Jasad Bahrudin Tertahan Enam Jam di RSUD
BATUCEPER,SNOL Kisah pilu bak sinetron menimpa keluarga Bahrudin, warga Darussalam Utara I RT05/05 Kelurahan Batusari Kecamatan Batuceper Kota Tangerang. Mereka harus pontang-panting mencari cara agar jenazah Bahrudin yang meninggal dunia akibat komplikasi penyakit di RSUD Kota Tangerang dapat dimakamkan, Selasa (25/8).
Jasad Bahrudin yang bekerja sebagai sopir angkutan umum itu sempat tertahan selama enam jam. Ayah empat anak itu meninggal dunia kemarin pagi sekira pukul 05.00 wib. Tapi, jasadnya baru diserahkan RSUD Kota Tangerang kepada keluarga sekira pukul 12.00 wib.
RSUD Kota Tangerang menahan jasad Bahrudin karena pihak keluarga belum membayar biaya pengobatan dan perawatan sebesar Rp15.228.402. Uang sebanyak itu digunakan untuk membayar biaya obat dan berbagai hal lain sejak Bahrudin masuk ke RSUD Kota Tangerang, Jumat (21/8) pagi lalu.
Saat pertama kali masuk RSUD, Bahrudin menggunakan jalur umum. Pria yang menderita komplikasi gagal ginjal, darah tinggi dan asam lambung itu dijadwalkan menjalani cuci darah pada Selasa (25/8) siang. Namun sebelum bisa cuci darah, pria kelahiran 1968 itu sudah berpulang untuk selama-lamanya.
Setelah Bahrudin meninggal dunia, keluarga kemudian diwajibkan membayar biaya pengobatan dan perawatan karena si pasien masuk menggunakan jalur umum. Keluarga yang tidak memiliki uang kemudian menyatakan tidak sanggup bayar. Mereka meminta agar jasad Bahrudin dapat segera dikeluarkan tanpa harus membayar biaya yang disodorkan RSUD Kota Tangerang. Permintaan tersebut ditanggapi RSUD Kota Tangerang dengan meminta keluarga korban menyerahkan Kartu Tanda Penduduk milik Bahrudin yang masih berlaku. Masalahnya, KTP Bahrudin sudah tidak berlaku sejak 11 Juli 2015. Keluarga kemudian berupaya dengan memproses perpanjangan KTP almarhum.
“Masa berlaku KTP almarhum sudah habis sehingga tidak bisa mendapatkan pelayanan gratis. Kami sudah konsultasi dengan rumah sakit, tapi pihak RSUD tetap meminta resi pengurusan KTP dari kecamatan Batuceper tempat Bahrudin tinggal. Akhirnya kami membuat Surat Pengantar dari RT setempat untuk perpanjangan KTP,” kata Syaeful, sepupu Bahrudin, kemarin siang. Namun upaya membuat perpanjangan KTP Bahrudin gagal. Pihak kecamatan enggan mengeluarkan resi.
“Resinya tidak bisa dibuat karena almarhum belum melakukan perekaman e-KTP. Kami hanya mendapat tandatangan dari Kasi Pelayanan Umum di Kertas Surat Keterangan Domisili yang kami bawa dari kelurahan. Ketika dibawa ke rumah sakit tetap tidak bisa,” ujarnya.
Lanjut Syaeful, pihaknya sempat meminta bantuan kepada anggota DPRD yang ada diwilayahnya namun tidak berhasil. Akhirnya karena sudah terlalu lama tertahan, keluarga berusaha mencari pinjaman ke saudara dan lainnya untuk melunasi pembayaran.
“Setelah dibayar lunas jenazah bisa dibawa pulang. Keluarga mengusahakan dengan mencari pinjaman karena biaya yang dikeluarkan sangat besar. Biaya 15.228.402 juga belum termasuk biaya waktu diawal yang habis sampai enam juta rupiah,” tuturnya.
Setelah jenazah dibawa ke rumah, Bahrudin langsung disalatkan saat ba’da ashar dan dimakamkan di TPU Kelurahan Batusari.
Salah seorang tokoh masyarakat, Ubay Permana mengatakan, dengan terjadinya kasus ini hendaknya Pemerintah Kota Tangerang memberikan perhatian dan dapat membantu keluarga yang ditinggalkan. Pasalnya keluarga harus mencari pinjaman ke berbagai pihak untuk memenuhi pembiayaan selama di rumah sakit.
“Kami menyadari memang ada ketidaklengkapan administrasi yakni KTP milik pasien sudah habis masa berlakunya. Tapi semestinya pemerintah juga dapat membantu karena meskipun sudah habis masa waktu identitasnya, dia tetap menjadi warga Kota Tangerang dan anak bangsa yang wajib mendapat pelayanan secara adil,” paparnya.
Dirut RSUD Kota Tangerang, dr Wibisono mengatakan pihak rumah sakit pada prinsipnya tidak menahan jenazah. Namun keluarga pasien harus mengurus dulu persyaratannya sesuai prosedur yang ada. Seperti membayar biaya selama perawatan dan pengobatan.
“Kalau syaratnya kan sudah mudah hanya KTP dan KK. Tapi kalau KTP nya masih dalam proses, tunjukkan resinya bahwa sedang diurus. Syaratnya memang begitu, coba tanya ke Dinkes. Kita hanya mengikuti aturan saja,” kata Wibisono. Lanjut Wibisono, apabila memang tidak mampu melunasi pembayaran, rumah sakit sudah memberikan kebijaksanaan dengan membuat pernyataan bisa dicicil. Nantinya kalau sudah mempunyai uang bisa dilunasi.
“Itu kan sudah dipermudah, jadi intinya kita tidak menahan, tapi adanya perlu urus kewajibannya,” tegasnya. (uis/gatot)