Nelayan Kepiting Dinilai Melanggar Aturan
TIGARAKSA,SNOL—Dinas Kelautan dan Perikanan menilai banyak nelayan budidaya kepiting yang melanggar peraturan pemerintah. Oleh karenanya banyak pengusaha budidaya kepiting yang gulung tikar alias bangkrut. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Herry Wibowo menjelaskan, bangkrutnya para pengusaha budidaya kepiting dikarenakan tidak menjalankan arahan dari pemerintah.
Menurutnya, Peraturan Menteri Kelautan Nomor 1 tahun 2015 sejatinya untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan sumber daya nelayan itu sendiri. Artinya, jika nelayan tidak mengindahkan peraturan tersebut jelas akan bangkrut.
“Peraturan itu kan dibuat supaya ekonomi mereka (nelayan,red) meningkat. Tidak mungkin pemerintah malah sengaja membuat mereka jadi bangkrut. Kalau mereka tetap menjual kepiting yang berukuran 6-8 cm jelas melanggar. Maksudnya kan begini biar hasil tangkapnya tidak merusak biota kehidupan kepiting. Jadi yang kecil-kecil itu biarkan menjadi besar, dan yang besar apalagi itu sedang ada telur biarkan dia hidup. Jangan ditangkap,” paparnya.
Menurut Herry, jika hasil budidaya kepiting yang dilakukan nelayan menghasilkan kualitas yang baik tentu akan meningkatkan harga jual. Hal ini berdampak pada peningkatan perekonomian nelayan tersebut.
“Memang setiap peraturan baru selalu ada dampak dan akibat. Tapi insyaallah kedepannya akan menjadi lebih baik dengan adanya peraturan tersebut. Sekali lagi saya tekankan bahwa peraturan tersebut bukan untuk menghancurkan para nelayan budidaya kepiting, tapi untuk membantu mereka menjadi lebih baik,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan Satu pengusaha budidaya kepiting soka di Kecamatan Mauk bangkrut dan pengusaha lainnya mencoba bertahan dengan modal seadanya. Hal ini merupakan imbas dari Peraturan Menteri Kelautan Nomor 1 Tahun 2015 tentang larangan penangkapan benih lobster, rajungan, dan kepiting bertelur.
Mantan pengusaha budidaya kepiting soka Desa Ketapang Kecamatan Mauk, Samsudin mengungkapkan, imbas peraturan menteri kelautan Nomor 1 Tahun 2015 tentang larangan penangkapan benih lobster, rajungan, dan kepiting bertelur, yang juga mengatur kriteria penangkapan dan pengiriman komoditas tersebut memberatkan pengusaha budidaya di Kecamatan Mauk.
“Apalagi saat ini standar ukuran kepiting yang di ekspor ke luar negeri harus ukuran minimal 15 cm. Padahal di Kabupaten Tangerang paling besar juga ukuran kepiting 8 cm. Di Pantura ini ukuran kepiting 8 cm saja sudah bagus. Akibat aturan ini banyak pengusaha yang tidak bisa eksport jadi bangkrut, karena merugi terus dan modal tidak balik,” ungkapnya. (mg27/aditya)