), pengambilalihan kasda APBD dapat dilakukan oleh bank daerah yang baru terbentuk dari bank sebelumnya. “Memang aturannya seperti itu. Idealnya kalau Bank Banten sudah terbentuk dan resmi beroperasi, maka secara otomatis kasda dapat diambil alih,” kata Ricky, kemarin. Namun demikian, saat ini, pihaknya sedang konsentrasi melakukan seleksi puluhan bank yang akan diakuisisi. “Dari 140 bank yang diseleksi, sekarang tinggal 14 bank lagi. Mudah-mudahan secepatnya seleksi tuntas dalam waktu dekat ini,” ungkapnya.
Akhir 2015 ini, lanjutnya, sudah diketahui bank mana saja yang dianggap cocok dan akan ditentukan. “Arahan dari Pak Gubernur (Rano Karno, red), bank yang akan diakuisisi adalah bank yang sehat memiliki infrastruktur dan SDM handal serta dapat mendongkrak PT Jamkrida, dengan memberikan bantuan kepada kredit rakyat menengah ke bawah,” ungkapnya.
Perlu diketahui, pembentukan Bank Banten, selain mendapatkan dukungan dari Pemprov Banten juga mendapatkan perhatian dari OJK. “Selama ini pembentukan bank daerah langsung di bawah kontrol pemdanya sehinga perkembangnya tidak signifikan. Tapi Bank Banten ini berbeda, yang mengelola perusahaan daerah, sehingga semangatnya besar. Diharapkan kedepan akan membawa manfaat lebih banyak lagi untuk masyarakat,” jelasnya.
Sebelumnya, ekonom yang juga dosen Untirta, Dr Fauzi Sanusi mengaku sepakat dengan berdirinya Bank Banten. Dia pun meyakini keberadaan bank itu akan membantu roda perekonomian masyarakat.
Namun, Dr Fauzi mengingatkan PT BGD agar berhati-hati dalam memilih bank yang akan dibeli. Mulai dari keadaan banknya hingga SDM yang ada. “Harus sangat hati-hati. Salah memilih akan berakibat buruk,” ujarnya.
Perihal kemungkinan adanya “rebutan” nasabah dengan bjb, Dr Fauzi menilai bahwa itu adalah realitas yang harus dihadapi. Jika ingin punya nasabah banyak, maka harus memberikan yang lebih untuk nasabah. “Bank Banten harus jelas segmentasinya. Soal persaingan itu hal biasa. Siapa yang bisa memberikan benefit yang lebih dan proses yang tidak jelimet, pasti dia akan didatangi nasabah. Kalau prosesnya awalnya saja sudah membuat nasabah rumit, ya pasti ditinggalkan,” tandasnya.
Sementara pengamat ekonomi Untirta lainnya, Dahnil Anzar menilai, pendirian Bank Banten berisiko tinggi. Pasalnya, modal PT BGD terbilang sangat tipis. Selain itu, kepemilikan saham oleh badan usaha akan berdampak kurang sehat. “Tentu harus diperhitungkan semuanya, karena bank ini sudah diputuskan untuk berdiri. Bank Banten belum terkenal dan ini punya resiko tinggi,” ujarnya.
Ia menuturkan, risiko tersebut muncul dari sektor yang paling dasar, yaitu permodalan dari BUMD yaitu PT BGD. “Permodalan Bank Banten sangat tipis. Kemudian, jika pendirian Bank Banten ini seolah-olah langsung didirikan oleh BGD dan mereka menjadi pemilik Bank Banten, saya rasa tidak akan sehat. Kepemilikan Bank Banten seharusnya langsung diambil oleh pemerintah daerah,” katanya.
Resiko lain, kata Dahnil, Bank Banten belum memiliki eksistensi yang tinggi, seperti bjb. Sebab, dilihat dari sisi ekonomi, bjb jauh lebih banyak dikenal masyarakat dibandingkan dengan Bank Banten. “Tentunya ini tugas berat untuk memperkenalkan Bank Banten kepada masyarakat. Karena bjb sudah memiliki eksistensi jelas dan nyata,” katanya. (rus/igo/bnn)