Aksi Balap Liar Marak di Serpong
SERPONG,SNOL—Waspada. Kota Tangsel dijadikan lintasan balapan liar paling nyaman bagi geng motor. Mereka pun berpindah, mulai dari Alam Sutera, Green Cove, Bintaro dan arena jalanan lurus lain yang ada di wilayah tersebut.
Diungkapkan salah seorang pelaku balap liar asal Kota Tangerang, Ian (21), awalnya dia bersama teman-teman sehobinya itu sering melakukan aksi balapan liar di area Mall@ Alam Sutera atau masih masuk kawasan Kecamatan Pinang. Namun, karena oleh polisi dipasang garis kejut, mereka pindah dan bergabung dengan geng motor di wilayah Jalan Raya Serpong dan Green Cove Kecamatan Serpong.
“Pokoknya, dimana ada jalan lurus, mulus atau rata, pasti jadi sasaran kita untuk tempat balapan,” ungkap Ian yang sudah melakoni balapan tersebut 5 tahun terakhir. Bahkan, Jalan Raya Serpong di depan Plaza Serpong, berani mereka tutup sekitar pukul 1 sampai 4 dini hari hanya untuk aksi balapan liar.
Bahkan banyak truk pasir lewat diberhentikan oleh mereka, pada saat mereka tengah menancap gas dari garis start sampai finish. “Ya pokoknya enggak boleh ada yang lewat dulu, sampai para pengendara motornya sudah sampai finish. Kalau sudah lewat, boleh jalan lagi. Ya terus aja begitu,” tutur Ian.
Namun, di area tersebut, sudah jarang dipakai lagi. Sebab, pernah terjadi bentrokan dengan warga Kelurahan Pondok Jagung Kecamatan Serpong. ” Penyebabnya, dulu pernah terjadi kecelakaan. Motor salah satu pembalap liar menghantam salah satu warga yang mengakibatkan warga itu koma,” ujarnya.
Karena itu warga marah dan berkali-kali mengusir geng motor tersebut. Warga dan geng motor saling melawan dengan lempar batu dan senjata tajam, hingga timbulah aksi tawuran. Akhirnya, merasa tak nyaman, mereka pun pindah ke kawasan perumahan elit Green Cove yang berada di BSD Kecamatan Serpong.
Diakui pembalap liar lain, Bagas, Green Cove atau yang sering mereka sebut GC, sudah dianggap sebagai surganya pembalap liar. Sebab, selain merasa aman dari polisi, juga jauh dari padat penduduk. Hanya terdapat bangunan-bangunan yang tinggi yang sedang dibangun oleh proyek.
“Disini sepi, jalan juga rata dan halus, jauh juga dari jalan raya, dan banyak jalan keluar jika sewaktu-waktu ada razia polisi,” tutur Bagas atau yang biasa dipanggil Dower.
Baginya dan pembalap liar lain, rutinitas yang membahayakan nyawa dan juga mengganggu ketenangan umum ini, sangat sulit untuk dihilangkan. Pasalnya, pelaku balap liar yang mayoritas adalah pemuda, lagi keranjingan merakit motor.
Seperti motor matic pabrikan, langsung dimasukan ke bengkel dan disulap menjadi motor balap atau motor modifikasi. “Ada bengkel langganan setiap perkumpulannya, tinggal bilang saja buat balapan pasti langsung diladeni. Atau sesama pembalap biasanya juga ada yang ngerti motor, harganya bisa lebih murah lagi,” tutur Bagas.
Faktor lain yang tak bisa menghilangkan tradisi balapan liar adalah joki atau orang yang dibayar untuk aksi balapan liar. Menurut remaja yang sudah tujuh tahun melakukan balapan liar ini, profesi joki sangat menguntungkan bagi sebagian pemuda pengangguran yang memiliki keahlian mengendarai sepeda motor.
“Upah joki 10 persen dari jumlah taruhan. Jika taruhan satu juta, ya dapetnya seratus ribu,” ungkap Bagas. Kalaupun ada taruhan atau judi dalam jumlah besar, biasanya hanya dilakukan bengkel-bengkel ternama.
Uang yang digunakan taruhan bukan uang pemilik bengkel sendiri ataupun pemilik motor. Melainkan semua pembalap liar yang ikut dalam bengkel tersebut jika ingin ikut bertaruh diperbolehkan atas nama bengkel tersebut.
“Kalau yang taruhannya bengkel besar, biasanya akan janjian dulu beberapa hari sebelum atau minimal siang hari sebelum balapannya,” ujarnya. Misalnya, janjian balapan jam 2 dini hari, bengkel tersebut akan datang tepat waktu. Setelah balapan, mereka akan membubarkan diri dengan cepat.
Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kejaran polisi yang sewaktu-waktu akan berpatroli. “Bahkan, kalau ada warga yang sekedar nonton, juga boleh taruhan. Namanya pinggiran, nanti ada yang ngumpulin,” pungkasnya. (mg31/pramita)