Sumur-sumur Keramat Belum Jadi Cagar Budaya

TIGARAKSA, SNOL—Sumur-sumur yang sering dikeramatkan masyarakat Kabupaten Tangerang ternyata belum dijadikan sebagai cagar budaya. Padahal sumur-sumur tersebut sudah banyak memakan korban jiwa. Apalagi menjelang datangnya bulan suci Ramadhan tentu akan banyak warga berdatangan untuk berziarah.

      “Sebanyak kurang lebih sepuluh sumur yang ada di Kabupaten Tangerang. Contohnya, sumur Kutruk di Kecamatan Jambe, Sumur Makom Nyimas Bajra Desa kadu Agung Tigaraksa serta Sumur Syeh Mubarok Desa Pete Tigaraksa. Umumnya sama, oleh para warga, sumur-sumur tersebut dikeramatkan karena peninggalan orang-orang ternama ataupun orang-orang suci,” ungkap Kasi Kebudayaan Dinas Pemuda Olah Raga Budaya dan Pariwisata Ahmad Syafei.

      Semua sumur tersebut belum diakui statusnya sebagai situs sejarah ataupun cagar budaya oleh pemerintah. Oleh karenanya, pemeliharaan lokasi sumur yang sering dijadikan tempat wisata ziarah tersebut hanya berdasarkan sumbangan dari masyarakat yang berkunjung. Hal ini tentu berdampak pada kondisi sumur itu sendiri yang tidak mendapatkan perawatan baik dan maksimal. Apalagi menjelang datangnya bulan suci Ramadhan tentu akan banyak warga berdatangan untuk berziarah.

      “Penetapan menjadi cagar budaya atau situs bersejarah itu perlu disurvei terlebih dahulu oleh Badan Arkeologi. Harus dilihat dulu nilai historis sejarahnya seperti apa. Apakah itu memang mempunyai sejarah yang perlu dilestarikan atau tidak,” aku Ahmad Syafei.

      Sementara, Kepala Dinas Pemuda Olah Raga Budaya dan Pariwisata Syarifullah menjelaskan, hingga kini pemerintah belum memiliki peraturan daerah (perda) yang menjadi payung hukum. Padahal dengan adanya perda tersebut diharapkan bisa menjadi pedoman pemerintah dalam menjadi tempat-tempat tersebut sebagai cagar budaya.

      “Lagian pemerintah juga belum ada peraturan daerahnya (perda) yang menjadi pedoman kita sebagai payung hukumnya. Makanya kami belum bisa menjadikan tempat tersebut sebagai situs budaya. Kan kami tidak bisa datang begitu saja ke lokasi tersebut. Mesti izin dulu ke masyarakatnya. Takutnya begitu dilakukan observasi masyarakatnya marah,” paparnya.

      Menurutnya, jika pun tempat-tempat keramat tersebut dijadikan sebagai cagar budaya tentu harus melihat beberapa faktor. Seperti harus menempatkan petugas untuk menjaga lokasi tersebut. “Contohnya kalau dijadikan tempat wisata misalkan wisata religi, paling tidak harus ada petugas yang mengurus. Nah yang membayar gajinya belum ada karena tidak ada anggaran untuk itu hal seperti itu,” pungkasnya. (mujeeb/made)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.